5 Remaja Australia Tewas Akibat Penyalahgunaan Zat Adiktif Deodoran

Perusahaan Unilever yang memproduksi deodorant merek Rexona mengatakan bahwa mereka mengetahui adanya lima orang yang tewas di Australia karena penyalahgunaan penggunaan produk tersebut.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Sep 2019, 08:00 WIB
Diterbitkan 27 Sep 2019, 08:00 WIB
Ilustrasi deodoran (iStock)
Ilustrasi deodoran (iStock)

Liputan6.com, Canberra - Perusahaan Unilever yang memproduksi deodoran merek Rexona mengaku mengetahui adanya lima orang yang tewas di Australia karena penyalahgunaan penggunaan produk tersebut.

Scott Mingl, kepala unit deodoran di Unilever Australia dan Selandia Baru sebagai perusahaan induk Rexona mengatakan kepada ABC bahwa perusahaan tersebut mengetahui bahwa polisi sudah mengatakan Rexona merupakan salah satu produk yang paling banyak disalahgunakan.

Pada 2015, seorang anak berusia 16 tahun di Alice Springs meninggal karena hal tersebut, dan setahun kemudian seorang remaja berusia 15 tahun di Redcliffe (Queensland) juga meninggal karena hal yang sama.

"Kami tahu. Kami mendapat laporan adanya empat kematian di Queensland dan satu di New South Wales." kata Mingl, seperti dikutip dari ABC Indonesia, Jumat (27/9/2019).

"Sepanjang pengetahuan polisi dan perusahaan, kami sudah bekerja sama untuk terlibat dan mencoba memahami masalah ini dan memberikan dukungan lebih baik kepada mereka," lanjutnya.

Simak video pilihan berikut:

'Chroming'

[Bintang] Kisah Tragis Seorang Remaja Putri yang Meninggal Usai Menghirup Deodoran
Gara-gara menghirup deodoran remaja putri ini meninggal dunia. (Ilustrasi: Free Images)

Penyalahgunaan produk seperti Rexona ini disebut sebagai chroming, dimana penggunannya menhirup bahan kimia adiktif yang disemprotkan dari deodoran berbentuk kaleng tersebut, yang bisa membuat penggunanya mengalami ketergantungan.

"Yang pertama, saya merasa sedih mendengar dampak penggunaan produk ini bagi anak-anak, dan dampak penyalahgunaan tersebut oleh mereka yang mengalaminya." kata Scott Mingl, kepala unit deodoran di Unilever Australia dan Selandia Baru.

"Kami menangani masalah ini dengan serius dan sudah bekerja selama beberapa tahun terakhir untuk mengatasi masalah."

Mingl mengatakan bahwa Unilever sudah mengubah desain kaleng deodoran Rexona tersebut dan juga menghabiskan waktu selama beberapa tahun untuk mengubah komposisi bahan kimia di dalamnya.

Selain berusaha mengubah desain dan komposisi, Unilever juga mengkhawatirkan bahwa perubahan pada Rexona akan membuat remaja yang menyalahgunakannya beralih ke pestisida dan bahan kimia untuk pembersih.

Unilever juga mengatakan dalam uji yang mereka lakukan, Rexona tidaklah berisi bahan kimia yang berbeda dengan produk deodoran lain.

Walau sudah menghabiskan Rp 1,5 triilun di bidang penelitian dan pengembangan di Unilever, Mingl mengatakan perusahaan tersebut belum menemukan cara untuk mengubah komposisi kandungan kimia Rexona.

"Kami sudah melakukan uji terhadap seluruh produk deodoran yang ada di pasar untuk mengetahui mengapa Rexona menjadi pilihan dan secara teknis kami tidak menemukan adanya perbedaan." kata Scott Migl.

Kepolisian Queensland dan Asosiasi Peritel Nasional Australia (NRA) sudah mengukuhkan bahwa Rexona adalah produk yang banyak digunakan oleh anak-anak yang melakukan 'chroming".

Dominique Lamb, Direktur Eksekutif NRA mengatakan sejauh ini mereka tidak mendapat dukungan apapun dari Rexona.

"Rexona khususnya kami lihat paling banyak dibeli atau dicuri dari toko." katanya.

"Yang kami temukan di sejumlah lokasi tumpukan sampai 30 kaleng. Dan di petugas keamanan kami di pusat perbelanjaan menemukan anak-anak yang tampak dalam keadaan 'teler".

"Sering kali kami bisa melihat adanya kaleng deodoran ini di saku celana atau jaket mereka, dan tampak sekali mereka tidak menutup-nutupi apa yang mereka lakukan." kata Lamb lagi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya