Polisi Hong Kong Tangkap Tokoh Pro Kemerdekaan di Tengah Meluasnya Aksi Protes

Di tengah meluasnya aksi protes, polisi Hong Kong tangkap beberapa demonstran, termasuk tokoh pro kemerdekaan yang terkenal.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 02 Agu 2019, 13:43 WIB
Diterbitkan 02 Agu 2019, 13:43 WIB
Ilustrasi bendera Hong Kong (AFP Photo)
Ilustrasi bendera Hong Kong (AFP Photo)

Liputan6.com, Hong Kong - Polisi Hong Kong telah menangkap delapan orang, termasuk seorang aktivis pro-kemerdekaan yang terkenal, atas dugaan memiliki senjata dan bahan peledak ofensif, menjelang protes massal pada akhir pekan ini.

Pada Kamis malam, polisi anti huru hara menggerebek sebuah bangunan industri di distrik Sha Tin di New Teritory. Sebuah pernyataan mengatakan mereka menemukan bom bensin dan senjata.

Dikutip dari The Guardian pada Jumat (2/8/2019), polisi Hong Kong mengatakan tujuh pria dan seorang wanita, berusia antara 24 dan 31 tahun ditangkap.

Di antara mereka termasuk Andy Chan, pendiri partai Nasional Hong Kong, yang dilarang tahun lalu.

Puluhan pengunjuk rasa mengepung kantor polisi setempat sejak Kamis malam hingga Jumat pagi, meneriakkan "Bebaskan para martir!", menurut laporan berbagai media Hong Kong.

Dalam operasi terpisah, sebuah keluarga yang terdiri dari tiga orang ditahan atas dugaan memiliki bahan peledak, setelah polisi menggerebek sebuah apartemen dan menyita sebagian bom Molotov.

 

 

Pihak Berwenang Gunakan Langkah yang Lebih Keras

Pengunjuk Rasa Hong Kong Ganggu Perjalanan Kereta Bawah Tanah
Seorang perwira polisi menunjukkan kartu anggotanya setelah pemrotes memintanya di sebuah stasiun kereta bawah tanah di Hong Kong (30/7/2019). Para Pengunjuk rasa telah mengganggu layanan kereta bawah tanah pada pagi hari. (AP Photo/Vincent Yu)

Penangkapan terjadi setelah 44 demonstran yang ditahan didakwa atas tuduhan terlibat kerusuhan, sebuah kejahatan yang bisa membuat seseorang dijatuhi hukuman penjara 10 tahun, menurut kebijakan hukum Hong Kong.

Para kritikus mengatakan pihak berwenang menggunakan langkah-langkah yang lebih keras dalam upaya untuk mengintimidasi demonstran.

Krisis politik di Hong Kong telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir, setelah hampir dua bulan protes yang dimulai atas penolakan RUU ekstradisi, yang memungkinkan tersangka dikirim sepihak ke China daratan.

Fokus protes kini beralih ke pihak berwenang dan polisi, menyusul serangan terhadap penumpang oleh anggota triad, dan juga karena semakin banyak segmen masyarakat Hong Kong yang mulai mengutuk pemerintah terkait penanganan buruk atas insiden tersebut.

 

Rencana Protes Besar pada Akhir Pekan

Demo Hong Kong 12 Juni 2019 (Anthony Wallace / AFP Photo)
Demo Hong Kong 12 Juni 2019 (Anthony Wallace / AFP Photo)

Sementara itu, dalam langkah langka untuk sektor publik kota yang biasanya netral secara politik, pegawai negeri sipil setenpat telah merencanakan rapat umum pada hari Jumat.

Protes skala besar juga direncanakan untuk digelar pada akhir pekan ini, sementara aksi protes yang lebih masif di seluruh bagian kota telah diserukan untuk berlangsung pada hari Senin.

Menjelang protes, Beijing telah meningkatkan tuduhan bahwa negara-negara asing "mengompori" kerusuhan di Hong Kong.

Diplomat top China Yang Jiechi pada hari Kamis memerintahkan AS untuk "segera berhenti mencampuri urusan Hong Kong dalam bentuk apa pun".

Pada hari Jumat, Xie Feng, komisioner untuk kementerian urusan luar negeri di Hong Kong, meminta pasukan asing untuk "menarik tangan hitam mereka" dan berhenti mencampuri "urusan dalam negeri China".

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya