Liputan6.com, Jakarta - Kasus COVID-19 hari ini di dunia menembus 646.415.951, dengan penambahan 12.666.758 dalam 28 hari terakhir. Demikian menurut data dari COVID-19 Dashboardby the Center for Systems Science and Engineering (CSSE) di Johns Hopkins University (JHU) pada Rabu (7/12/2022).
Sudah 6.644.903 kematian tercatat akibat infeksi COVID-19, dengan penambahan 40.205 kematian dalam 28 hari terakhir. Sementara total vaksin COVID-19 yang sudah disuntikkan mencapai 13.069.102.014 dosis.
Amerika Serikat (AS) terpantau berada di urutan pertama negara dengan total kasus COVID-19 sebanyak 99.081.465. Namun menempati posisi ketiga dengan penambahan kasus COVID-19 terbanyak dalam 28 hari terakhir yakni 1.256.031.
Advertisement
Dalam 10 besar wilayah dan negara dengan penambahan kasus Virus Corona COVID-19 terbanyak 28 hari terakhir, sejumlah di antaranya berasal dari Asia. Berikut ini urutannya:
- Jepang
- Korea Selatan
- AS
- Prancis
- China
- Italia
- Jerman
- Brasil
- Taiwan
- Australia
Kasus Asia
Sementara itu, menurut data dari situs World-o-Meter, kasus COVID-19 di Asia secara total telah menembus 200.495.496.
Sementara itu, didapati India sebagai negara di Asia dengan kasus COVID-19 terbanyak. Berikut ini 10 besar urutannya dengan total infeksinya:
- India 44.674.874
- Korea Selatan 27.483.568
- Jepang 25.405.350
- Turki 17.005.537
- Vietnam 11.518.511
- Taiwan 8.412.200
- Iran 7.559.958
- Indonesia 6.686.181
- Malaysia 5.003.557
- Korea Utara 4.772.813
Dari data tersebut didapati Indonesia berada di posisi ke-8 sebagai negara dengan kasus COVID-19 terbanyak di Asia.
WHO: Lalai Prokes Bisa Munculkan COVID Varian Baru
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus, Jumat (2/12), mengatakan kesenjangan strategi untuk mengatasi COVID-19 pada tahun ini terus menciptakan kondisi yang sempurna untuk memunculkan varian baru yang mematikan. Beberapa bagian China menjadi saksi peningkatan infeksi tersebut.
Dikutip VOA Indonesia, Minggu (4/12/2022), Tedros mengatakan hal tersebut hanya beberapa bulan setelah dia berpendapat dunia tidak pernah berada dalam posisi yang lebih baik untuk mengakhiri pandemi.
"Kami semakin dekat untuk mengatakan bahwa fase darurat pandemi telah berakhir, tetapi kami belum sampai di sana," kata Tedros pada Jumat (2/12).
WHO memperkirakan bahwa sekitar 90 persen populasi dunia sekarang memiliki tingkat kekebalan tertentu terhadap SARS-COV-2, baik karena infeksi atau vaksinasi sebelumnya.
"Kesenjangan dalam pengujian ... dan vaksinasi terus menciptakan kondisi sempurna untuk munculnya varian baru yang dapat menyebabkan kematian yang signifikan," kata Tedros.
Infeksi COVID-19 mencapai rekor tertinggi di China dan mulai meningkat di beberapa bagian Inggris setelah beberapa bulan sempat menurun. Selanjutnya di sini...
Advertisement
Tren Layanan Online Bakal Berlanjut meski Pandemi COVID-19 Surut
Pola konsumsi masyarakat yang kini cenderung memilih layanan daring atau online, disebut akan tetap berlanjut. Seperti diketahui, terjadi akselerasi penyerapan teknologi yang signifikan selama pandemi Covid-19. Hal itu menyebabkan banyak aspek konsumsi mengalami pergeseran.
Managing Director Wavemaker Indonesia, Amir Suherlan mengatakan, transisi menuju era digital memang sudah terjadi sebelum pandemi COVID-19. Di mana sudah banyak tren belanja online melalui e-commerce. Saat pandemi berlangsung, lebih banyak kegiatan yang bisa dilakukan air rumah.
"Shopping dan lifestyle berubah dengan adanya pandemi. Orang-orang lebih sering masak di rumah, berkumpul dengan keluarga di rumah. Perilaku yang lainnya seperti main gim, itu juga bisa dilakukan secara online, hingga olahraga online. Jadi perilaku-perilaku itu sebenarnya memang sebelum pandemi pun sudah mulai mengarah ke sana, tetapi dengan adanya pandemic itu bergerak jauh lebih cepat,’ kata dia dalam acara Money Buzz, Jumat (2/12/2022).
Amir menambahkan, kendati pandemi COVID-19 kian surut dan tengah dalam masa transisi menjadi endemi, kebiasaan untuk mengandalkan layanan online ini akan tetap berlanjut. Sebab menurut dia, peranan perkembangan digital yang menjadi motor penggerak utamanya.
"Saya kira secara umum ini akan lanjut karena memang ini didrive bukan hanya oleh pandemi tapi juga pengaruh dari teknologi. Jadi kebiasaan orang mengandalkan layanan online akan berlanjut,” tandasnya.
Hoaks Jadi Pemicu Lonjakan Kasus COVID-19
Hoaks menjadi salah satu masalah di tengah pandemi Covid-19. Pasalnya, informasi palsu tersebut menjadi penyebab lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi belakangan ini.
Spesialis penyakit dalam dan vaksinolog, dr Dirga Sakti Rambe, MSc, SpPD mengatakan, dari awal pandemi hingga saat ini hoaks seputar Covid-19 masih menjadi pemicu melonjaknya Covid-19.
"Jelas sekali sejak awal pandemi sampai hari ini sangat dipengaruhi hoaks," kata Dirga, dalam Virtual Class Cek Fakta Liputan6.com, Rabu (30/11/2022).
Dirga mengungkapkan, isu yang dijadikan hoaks seputar Covid-19 tersebut bentuknya berbagai macam, mulai dari tentang virusnya hingga tentang vaksin. Kondisi ini membuat masyarakat mudah tersesat pada informasi yang salah sehingga mengakibatkan lonjakan kasus Covid-19.
"Hoaksnya macam-macam, mulai dari tentang virusnya, tentang vaksinnya tentang pengobatannya," ucapnya.
Menurut Dirga hoaks Covid-19 tidak bisa disepelekan sebab bisa menimbulkan akibat yang fatal, seperti sakit yang berat hingga kematian.
Dirga melanjutkan, untuk memerangi hoaks seputar Covid-19 perlu dilakukan dengan membanjiri informasi yang benar kepada masyarakat, baik secarang langsung maupun lewat media sosial.
"Ini bukan main-main, kita menghadapi infodemik selain pandemi, ayo kita saling mengingatkan kelompok yang rentan terkena hoaks. Kita yang muda harus membentengi dari hoaks, dengan membiasakan mendapat informasi dari sumber yang terpercaya," imbuhnya.
Advertisement