Liputan6.com, Jenewa - Kepala ilmuwan WHO, Dr. Soumya Swaminathan, memperingatkan agar masyarakat dunia tidak lengah meski ada vaksin COVID-19. Pasalnya, mayoritas populasi belum bisa mendapat vaksinnya, sehingga herd immunity tidak bisa segera datang.
WHO memprediksi herd immunity baru bisa diraih pada akhir 2021. Itu pun belum dalam skala global.
Advertisement
Baca Juga
"Kita mendekati akhir terowongan, kita bisa melihat cahaya di akhir terowongan," ujar Dr. Swaminathan seperti dikutip CNBC, Rabu (23/12/2020).
"Namun, masih ada terowongan yang harus dilalui, dan beberapa bulan ke depan akan sangat kritis," ujarnya.
Terkait vaksinasi, Dr. Swaminathan menyebut butuh waktu berbulan-bulan sampai vaksinnya bisa diterima seluruh populasi. Ia memprediksi herd immunity baru mulai di beberapa negara pada akhir 2021.
"Ini akan mencapai hingga akhir 2021 hingga kita melihat beberapa tingkat imunitas populasi di beberapa negara," ucapnya.
WHO mengartikan herd immunity sebagai situasi ketika setidaknya 60-70 persen dari populasi mencapai imunitas.
Berdasarkan data Johns Hopkins University, infeksi COVID-19 di dunia mencapai 78,1 juta juta kasus. Total kematian yang tercatat ada 1,7 juta, dan pasien sembuh 44 juta.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Vaksin Melawan Mutasi COVID-19 di Inggris
Produsen obat asal Inggris AstraZeneca Plc mengatakan pada Selasa 22 Desember 2020 bahwa vaksin COVID-19 seharusnya efektif melawan varian baru Virus Corona. Pihaknya juga menambahkan bahwa penelitian sedang dilakukan untuk menyelidiki sepenuhnya dampak mutasi.
"AZD1222 (kandidat vaksin AstraZeneca) mengandung materi genetik dari protein lonjakan virus SARS-CoV-2, dan perubahan pada kode genetik yang terlihat pada strain baru virus ini tampaknya tidak mengubah struktur protein lonjakan," kata perwakilan dari AstraZeneca lewat email, seperti melansir laman Channel News Asia.
Para produsen saat ini sedang berjuang untuk menguji vaksin COVID-19 mereka terhadap varian virus baru yang menyebar cepat dan sedang berkecamuk di Inggris. Hal ini pun kemudian menjadi tantangan terbaru yang sangat besar untuk mengekang pandemi.
"Melalui vaksinasi dengan AZD1222, sistem kekebalan tubuh dilatih untuk mengenali berbagai bagian protein lonjakan, sehingga dapat menghilangkan virus jika nanti terpapar," tambah perwakilan AstraZeneca.
Mutasi yang dikenal sebagai garis keturunan B.1.1.7 mungkin hingga 70 persen lebih menular dan lebih mengkhawatirkan bagi anak-anak. Penyebaran virus itu telah menabur kekacauan di Inggris, mendorong gelombang larangan perjalanan yang mengganggu perdagangan dengan Eropa dan mengancam Inggris untuk diisolasi.
Advertisement
Vaksin COVID-19 Buatan AstraZeneca Lebih Murah
Vaksin buatan AstraZeneca-Oxford dianggap penting bagi negara berpenghasilan rendah dan negara beriklim panas karena lebih murah, lebih mudah diangkut, dan dapat disimpan dalam waktu lama pada suhu lemari es normal.
Data dari uji coba tahap akhir AstraZeneca di Inggris dan Brasil yang dirilis awal bulan ini menunjukkan, vaksin tersebut memiliki kemanjuran 62 persen untuk peserta uji coba yang diberi dua dosis penuh, tetapi 90 persen untuk subkelompok yang lebih kecil diberi setengah, kemudian dosis penuh.
Reuters melaporkan pada Selasa malam bahwa India kemungkinan akan menyetujui vaksin AstraZeneca untuk penggunaan darurat minggu depan.
Infografis COVID-19:
Advertisement