Liputan6.com, Caracas - Lembaga Hak Asasi Manusia PBB telah memperingatkan bahwa sanksi terbaru Amerika Serikat (AS) terhadap Venezuela, berisiko membuat rakyat setempat semakin kelaparan.
Sanksi tersebut dipredikasi akan secara signifikan memperburuk krisis bagi jutaan orang dalam hal akses ke makanan dan kesehatan, demikian sebagaiaman dikutip dari Al Jazeera pada Jumat (9/8/2019).
"Saya sangat khawatir tentang dampak terburuk pada penegakan HAM di Venezuela setelah sanksi sepihak terbaru dari AS," kata Michelle Bachelet, ketua lembaga terkait, dalam sebuah pernyataan pada Kamis 8 Agustus.
Advertisement
Baca Juga
"Sanksi itu sangat luas dampaknya terhadap sektor-sektor paling rentan bagi populasi di sana," lanjutnya.
Pernyataan Bachelet merujuk pada keputusan Washington pada Senin 5 Agustus, untuk membekukan semua aset pemerintah Venezuela di AS, dan melarang transaksi dengan otoritasnya.
Langkah AS, yang mengikuti putaran sanksi berulang kali terhadap Presiden Venezuela Nicolas Maduro, termasuk otorisasi hukuman terhadap "orang asing" yang memberikan dukungan kepada pemerintahnya.
"Saya ingin tegaskan bahwa perintah eksekutif besar-besaran ini memberi wewenang kepada pemerintah AS untuk mengidentifikasi, menargetkan, dan menjatuhkan sanksi pada setiap orang yang terus memberikan dukungan kepada rezim tidak sah Nicolas Maduro," kata penasihat keamanan nasional AS, John Bolton, sehari setelahnya.
"Kami mengambil langkah ini untuk menolak akses Maduro ke sistem keuangan global, dan untuk mengisolasinya lebih lanjut secara internasional," tambah Bolton dari ibu kota Peru, Lima, di mana ia menghadiri pertemuan internasional yang membahas krisis politik Venezuela.
Khawatir Dijauhi Bisnis Global
Selain tentang isu kelaparan, Bachelet juga mengkhawatirkan tentang berbagai bisnis dan lembaga keuangan yang semakin menjauh dari Venezeula, di mana menurutnya hal itu akan semakin membuat ekonomi setempat terperosok.
"Itu terjadi karena para pebinis dan lembaga keuangan dunia memiliki kepatuhan pada berbagai transaksi yang berkaitan dengan AS, sehingga riskan bagi mereka jika tetap beroperasi atau bekerja sama dengan rekan-rekan di Venezuela," jelas Bachelet.
Sementara itu, Wakil Presiden Venezuela Delcy Rodriguez pada hari Selasa menyebut sanksi AS terbaru sebagai "ancaman global" dan serangan terhadap properti pribadi.
Dia memperingatkan bahwa langkah-langkah AS kemungkinan akan membawa kesulitan tambahan bagi orang-orang Venezuela, yang sudah menderita dampak hiperinflasi dan resesi mendalam.
Dahulu, Venezuela dikenal sebagai salah satu pengahsil minyak terbesar di dunia. Namun, kegagalan dalam mendiversifikasi ekspor dan juga salah kelola aset energinya, membuat negara itu mengalami krisis parah.
Kondisi tersebut kian diperparah oleh sanksi ekonomi dari AS pada Agustus 2017 dan Januari 2019, karena pemerintahan Nicolas Maduro dianggap tidak sah dan otoriter.
Sanksi tersebut juga membuat Venezuela kehilangan pendapatan devisa utamanya dari ekspor minyak, yang terkait cukup erat dengan pasar AS.
PBB melaporkan bahwa saat ini sekitar 30 juta penduduk Venezuela membutuhkan bantuan, sementara 3,3 juta lainnya diketahui telah meninggalkan negara itu sejak 2016.
Advertisement
Kemerosotan Politik Venezuela
Venezuela terperosok dalam kebuntuan politik sejak Januari, ketika pemimpin oposisi Juan Guaido menyatakan dirinya sebagai presiden, dengan cepat menerima dukungan lebih dari 50 negara, termasuk AS.
Guaido meminta Konstitusi untuk menjadi presiden sementara dengan alasan bahwa pemilihan kembali Maduro pada 2018 adalah penipuan.
Pada Rabu 7 Agustus, Guaido menyarankan Maduro untuk meninggalkan istana kepresidenan Venezuela, Miraflores, agar sanksi bisa segera dicabut dan rakyat tidak lagi sengsara.
Guaido menambahkan sanksi itu adalah "hukuman bagi mereka yang mencuri dan mendapat untung dari kesengsaraan", yang secara tidak langsung --menurut pengamat-- menyindir pemerintahan Maduro.
Di lain pihak, Maduro menuduh AS mengobarkan perang ekonomi untuk melawan pemerintahnya.
Baru-baru ini, dia memerintahkan perwakilan pemerintahnya untuk tidak melakukan perjalanan ke Barbados untuk rencana pembicaraan dengan pihak oposisi, dan menyalahkan sanksi AS atas kebuntuan tersebut.
Simak video pilihan berikut: