Ukraina-Rusia Sepakat Bertukar Tawanan Perang, Ratusan Warga Bebas

Ukraina dan Rusia melakukan pertukaran tawanan perang terbesar mereka sejak dimulainya konflik pada 24 Februari 2022.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 26 Sep 2022, 11:43 WIB
Diterbitkan 26 Sep 2022, 11:26 WIB
Sisa-sisa pertempuran tertinggal di Hari ke 37 Perang Rusia vs Ukraina
Petugas penyelamat Ukraina membawa seorang wanita tua di bawah jembatan yang hancur di Irpin, dekat Kyiv, Ukraina, Jumat, 1 April 2022. Sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022, kini perang yang berkecamuk memasuki hari ke-37. (AP Photo /Efrem Lukatsky)

Liputan6.com, Kiev - Ukraina dan Rusia melakukan pertukaran tawanan perang terbesar mereka sejak dimulainya konflik pada 24 Februari 2022, kata Markas Besar Koordinasi Perlakuan terhadap Tawanan Perang.

Lewat kesepakatan ini, sekitar 215 warga Ukraina, termasuk 124 prajurit kembali ke rumah, kata badan tersebut.

Di antara tawanan perangyang dibebaskan adalah prajurit dari resimen Azov yang berjuang untuk pabrik baja Azovstal Mariupol.

Kemudian ada juga pasukan dari angkatan laut Ukraina, Layanan Keamanan Negara, Layanan Bea Cukai Negara dan badan-badan lainnya.

Selain itu, dua warga sipil dibebaskan di bawah pertukaran, demikian dikutip dari laman Xinhua, Senin (26/9/2022).

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky juga mengatakan bahwa sepuluh warga negara asing dibebaskan dari tahanan Rusia di bawah kesepakatan pertukaran.

Ukraina dan Rusia melakukan pertukaran tahanan pertama mereka pada 24 Maret 2022.

Referendum di 4 Wilayah Ukraina

Sebelumnya, pemungutan suara untuk referendum di wilayah Ukraina yang dikuasai Rusia dimulai pada Jumat (23/9). Momentum ini diperkirakan akan digunakan Rusia untuk membenarkan pencaplokan empat wilayah.

Seorang pejabat Ukraina melaporkan bahwa pemungutan suara ini bersifat wajib, dikutip dari laman Channel News Asia, Jumat (23/9/2022).

"Pemungutan suara telah dimulai dalam referendum di wilayah Zaporizhzhia yang menjadi bagian dari Rusia sebagai entitas konstituen Federasi Rusia," kata Vladimir Rogov, seorang pejabat di pemerintahan setempat yang didukung Rusia di wilayah itu.

Referendum telah secara luas dikutuk oleh Barat sebagai tidak sah dan merupakan awal dari aneksasi ilegal.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Referendum Bersifat Wajib

Aksi Solidaritas untuk Rakyat Ukraina di Depan Kedubes Rusia
Masyarakat dari "Solidaritas untuk Rakyat Ukraina" membawa bendera Rusia dan Ukrainan di depan Kedubes Rusia, Jakarta, Jumat (4/3/2022). Mereka menyerukan kepada Dubes Rusia di Indonesia untuk bersuara menghentikan serangan yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Serhiy Gaidai, gubernur Ukraina di wilayah Luhansk, mengatakan bahwa di kota Bilovodsk yang dikuasai Rusia, kepala satu perusahaan mengatakan kepada karyawan bahwa referendum itu wajib dan mereka yang menolak untuk memilih akan dipecat dan nama mereka akan diberikan kepada dinas keamanan.

Dia mengatakan bahwa di kota Starobilsk, pihak berwenang Rusia melarang penduduk meninggalkan kota sampai Selasa mendatang dan kelompok-kelompok bersenjata telah dikirim untuk menggeledah rumah dan memaksa orang keluar untuk mengambil bagian dalam referendum.

Pemungutan suara di empat wilayah provinsi Luhansk, Donetsk, Kherson dan Zaporizhzhia, yang mewakili sekitar 15 persen wilayah Ukraina, akan berlangsung dari Jumat hingga Selasa.

Pemungutan suara dilakukan setelah Ukraina bulan ini merebut kembali sebagian besar wilayah dalam serangan balasan, tujuh bulan setelah Rusia menginvasi dan melancarkan perang yang telah menewaskan ribuan orang, membuat jutaan orang mengungsi dan merusak ekonomi global.

Referendum telah dibahas selama berbulan-bulan oleh otoritas pro-Moskow tetapi kemenangan Ukraina baru-baru ini mendorong para pejabat untuk menjadwalkannya kembali.

Presiden Rusia Vladimir Putin juga mengumumkan minggu ini rancangan militer untuk merekrut 300.000 tentara untuk berperang di Ukraina, Moskow tampaknya berusaha untuk mendapatkan kembali keunggulan dalam konflik tersebut.

Rusia berpendapat bahwa ini adalah kesempatan bagi orang-orang di kawasan itu untuk mengekspresikan pandangan mereka.


Macron: Besok Putin Mungkin Serang Asia

Presiden Prancis Emmanuel Macron berapi-api di Sidang Umum PBB 2022.
Presiden Prancis Emmanuel Macron berapi-api di Sidang Umum PBB 2022. Dok: UN Web TV

Presiden Prancis Emmanuel Macron berapi-api saat pidato di Sidang Majelis Umum PBB 2022 di New York. Ia pun dan mengingatkan dunia agar tidak cuek terkait Perang Rusia-Ukraina. 

Pasalnya, Presiden Macron khawatir Rusia akan menyerang daerah lain juga setelah negara tetangganya sendiri. 

"Hari ini di Eropa, tetapi mungkin besok di Asia, di Afrika, atau Amerika Latin," ujar Presiden Prancis Emmanuel Macron di Markas PBB, disiarkan situs resmi UN, Kamis (22/9/2022).

Presiden Macron juga berkata bahwa Mahkamah Internasional telah menetapkan invasi Rusia sebagai hal yang ilegal, serta agar Rusia mundur dari Ukraina.

Lebih lanjut, Presiden Macron bahkan menyebut Rusia membangkitkan lagi imperialisme ketika menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022.

"Apa yang kita lihat pada 24 Februari adalah kembali ke imperialisme dan kolonialisme. Prancis menolak hal tersebut dan terus mengupayakan perdamaian" ujar Presiden Prancis. 

Delegasi Rusia tampak tidak berekspresi ketika mendengar pidato Presiden Emmanuel Macron. 

Presiden Macron turut menyorot langkah "referendum" Rusia di wilayah-wilayah Ukraina yang dibombardir dan diduduki.

Sejauh ini, perdamaian Rusia-Ukraina masih belum kunjung tercapai. Ukraina meminta agar Rusia melepas wilayah-wilayah yang diduduki. Presiden Macron lantas berkata siap terus membantu Ukraina secara kemanusiaan dan militer.


Presiden Erdogan: Vladimir Putin Ingin Akhiri Perang di Ukraina

Pertemuan antara Recep Tayyip Erdogan dan Vladimir Putin menghasilkan keputusan untuk mengadakan gencatan senjata di Idib.
Pertemuan antara Recep Tayyip Erdogan dan Vladimir Putin menghasilkan keputusan untuk mengadakan gencatan senjata di Idib. (Presidential Press Service via AP, Pool)

Sebelumnya dilaporkan, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memberikan kabar terbaru dari Presiden Rusia Vladimir Putin. Kedua pemimpin baru-baru ini bertemu di Shanghai Cooperation Organization (SCO) di Samarkand, Uzbekistan.

Pada wawancara bersama PBS, Presiden Erdogan mengakui bahwa situasi terbilang bermasalah. Namun, ia menyebut Presiden Putin ingin mengakhiri perang.

"Di Uzbekistan, saya bertemu dengan Presiden Putin kami berdiskusi panjang dengannya," ujar Presiden Recep Tayyip Erdogan seperti dilansir media pemerintah Rusia, TASS, Selasa (20/9).

"Ia (Presiden Putin) ingin mengakhiri ini secepat mungkin," ucap Presiden Erdogan.

Lebih lanjut, Presiden Erdogan berkata langkah signifikan akan diambil ke depannya.

"Apa yang kita inginkan adalah pertempuran ini berakhir dengan damai," jelas Presiden Erdogan. Saat ini, Presiden Erdogan berada di Amerika Serikat untuk menghadiri Sidang Umum PBB 2022.

Rusia dan Ukraina sama-sama mitra dagang penting bagi Turki. Tak heran jika ekonomi Turki ikut terdampak invasi Rusia. Sejak perang dimulai pada Februari 2022, Presiden Erdogan berkali-kali mendorong adanya negosiasi antara kedua negara. 

Pada Juli 2022, Presiden Erdogan juga membantu memuluskan perjanjian tentang pengiriman gandum Ukraina. Perjanjian itu melibatkan PBB sebagai penengah antara Ukraina dan Rusia. 

Pada September 2022, pasukan Ukraina mulai merebut wilayah-wilayah yang sempat diduduki Rusia, seperti Izyum. Namun, kuburan massal ditemukan di kota tersebut. 

BBC menyebut ada ratusan makam yang ditemukan di Izyum usai kota itu dibebaskan dari cengkeraman Rusia. Kuburan itu tak bernama, namun diberikan salib kayu. Otoritas Ukraina memperkirakan ada 400 jenazah di kuburan massal Izyum.

Infografis Rusia Vs Ukraina, Ini Perbandingan Kekuatan Militer. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Rusia Vs Ukraina, Ini Perbandingan Kekuatan Militer. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya