Suhu Naik Picu Oksigen Samudera Habis, Populasi Ikan Tuna Bisa Digeser Ubur-ubur

Samudera yang kekurangan oksigen bisa membahayakan ikan tuna.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 07 Des 2019, 20:40 WIB
Diterbitkan 07 Des 2019, 20:40 WIB
Menjelajahi Wahana Jellyfish Sphere di Seaworld Ancol Saat Libur Natal
Pengunjung melihat ubur-ubur di Wahana Jellyfish Sphere di SeaWorld Ancol, Jakarta, Selasa (25/12). Sea World menjadi tempat wisata alternatif warga menghabiskan libur Natal 2018. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Madrid - International Union for Conservation of Nature (IUCN) memperingatkan bahaya terkurasnya kandungan oksigen di samudera. Fenomena ini disebut deoksigenasi dan diperparah oleh perubahan iklim.

Dilaporkan BBC, Sabtu (7/12/2019), penelitian IUCN menyebut sekitar 700 wilayah yang mengalami rendah oksigen. Jika dibandingkan, pada 1960-an hanya ada 45 wilayah yang mengalami hal tersebut.

Berkurangnya pasokan oksigen samudera merupakan kabar baik bagi spesies ubur-ubur, namun itu berbahaya bagi ikan tuna yang berukuran lebih besar. Ikan hiu dan marlin pun bisa terkena dampak negatif.

Sebagai catatan, mantan Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti berkata bahwa Indonesia adalah pengekspor terbesar ikan tuna di dunia. Ekspor tuna Indonesia pun sudah nomor satu di Amerika Serikat (AS).

Ancaman terhadap lautan muncul dari nitrogen dan fosforus yang digunakan sektor peternakan dan industri. Perubahan iklim akibat emisi gas rumah kaca juga membuat samudera menyerap lebih banyak panas. Semakin menghangat perairan, maka mereka oksigen yang dikandung makin sedikit.

Ikan-ikan yang butuh oksigen pun terpaksa pindah ke daerah yang lebih dangkal untuk mencari oksigen, tetapi itu malah bisa menambah terjadinya masalah lain di dunia perikanan, yakni over-fishing. 

Antara 1920 - 2010, pengurangan oksigen di samudera mencapai dua persen, namun angka itu adalah rata-rata seluruh dunia. Beberapa lokasi tropis ada yang berkurang hingga 40 persen.

"Kami mengetahui tentang deoksigenasi tetapi kami tadinya tida memahami kaitannya dengan perubahan iklim dan ini sangat mengkhawatirkan," ujar Minna Epps dari IUCN.

Ia pun meningatkan bahwa jia hal ini terus-terusan berlanjut, maka akhirnya habitat dan keanekaragaman hayati akan hilang. Alhasil, malah akan makin banyak ubur-ubur di samudera.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Deoksigenasi Harus Jadi Tugas Pemerintah

Semester I 2018, Ekspor Perikanan Alami Peningkatan
Nelayan memindahkan ikan laut hasil tangkapan di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta, Kamis (26/10). Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), ekspor perikanan naik 7,21 persen dibanding periode yang sama tahun 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Laporan tersebut dirilis di UN Climate Change Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-25 (COP25) yang berlangsung di Madrid hingga 13 Desember mendatang.

IUCN berkata sengaja merilis laporannya di COP25 agar diperhatikan oleh para pemimpin dunia. Sebab, mencegah deoksigenasi harus menjadi tugas pemerintah.

Apabila berbagai negara terus abai soal ini, maka oksigen di samudera seluruh dunia diprediksi akan merosot hingga 3 sampai 4 persen pada 2100. Wilayah tropis dikhawatirkan akan mendapat dampak terburuk.

"Berkurangnya oksigen samudera membahayakan ekosistem laut yang sudah diganggu oleh pemanasan samudera dan pengasaman," ujar Dan Laffoley dari IUCN.

"Agar bisa berhenti khawatir soal penyebaran area yang kekurangan oksigen, kita harus secara tegas mengurangi emisi gas rumah kaca serta polusi organik dari sumber-sumber pertanian dan lain sebagainya," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya