Ilmuwan Prediksi Lempeng Tektonik Raksasa di Samudera Hindia Akan Terbelah Dua

Ilmuwan memprediksi bahwa lempeng tektonik raksasa di bawah Samudera Hindia akan terbelah dua? Apa penyebabnya dan akan mengakibatkan apa?

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Mei 2020, 11:20 WIB
Diterbitkan 24 Mei 2020, 11:00 WIB
Vulkano lumpur Lusi (2)
(Ilustrasi) Pulau Jawa 'duduk' di atas lempeng-lempeng tektonik Bumi yang saling mendorong. (Sumber Earth Observatory of Singapore)

Liputan6.com, Jakarta - Baru-baru ini, ilmuwan melaporkan bahwa lempeng tektonik di Samudera Hindia akan terbelah menjadi dua. Namun perpecahan ini tidaklah mudah.

Seperti yang dikutip dari Livescience pada Sabtu (23/05/2020), perpecahan lempeng tektonik ini memakan waktu yang lama. 

Lempeng tektonik India-Australia-Capricorn dilaporkan 'membelah' sebesar 1,7 milimeter dalam satu satu tahun. Jika ditempatkan dalam konteks, jarak terpisahnya lempeng akan menjadi 1,7 km dalam waktu 1 juta tahun.

Meski kecil, ilmuwan menyebut bahwa aktivitas itu menyumbang hal yang signifikan.

"Ini bukan struktur yang bergerak cepat, tetapi masih lebih cepat dibandingkan dengan perpisahan lempeng di planet lainnya," ujar Aurélie Coudurier-Curveur, seorang peneliti senior geosains kelautan di Institut Fisika Bumi Paris, dalam penelitiannya yang dipublikasi di Geophysical Research Letters.

Misalnya, Patahan Laut Mati di Timur Tengah bergerak sekitar dua kali lipat dari laju itu, atau 0,2 inci (0,4 sentimeter) per tahun. Sedangkan, Patahan San Andreas di California bergerak sekitar 10 kali lebih cepat, sekitar 0,7 inci (1,8 cm) per tahun. 

Namun, lempeng India-Australia-Capricorn berada jauh di dalam laut, para peneliti hampir melewatkan apa yang mereka sebut kelahiran batas lempeng yang baru. Petunjuk dari batas lempeng yang baru ini ditandai dengan gempa bumi yang besar di Samudera Hindia.

Pada 11 April 2012, gempa berkekuatan 8,6 dan 8,2 melanda di bawah Samudera Hindia yang dekat Indonesia. Gempa ini terjadi di sepanjang zona subduksi, di mana satu lempeng tektonik bergeser diantara satu dengan yang lain.

Gempa ini juga menjadi petunjuk bahwa ada deformasi terjadi jauh di bawah tanah, di daerah yang dikenal sebagai Cekungan Wharton. Derformasi ini tidak sepenuhnya tak terduga, karena lempeng India-Australia-Capricorn bukan satu kesatuan yang kohesif. 

"Ini seperti puzzle," ujar Coudurier-Curveur. 

"Mereka bukan satu kesatuan. Ada tiga lempeng yang kurang lebih memilki ikatan dan bergeser pada arah yang sama," lanjutnya. 

Pada tahun 2015 dan 2016, peneliti merekam gelombang suara untuk bangkit kembali dari dasar laut dan batuan dasar sedimen menggunakan wahana penelitian. Wahana mampu memetakan cekungan tersebut. 

Coudurier-Curveur dan rekan-rekannya melihat pada dua set data tersebut, dan mereka menemukan bukti terjadinya pull-aparts, yang merupakan depresi yang terbentuk pada kesalahan strike-slip. Salah satu yang terkenal adalah sesar San Andreas.

Tim juga menemukan 62 cekungan pull-aparts ini di sepanjang zona rekahan yang dipetakan, yang membentang dalam jarak 350 kilometer (mungkin lebih). Beberapa cekungan ini juga memiliki ukuran yang luas, 1,8 mil (3 km) dan 5 mil (8 km).  Namun sebenarnya, cekungan ini telah terbentuk dari jutaan tahun sebelumnya, yaitu sekitar 2,3 juta tahun sebelumnya.

Namun itu masih belum sepenuhnya menjadi sebuah lempeng batasan, seperti yang dijelaskan oleh William Hawley, seismolog di Lamont-Doherty Earth Observatory di Universitas Columbia di New York, namun itu adalah sebuah tanda bila Bumi mengalami deformasi.

Simak video pilihan berikut:

Terjadi Karena Perubahan Alam, Namun Bukan Gempa Bumi

Hujan Magma Panas.
Hujan Magma Panas. (Source: NASA)

Coudurier-Curveur mencatat bahwa zona fraktur, kelemahan dalam kerak samudera, tidak disebabkan oleh gempa bumi. Hal ini biasa terjadi secara alami. Selain itu, karena bagian lempeng India-Australia-Capricorn juga bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda, maka zona patah ini, yang dulunya hanya celah pasif, menjadi satu batas yang baru untuk lempeng itu terbelah menjadi dua.

Namun, perpisahan dari lempeng India-Australia-Capricorn ini tidak akan mengakibatkan gempa bumi yang besar selama setidaknya 20,000 tahun kedepan. Tak hanya itu, butuh waktu jutaan tahun untuk lempeng India-Australia-Capricorn benar-benar terpisah.

"Sebenarnya sudah lama bahwa zona kelemahan diprediksi dapat menjadi kelahiran batas lempeng yang baru, seperti zona subduksi atau batas patahan," ujar Oliver Jagoutz,seorang profesor geologi di Massachusetts Institute of Technology. 

"Lempeng-lempeng Bumi terus terbentuk dan hancur di Bumi," ujar Jagoutz dalam sebuah surel online.

Dirinya juga menuliskan bahwa studi terperinci seperti ini merupakan studi yang dapat membuat manusia memahami tentang teka-teki lempeng yang membentuk lapisan padat terluar Bumi terbentuk dan berubah atau berevolusi.

 

Reporter: Yohana Belinda

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya