5 Desember 1950: Hadirnya Tentara China Halau Pasukan AS dari Pyongyang Korea Utara

Pada 5 Desember 1950, pasukan China memasuki ibu kota Korea Utara, Pyongyang, memicu semakin terdorongnya pasukan PBB pimpinan AS dari wilayah itu hingga terus kembali ke Korea Selatan.

oleh Hariz Barak diperbarui 05 Des 2021, 06:00 WIB
Diterbitkan 05 Des 2021, 06:00 WIB
Evakuasi Waduk Chosin, Perang Korea (Wikimedia Commons)
Evakuasi Waduk Chosin, Perang Korea (Wikimedia Commons)

Liputan6.com, Pyongyang - Pada 5 Desember 1950, pasukan China memasuki ibu kota Korea Utara, Pyongyang, memicu semakin terdorongnya pasukan PBB pimpinan Amerika Serikat dari wilayah itu hingga terus kembali ke Korea Selatan.

Peristiwa ini menjadi salah satu titik signifikan dalam Perang Korea, awal periode Perang Dingin antara kekuatan 'kiri-komunis' dengan 'barat'.

Tentara Rakyat Korea Utara (NKPA) menginvasi Korea Selatan pada Juni 1950. Pasukan dari PBB dan Republik Korea memimpin serangan balasan pada 15 September.

Pasukan Korea Utara dengan cepat mundur kembali pada garis paralel ke-38 dan Jenderal Douglas MacArthur memerintahkan pasukan untuk mengejar mereka ke Korea Utara.

Pada tanggal 19 Oktober Pyongyang ditangkap dan pada tanggal 24 November, pasukan Korea Utara didorong kembali hampir ke Sungai Yalu yang menandai perbatasan China.

Tetapi dua hari kemudian, ketika Jenderal MacArthur bersiap untuk serangan terakhir, Pasukan Komunis Tiongkok (CCF) bergabung dengan NKPA untuk meluncurkan serangan balik, demikian seperti dikutip dari BBC On This Day, Minggu (5/11/2021).

 

Ribuan Orang Terjebak dalam Pertempuran

Perang Korea 1950 (Sumber: Wikimedia Commons)
Perang Korea 1950 (Sumber: Wikimedia Commons)

Di Pyongyang, CCF harus menyeberang melintasi Sungai Taedong karena insinyur Amerika telah menghancurkan jembatan ke kota yang sepi dan membakar semua persediaan dan peralatan yang mungkin membantu pasukan musuh.

Pertempuran memicu ribuang pengungsi yang terjebak, menunggu untuk dibawa dari utara ke tepi selatan dengan perahu kecil.

Sementara itu di timur laut negara itu, hingga 20.000 Marinir AS dan infanteri Divisi 7 benar-benar dikelilingi oleh pasukan Komunis Korea dan China di selatan waduk Chosin.

Laporan dari markas besar X Corp mengatakan marinir dan tentara mendapat desakan militer dari enam divisi China dan mengalami beberapa kesulitan dalam suhu di bawah nol.

Pesawat Sekutu memasok pasukan yang terperangkap dengan amunisi dan makanan, serta mengevakuasi 1.700 orang yang terluka ke rumah sakit di pantai.

Manuver China dan Korea Utara juga membuat Brigade ke-29 Persemakmuran Inggris, barisan belakang Angkatan Darat Kedelapan, mundur ke posisi lebih jauh ke selatan Pyongyang.

Dan dua kompi dari Resimen Lintas Udara ke-187 AS memerangi pasukan Komunis di dekat Sibyon, 70 mil (112 km) tenggara Pyongyang.

Di Washington, Perdana Menteri Inggris Clement Attlee mengadakan pertemuan dengan Presiden Harry S Truman untuk membahas peristiwa di Korea.

Dan Jenderal Omar Nelson Bradley, jenderal tentara, telah menjelaskan keseriusan situasi kepada Komite Hubungan Luar Negeri Senat.

Presiden Truman mengutuk China karena bergabung dengan pasukan Korea Utara dan mengubah jalannya perang bagi keuntungan negara Korea komunis itu.

 

Dalam Konteks: Perang Korea

Marinir AS dalam perang korea (Sumber: Wikimedia Commons)
Marinir AS dalam perang korea (Sumber: Wikimedia Commons)

Perang Korea menelan korban sekitar dua juta jiwa.

Ini berakhir dengan gencatan senjata pada tanggal 27 Juli 1953 yang membentuk garis demarkasi tetap dengan zona demiliterisasi empat kilometer (2,4 mil).

Gencatan senjata itu hanya pernah dimaksudkan sebagai tindakan sementara tetapi tetap menjadi satu-satunya perlindungan untuk perdamaian di semenanjung Korea.

Pasukan Amerika tetap ditempatkan di zona demiliterisasi di dan sekitar paralel ke-38 yang memisahkan Korea Utara dan Selatan.

Hingga saat ini, baik Korea Utara dan Korea Selatan secara teknis masih berperang, dengan masing-masing menginginkan satu Korea di bawah satu pemerintahan.

Berbagai updaya reunifikasi telah dilakukan, dengan yang terbaru dilakukan oleh administrasi Presiden AS Donald Trump. Namun langkah itu belum membuahkan hasil signifikan hingga pergantian presiden AS ke Joe Biden.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya