Kedubes China Bantah Laporan Media Indonesia Soal Isu Uighur di Xinjiang

Kedutaan Besar China di Indonesia memberikan klarifikasi terhadap laporan yang beredar di Tanah Air terkait isu komunitas Uighur di Xinjiang.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 05 Apr 2021, 11:33 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2021, 11:32 WIB
Bendera China
Ilustrasi Bendera China (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Kedutaan Besar China di Indonesia mengatakan bahwa beberapa media di Tanah Air belakangan ini telah menurunkan pemberitaan yang tidak benar mengenai Xinjiang, dengan mengutip atau merilis laporan dari sebagian media Barat.

Pihak Kedubes China juga menyatakan keprihatinan atas hal ini, dan menyampaikan beberapa pernyataan klarifikasi terhadap informasi yang beredar.

"Xinjiang adalah sebuah daerah otonom Tiongkok, yang sepanjang sejarahnya merupakan tempat di mana beragam etnik, budaya, dan agama selalu hidup berdampingan. Dalam beberapa puluh tahun terakhir, pembangunan ekonomi dan sosial di Xinjiang telah meraih pencapaian luar biasa," kata juru bicara Kedutaan Besar China untuk Indonesia, dalam pernyataan yang dirilis dalam situs resmi Kedubes China pada Senin (5/4/2021).

Pernyataan itu melanjutkan, "Xinjiang juga mengalami perkembangan signifikan di bidang etnik, agama, dan budaya. Namun pada saat bersamaan, Xinjiang juga menderita akibat aktivitas separatisme, ekstremisme, dan terorisme. Hakikat dari isu-isu terkait Xinjiang adalah masalah penanganan terhadap separatisme, terorisme, dan radikalisasi, dan sama sekali bukanlah masalah hak asasi manusia, etnik, atau agama".

Dalam beberapa waktu terakhir, Kedubes China menyebut, sejumlah kecil negara Barat memiliki motif politis untuk memusuhi China, "sehingga menciptakan rumor bohong bahwa China melakukan apa yang disebut "penindasan etnik minoritas", "pembatasan kebebasan beragama", dan lain-lain di Xinjiang.

Pernyataan tersebut juga menyampaikan bahwa rumor yang tidak benar tersebut sama sekali tidak berdasar - mengacu pada isu genosida, pemandulan paksa, dan kerja paksa di Xinjiang.

Kedubes China pun membeberkan bahwa jumlah penduduk etnik Uighur di Xinjiang meningkat dari 5,55 juta menjadi lebih dari 12,7 juta jiwa daalam 40 tahun terakhir.

"Angka harapan hidup rata-rata etnik Uighur juga meningkat dari hanya 30 tahun pada era sebelum 1960-an menjadi 72 tahun saat ini," terangnya.

Selanjutnya, dijelaskan juga bahwa "Dalam beberapa tahun terakhir, tingkat pertumbuhan populasi etnik Uighur mencapai 25,04 persen, lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan populasi seluruh Xinjiang yang sebesar 13,99 persen, dan tentunya jauh lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan populasi etnik Han yang hanya sebesar 2,0 persen".

Saksikan Video Berikut Ini:

Kedubes China: Semua Etnik di Xinjiang Sepenuhnya Dihormati

Suasana Padang Rumput Pegunungan Saat Musim Gugur di Yecheng
Para penggembala menggiring domba mereka di padang rumput pegunungan di Wilayah Yecheng, Daerah Otonom Uighur Xinjiang, China barat laut, pada 8 Oktober 2020. (Xinhua/Hu Huhu)

Kedubes China menyatakan, "Aspirasi dan kebutuhan para tenaga kerja dari semua etnik di Xinjiang sepenuhnya dihormati".

"Mereka bebas memilih sendiri pekerjaan dan lokasi kerja mereka masing-masing. Mereka juga menandatangani kontrak kerja legal dengan pihak perusahaan sesuai prinsip kesetaraan dan kesukarelaan, serta mendapatkan upah yang sepadan," jelas pernyataan dari Kedubes China.

Kedubes China juga mengatakan bahwa sejak tahun 2018, berbagai perusahaan di Xinjiang maupun provinsi-provinsi lainnya di China telah menyerap 151.000 surplus tenaga kerja dengan latar belakang keluarga miskin dari Xinjiang Selatan.

Para pekerja itu dikatakan memperoleh pendapatan rata-rata tahunan sebesar 45.000 yuan (sekitar Rp 99 juta), dan semuanya telah berhasil dientaskan dari kemiskinan.

Selain itu, Xinjiang, yang merupakan tempat produksi kapas berkualitas tinggi, memiliki pemasukan dari sektor pemetikan kapas terbilang cukup besar.

"Tenaga kerja pemetik kapas menandatangani kontrak kerja atas dasar kesetaraan, kesukarelaan, dan kesepakatan," kata pernyataan itu.

Kedubes China juga membeberkan bahwa "Dalam beberapa tahun terakhir, pemetikan kapas di Xinjiang telah memasuki era "Internet Plus" memanfaatkan mekanisasi tingkat tinggi, dengan rasio mekanisasi dalam proses pemetikan kapas telah mencapai 70 persen. Para petani kapas juga bisa memesan jasa pemetikan secara mekanis melalui aplikasi telepon seluler, bahkan tanpa perlu meninggalkan rumah".

Pernyataan Kedubes China melanjutkan, bahwa Xinjiang juga menghormati dan melindungi kebebasan beragama sesuai hukum yang berlaku.

"Umat Muslim dari semua etnik di Xinjiang dijamin kebebasannya menurut keinginan masing-masing dalam menjalankan aktivitas keagamaan secara normal sesuai ajaran agama, peraturan agama, dan adat kebiasaan. Ini termasuk menjalankan ibadah puasa dan merayakan hari raya Islami, baik di masjid maupun di rumah," pungkasnya.

Disampaikan juga bahwa pemerintah daerah setempat aktif mengelola penerbangan charter agar umat Islam dari semua etnik di Xinjiang dapat menjalankan ibadah haji dengan lancar.

"Selain itu, terdapat upaya aktif untuk melindungi bahasa dan budaya dari semua etnik di Xinjiang. Pendidikan dasar dan menengah di Xinjiang diselenggarakan dalam tujuh bahasa, sedangkan bahasa-bahasa etnik minoritas juga digunakan secara luas dalam berbagai urusan publik," 

Diketahui, Alunan melodi muqam, yang merupakan kesenian khas etnik Uighur, telah terdaftar dalam Warisan Budaya Takbenda UNESCO.

"Berbagai kegiatan seni dan kebudayaan tradisional di Xinjiang, termasuk festival panen meshrep etnik Uighur, juga diselenggarakan secara luas dan besar-besaran," tambah pernyataan tersebut.

Kesaksian Pensiunan Polisi Inggris Soal Situasi di Xinjiang

Layanan Pengantaran Barang Saat Covid-19 di Urumqi
Perangkat masyarakat mengantarkan barang kebutuhan sehari-hari di permukiman Xihebaqianjie di Urumqi, Daerah Otonom Uighur Xinjiang, China, 3 Agustus 2020. Mereka mengantarkan barang kebutuhan sehari-hari serta obat-obatan bagi warga di tengah langkah pencegahan COVID-19. (Xinhua/Zhao Ge)

Sejumlah kecil negara Barat disebut "sengaja merekayasa rumor bohong terkait Xinjiang, dengan tujuan untuk menyesatkan masyarakat internasional; menghambat kemajuan China; merusak hubungan persahabatan antara Tiongkok dengan negara-negara Muslim termasuk Indonesia; serta menghambat kemajuan pesat yang dialami China dan negara-negara berkembang lainnya di dunia".

Kedubes China menyebutkan Kolonel Angkatan Darat Lawrence Wilkerson, yang merupakan mantan Kepala Staf Kantor Menteri Luar Negeri AS Colin Powell, pada Agustus 2018 secara terang-terangan menyatakan, "Alasan ketiga kami (AS) menempatkan tentara di Afghanistan adalah karena ada 20 juta orang Uighur di Xinjiang, Tiongkok.

Pernyataan Kedubes China juga menyebut The Greyzone, sebuah situs berita independen dari AS, yang pada Februari 2021 menerbitkan artikel yang mengungkapkan bagaimana berbagai kebohongan tentang Xinjiang itu diciptakan.

"Dalam buku berjudul The End of Uyghur Fake News (Akhir dari Berita Palsu Uighur), Maxime Vivas-penulis dan jurnalis terkemuka dari Prancis yang telah mengunjungi Xinjiang dua kali-menyatakan bahwa berita palsu tentang Xinjiang justru dibuat oleh orang-orang yang sama sekali belum pernah mengunjungi Xinjiang, dan disebarluaskan melalui plagiarisme," katanya.

Selanjutnya, pernyataan tersebut juga menceritakan Jerry Gray, seorang pensiunan polisi Inggris yang telah lima kali bersepeda keliling Xinjiang, mengatakan, "Dibandingkan dengan narasi media Barat, saya lebih memilih untuk percaya pada mata saya sendiri."

"Orang-orang Uighur yang mengklaim telah "mengalami penganiayaan" dalam berbagai program televisi itu sebenarnya adalah separatis "Turkistan Timur" yang anti-China, atau "aktor" yang telah terbukti dimanipulasi oleh kekuatan anti-China di AS atau negara Barat lainnya," sebut pernyataan tersebut.

Lebih dari 100 WNI Terima Undangan China Kunjungi Xinjiang

FOTO: Corona Mereda, Kota Terlarang China Kembali Dibuka
Para pengunjung mengenakan masker saat berjalan di Kota Terlarang, Beijing, China, Jumat (1/5/2020). Kota Terlarang kembali dibuka setelah ditutup lebih dari tiga bulan karena pandemi virus corona COVID-19. (AP Photo/Mark Schiefelbein)

"Sebagai sesama negara berkembang, China dan Indonesia sama-sama memiliki sejarah pahit penjajahan dan penjarahan di bawah kolonialisme. Kedua negara saat ini juga menghadapi tugas yang sama untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat serta mewujudkan pembangunan dan kemakmuran bangsa," kata Kedubes China.

"Kedua negara telah memelihara koordinasi dan kerja sama erat dalam berbagai urusan internasional dan regional, demi memperjuangkan hak berkembang negara-negara berkembang. Tiongkok juga merupakan sahabat yang tulus bagi Indonesia dan Dunia Islam, dengan sejarah panjang pertukaran dan pembelajaran agama antara kedua pihak," lanjutnya.

Dikatakan juga bahwa sejak 2019, lebih dari 100 warga Indonesia dari berbagai kalangan telah menerima undangan China untuk mengunjungi Xinjiang.

"Mereka telah menyaksikan sendiri realitas Xinjiang yang sebenarnya, termasuk kemakmuran ekonomi, stabilitas sosial, persatuan harmonis berbagai etnik, dan kebebasan beragama," terang Kedubes China.

"Tiongkok menyambut lebih banyak sahabat-sahabat Indonesia dari berbagai lapisan masyarakat untuk mengunjungi Xinjiang, untuk menyaksikan sendiri pembangunan dan perubahan yang terjadi di sana," tambah Kedubes China.

Infografis 6 Tips Isolasi Mandiri di Rumah

Infografis 6 Tips Isolasi Mandiri di Rumah. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 6 Tips Isolasi Mandiri di Rumah. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya