11 Jam Berunding, India dan China Sepakat Redakan Ketegangan Pasca-Konflik di Himalaya

Pasukan India dan China saling berhadapan di tiga titik strategis di timur Ladakh, gurun es di sepanjang perbatasan yang disengketakan.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 24 Jun 2020, 10:14 WIB
Diterbitkan 24 Jun 2020, 08:04 WIB
Perdana Menteri India Narendra Modi dan Presiden China Xi Jinping memimpin dua negara yang sama-sama memiliki senjata nuklir. (AP/Manish Swarup)
Perdana Menteri India Narendra Modi dan Presiden China Xi Jinping memimpin dua negara yang sama-sama memiliki senjata nuklir. (AP/Manish Swarup)

Liputan6.com, Jakarta - India dan China telah sepakat untuk meredakan ketegangan di sepanjang perbatasan Himalaya yang disengketakan, setelah terjadi bentrokan terburuk mereka dalam 50 tahun terakhir yang menewaskan 20 tentara India.

Dikutip dari laman VOA News, Rabu (24/6/2020) para pejabat militer India mengatakan pada Selasa "ada kesepakatan bersama untuk melepaskan diri" setelah pembicaraan maraton yang diadakan hari sebelumnya antara komandan militer kedua negara selama 11 jam.

Para pejabat mengatakan kepada media lokal bahwa "modalitas untuk manajemen dari semua daerah gesekan di Ladakh timur sedang dibahas dan akan dibawa oleh kedua belah pihak."

Pasukan India dan China saling berhadapan di tiga titik strategis di timur Ladakh, gurun es di sepanjang perbatasan yang disengketakan.

Di Beijing, juru bicara Kementerian Luar Negeri Zhao Lijian mengatakan bahwa kedua belah pihak "sepakat untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk menenangkan situasi."

Zhao mengatakan, kedua belah pihak "memiliki pertukaran pandangan yang jujur ​​dan mendalam tentang manajemen perbatasan dan masalah kontrol, juga setuju untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna menurunkan suhu pada situasi."

Baik China maupun India tidak memberikan perincian tentang bagaimana mereka akan melakukannya, tetapi pernyataan itu adalah sinyal pertama bahwa kedua negara telah membuat beberapa kemajuan dalam menurunkan ketegangan yang telah meningkat selama seminggu terakhir.

Para pengamat di New Delhi menyatakan, perbatasan Himalaya yang disengketakan antara kedua negara akan terus bergejolak, ketika insiden berdarah pada 15 Juni telah melanggar perjanjian yang telah mereka raih selama 25 tahun terakhir untuk menjaga perdamaian.

"Rangkaian langkah-langkah membangun kepercayaan yang diberlakukan sejak tahun 1993 telah runtuh. Itu adalah rezim di mana patroli perbatasan dan komandan militer dapat berinteraksi untuk menjaga perdamaian," kata Manoj Joshi, seorang pakar keamanan di Observer Research Foundation di New Delhi.

"Sekarang semuanya menjadi berantakan. Apa yang terjadi saat Anda bertemu dengan anggota patroli China? "

 

Simak video pilihan berikut:

Tuntutan Pengembalian Status Quo

China mendesak India menarik tentaranya dari kawasan Himalaya yang dipersengketakan sebelum pembicaraan bisa dilakukan mengenai batas kedua negara. (AP)
China mendesak India menarik tentaranya dari kawasan Himalaya yang dipersengketakan sebelum pembicaraan bisa dilakukan mengenai batas kedua negara. (AP)

Menurut perjanjian sebelumnya, patroli perbatasan China dan India, yang sering berdekatan, tidak diizinkan menggunakan senjata api selama konfrontasi.

Sementara insiden terbaru melibatkan pertempuran tangan-ke-tangan, itu lebih brutal daripada yang pernah terjadi di masa lalu yang dimana mereka hanya bertempur dengan batu dan tongkat yang dipenuhi paku.

Kedua negara juga menghadapi tugas besar dalam menyelesaikan perselisihan baru yang telah meletus dalam beberapa pekan terakhir di sepanjang apa yang dikenal sebagai Garis Kontrol Aktual.

Para pejabat India menuntut pemulihan status quo setelah menuduh Beijing memasuki wilayahnya. China di sisi lain telah mengklaim Lembah Galwan di Ladakh timur, di mana bentrokan antara pasukan dari kedua belah pihak terjadi.

Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar, yang mengambil bagian dalam konferensi virtual dengan rekan-rekannya dari Rusia dan China pada hari Selasa, menggarisbawahi agar dapat "menghormati hukum internasional dan mengakui kepentingan sah para mitra."

Jaishankar mengatakan, pertemuan itu "menegaskan kembali keyakinan kami pada prinsip-prinsip hubungan internasional yang telah teruji oleh waktu. Tetapi tantangan hari ini bukan hanya konsep dan norma, tetapi juga praktik."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya