Liputan6.com, New York - Pemerintah Amerika Serikat resmi memberlakukan kembali sanksi terhadap Iran pada 20 September 2020 --sebuah langkah yang telah dipandang sebagai aksi unilateral.
Pemberlakuan sanksi --yang sebelumnya sempat dibatalkan oleh AS pada 2015 untuk membuka jalan terhadap skema kesepakatan kepatuhan nuklir Iran atau JCPOA-- diumumkan langsung oleh Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo.
"AS menerapkan kembali semua sanksi yang dulu sempat dibatalkan PBB terhadap Republik Islam Iran," demikian seperti dikutip dari USA Today, Minggu (20/9/2020).
Advertisement
Sanksi juga diharapkan akan menyasar perusahaan asing --di mana AS sebelumnya telah menuduh Rusia dan China-- yang mungkin mendukung proyek nuklir Iran.
Baca Juga
Iran murka menyikapi pemberlakuan kembali sanksi yang bahkan tidak didukung oleh anggota tetap Dewan Keamaman PBB plus Jerman --para penandatangan kesepakatan JCPOA.
Anggota non-tetap Dewan juga tidak merestui langkah yang dikenal sebagai skema 'snapback'.
AS mengumumkan rencana itu sejak 20 Agustus, di mana dalam kurun sebulan, mereka akan kembali menjatuhkan sanksi terhadap Iran. Washington meminta dukungan Dewan Keamanan, namun bertepuk sebelah tangan
Sejumlah voting dilakukan namun berujung pada penolakan proposal Amerika.
Rusia dan China dengan keras menentang penerapan kembali sanksi terhadap Iran, seperti yang dilakukan anggota Dewan Keamanan lainnya.
Prancis, Jerman, dan sekutu AS lainnya telah mencoba menyelamatkan kesepakatan JCPOA, meskipun AS telah menarik diri dari perjanjian itu pada 2018.
Kritikus mengatakan Trump kehilangan pengaruhnya untuk memperluas perjanjian nuklir ketika dia menarik diri darinya dan Iran ingin melanjutkan dengan kesepakatan asli, bukan yang baru.
Simak video pilihan berikut:
Respons Iran
Dalam sebuah surat kepada Dewan Keamanan PBB dan kepada Sekretaris Jenderal PBB, Iran mendesak Dewan untuk memblokir segala upaya AS untuk memberlakukan kembali sanksi internasional.
"Mengingat bahwa tujuan yang dinyatakan Amerika Serikat adalah untuk sepenuhnya menghancurkan Rencana Aksi Komprehensif Bersama dan untuk tujuan itu, strateginya adalah menciptakan komplikasi hukum melalui penafsiran sewenang-wenang sepihak dan argumen hukum palsu, Republik Islam Iran percaya bahwa Anggota Dewan Keamanan akan, sekali lagi, menolak upaya terus-menerus Amerika Serikat untuk menyalahgunakan proses Dewan Keamanan, sehingga merusak otoritas dan kredibilitas Dewan dan PBB," kata Duta Besar PBB untuk Iran Majid Takht Ravanchi dalam surat itu, dikutip dari CNN.
Dia juga menanggapi berita di Twitter, mengatakan bahwa "negara-negara anggota DK PBB tetap mempertahankan AS BUKAN peserta JCPOA, jadi klaim 'snapback' batal & tidak berlaku."
"AS MASIH melanggar JCPOA dan Resolusi 2231--berenang melawan arus internasional hanya akan membuatnya lebih terisolasi," tweetnya.
Sejak pemerintahan Trump keluar dari JCPOA pada 2018, Iran tetap dalam perjanjian sambil melonggarkan kepatuhannya pada kesepakatan tersebut dengan mempercepat pengayaan uranium. Para pemimpin Iran bersikukuh bahwa mereka hanya tertarik pada bahan nuklir untuk keperluan sipil, sebuah pernyataan yang sejatinya turut menuai pertanyaan tentang komitmen Teheran pada kesepakatan itu.
Advertisement