Liputan6.com, Jakarta - Beberapa pusat-pusat kota di seluruh dunia tidak siap menghadapi bencana alam akibat gelombang panas yang lebih ganas, yang dipicu oleh perubahan iklim pada musim panas 2021. Pada musim panas kali ini, suhu udara di beberapa negara di Timur Tengah, termasuk Iran, Kuwait, Oman dan Uni Emirat Arab, melampaui 50 derajat Celcius.
Rekor suhu terpanas juga tercatat di Ibu Kota Rusia, Moskow dan Helsinki di Finlandia, pada Juni 2021, seperti dikutip dari VOA Indonesia, Selasa (27/7/2021).
Baca Juga
Beberapa pekan yang lalu, gelombang panas yang memecahkan rekor melanda bagian Pasifik Barat Laut Amerika Serikat dan bagian barat Kanada, yang biasanya beriklim sedang. Suhu di sana mencapai 42 derajat Celcius atau lebih tinggi.
Advertisement
Di negara bagian Oregon dan Washington hampir 200 kematian dilaporkan terkait gelombang panas, dan Layanan Forensik British Columbia mencatat jumlah kematian mendadak lebih dari tiga kali lebih banyak daripada biasanya.
Akibat gelombang panas yang ekstrim, buruh di dapur, gudang, pabrik dan ladang menderita kelelahan. Listrik padam berimbas pada ribuan orang, dan beberapa layanan transportasi umum ditutup karena infrastruktur operasi yang meleleh akibat panas.
"(Serangan panas) berbeda dari bencana ekstrem lainnya karena bergerak lambat, tidak terlihat," kata Jennifer Vanos, yang mempelajari dampak suhu panas yang ekstrem pada kesehatan manusia di Arizona State University.
"Dan ketika itu tidak lazim, ketika itu belum pernah dialami, maka akan menjadi jauh lebih berbahaya," jelasnya.
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kemunculan Risiko Iklim Global
Menurut laporan Panel Antar pemerintah tentang Perubahan Iklim, banyak risiko iklim global yang muncul, seperti tekanan panas, akan terkonsentrasi di daerah perkotaan.
Gelombang panas bisa menghantam keras kota-kota, antara lain karena memburuknya infrastruktur perkotaan dan kegagalan dalam menangani panas yang ekstrem.
Para ahli memperkirakan kematian terkait panas, konsekuensi ekonomi dan kerusakan infrastruktur akan semakin menjadi keprihatinan, dengan lebih dari 50% populasi dunia tinggal di daerah perkotaan yang padat penduduk.
Suhu di kota-kota bisa beberapa derajat lebih panas daripada lingkungan non-perkotaan.
Dampak ini, yang dikenal sebagai daerah panas perkotaan, membuat penduduk kota lebih berisiko selama cuaca panas.
Aspal di trotoar dan atap seng, misalnya, memberikan permukaan gelap yang memantulkan lebih sedikit cahaya dan menyerap lebih banyak panas, jelas Hashem Akbari, yang mempelajari dampak panas daerah-daerah perkotaan, di Universitas Concordia, Montreal
Advertisement