Liputan6.com, Suwal Kuchchi - Seorang gadis berusia 15 tahun di India diduga melakukan cara yang aneh untuk membuktikan cintanya kepada pacarnya yang HIV-positif, yaitu menyuntikkan dirinya dengan darah sang kekasih.
Berita tentang pembuktian kasih sayang yang tidak biasa ini mengejutkan tidak hanya keluarga si remaja berusia 15 tahun ini, tetapi juga seluruh bangsa.
Banyak artikel-artikel yang mengangkat kisah viral ini di media sosial selama seminggu terakhir, seperti dikutip dari laman Oddity Central, Selasa (16/8/2022).
Advertisement
Baca Juga
Gadis yang tidak disebutkan namanya itu diduga berasal dari Suwal Kuchchi, sebuah desa di Assam, India.
Dia dan pacarnya telah bersama selama sekitar tiga tahun, setelah awalnya bertemu di Facebook. Si pacar positif HIV, dari Kota Hajo, telah mencoba kawin lari dengan kekasihnya.
Kali ini, alih-alih melarikan diri dengan kekasihnya, gadis berusia 15 tahun itu menemukan cara yang lebih ekstrem untuk membuktikan cintanya padanya.
Dia diduga menggunakan jarum suntik untuk menyuntikkan dirinya dengan darahnya yang terinfeksi HIV, meski mengetahui risiko yang dia hadapi.
Polisi di Hajo telah menahan pacar dari gadis itu dan orang tuanya telah mengajukan pengaduan terhadapnya. Adapun gadis itu, dia saat ini sedang dipantau oleh dokter, tetapi kemungkinan besar dia harus minum obat selama sisa hidupnya untuk mencegah virus HIV menghancurkan sistem kekebalannya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pria 66 Tahun di LA Bakal Jadi Pasien Kelima yang Sembuh HIV Usai Transplantasi Sel Induk
Setelah menerima transplantasi sel induk, seorang pria berusia 66 tahun di Los Angeles, Amerika Serikat, bakal menjadi orang kelima yang sembuh dari HIV, virus penyebab AIDS. Pasien yang tidak ingin disebutkan namanya itu adalah orang tertua yang belum menjalani prosedur dan memasuki remisi jangka panjang dari penyakitnya.
Dikutip dari laman Live Science, Kamis (28/7/2022), pria tersabut mengacu pada pusat medis di Los Angeles di mana dia dirawat--pertama kali didiagnosis dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada 1988, menurut sebuah pernyataan.
"Ketika saya didiagnosis dengan HIV pada tahun 1988, seperti banyak orang lain, saya pikir itu adalah hukuman mati," kata pasien itu.
Setahun sebelumnya, pada Maret 1987, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS menyetujui terapi antiretroviral pertama, atau obat untuk HIV/AIDS yang disebut azidothymidine (AZT), menurut Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular.
Baru pada pertengahan 1990-an terapi kombinasi untuk HIV mulai digunakan. Terapi ini menggabungkan dua hingga tiga obat HIV untuk meningkatkan kemanjuran pengobatan dan membantu mencegah pasien mengembangkan resistensi terhadap obat tersebut.
Terapi kombinasi seperti itu sekarang menjadi standar perawatan untuk pengobatan HIV.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Mengendalikan HIV
Ia menggunakan obat antiretroviral selama lebih dari 31 tahun untuk mengendalikan HIV-nya.
Pada satu titik, kondisi pria itu telah berkembang menjadi AIDS (acquired immunodeficiency syndrome), yang berarti jumlah sel darah putihnya telah turun ke tingkat yang sangat rendah, NBC News melaporkan.
Dia memakai AZT dan beberapa obat HIV awal lainnya, yang diresepkan secara individual, sebelum beralih ke pengobatan antiretroviral kombinasi yang sangat efektif pada 1990-an.
Beberapa dekade kemudian, pada 2018, pasien mengembangkan leukemia myelogenous akut (juga disebut leukemia myeloid akut, atau AML), kanker darah dan sumsum tulang.
Sebagai pengobatan untuk kanker dan HIV, dokter melakukan transplantasi sel induk darah dengan sel dari donor yang membawa mutasi genetik langka.
Mutasi ini, yang disebut homozigot CCR5 delta 32, membuat pembawanya resisten terhadap HIV dengan mengubah jalan masuk yang biasanya dimanfaatkan virus untuk menyerang sel darah putih tubuh.
Berpotensi Sembuh
Setelah transplantasi dilakukan, sel-sel mutan yang resistan terhadap HIV ini terus mengambil alih sistem kekebalannya.
Pada Maret 2021, di bawah pengawasan ketat tim medisnya, pasien berhenti minum obat antiretroviral, dan hingga saat ini, tidak ada tanda-tanda replikasi HIV di tubuhnya.
Tim menggambarkan pasien berada dalam remisi jangka panjang, karena tidak ada jejak virus yang hidup dalam sistemnya selama 17 bulan. Mereka akan terus memantau kondisinya dan mungkin menyatakan dia secara resmi "sembuh" di kemudian hari, jika statusnya tetap tidak berubah, NBC News melaporkan.
Kasus pasien tersebut sangat mirip dengan yang disebut pasien Berlin, orang pertama yang sembuh dari HIV.
Pasien di Berlin, yang kemudian mengungkapkan namanya sebagai Timothy Ray Brown, juga mengembangkan AML dan menerima transplantasi sumsum tulang dari donor dengan mutasi genetik yang resistan terhadap HIV.
Dua pasien lainnya – pasien Düsseldorf dan London – disembuhkan dengan menggunakan prosedur yang sama, menurut NBC News, dan baru-baru ini, seorang wanita sembuh setelah menerima transplantasi sel punca yang menggunakan sel dari darah tali pusat.
Advertisement