Kasus COVID-19 Hari Ini di Dunia Tembus 650 Juta dengan 6,6 Juta Kematian

Kasus COVID-19 hari ini di dunia menembus 650.352.919, dengan penambahan 13.806.538 dalam 28 hari terakhir.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 14 Des 2022, 09:15 WIB
Diterbitkan 14 Des 2022, 09:08 WIB
Situasi Covid-19
Ilustrasi situasi ramai yang terjadi di masa pandemi Covid-19. Credits: pexels.com by zydeaosika

Liputan6.com, Jakarta - Kasus COVID-19 hari ini di dunia menembus 650.352.919, dengan penambahan 13.806.538 dalam 28 hari terakhir. Demikian menurut data dari COVID-19 Dashboardby the Center for Systems Science and Engineering (CSSE) di Johns Hopkins University (JHU) pada Rabu (14/12/2022).

Sudah 6.656.158 kematian tercatat akibat infeksi COVID-19, dengan penambahan 41.604 kematian dalam 28 hari terakhir. Sementara total vaksin COVID-19 yang sudah disuntikkan mencapai 13.100.220.763 dosis.

Amerika Serikat (AS) terpantau berada di urutan pertama negara dengan total kasus COVID-19 sebanyak : 99.526.098. Namun menempati posisi ketiga dengan penambahan kasus COVID-19 terbanyak dalam 28 hari terakhir yakni 1.311.648.

Dalam 10 besar wilayah dan negara dengan penambahan kasus Virus Corona COVID-19 terbanyak 28 hari terakhir, sejumlah di antaranya berasal dari Asia. Berikut ini urutannya:

  1. Jepang
  2. Korea Selatan
  3. AS
  4. Prancis
  5. China
  6. Italia
  7. Brasil
  8. Jerman
  9. Taiwan
  10. Australia

Kasus Asia

Sementara itu, menurut data dari situs World-o-Meter, kasus COVID-19 di Asia secara total telah menembus 202.177.957 dengan total penambahan pada saat berita ini dimuat mencapai 86.928.

Sementara itu, didapati India sebagai negara di Asia dengan kasus COVID-19 terbanyak. Berikut ini 10 besar urutannya dengan total infeksinya:

  1. India 44.676.368
  2. Korea Selatan 27.925.572
  3. Jepang  26.309.153
  4. Turki 17.042.722
  5. Vietnam 11.521.388
  6. Taiwan 8.498.195
  7. Iran 7.560.247
  8. Indonesia 6.702.132
  9. Malaysia 5.012.483
  10. Korea Utara 4.772.813

Dari data tersebut didapati Indonesia berada di posisi ke-8 sebagai negara dengan kasus COVID-19 terbanyak di Asia.

China Tambah RS dan ICU Akibat Lonjakan COVID-19

Pelajar China Kembali ke Rumah di Tengah Kekhawatiran Aturan Perjalanan Terkait COVID
Seorang pekerja ambulans berjalan di dekat petugas medis yang saling mengobrol saat warga menunggu untuk memasuki demam sebuah rumah sakit di Beijing, Selasa (13/12/2022). Beberapa universitas di China mengatakan akan mengizinkan mahasiswanya menyelesaikan semester dari rumah dengan harapan mengurangi potensi wabah COVID-19 yang lebih besar selama kesibukan perjalanan Tahun Baru Imlek di bulan Januari mendatang. (AP Photo/Andy Wong)

Sementara itu, pemerintah Republik Rakyat China menyiapkan lebih banyak fasilitas perawatan intensif untuk menghadapi lonjakan kasus COVID-19. Persiapan ini diambil setelah pemerintah melonggarkan aturan zero-COVID yang kontroversial.

Dilaporkan CNBC, Selasa (13/12/2022), pekan lalu pemerintah China telah mengadakan pertemuan untuk "mobilisasi penuh" kepada rumah sakit, serta meminta agar staf memastikan efektif dalam beroperasional. Pemerintah juga menambah persediaan obat-obatan.

Para pejabat diberi pesan agar memantau kesehatan warga berusia 65 tahun ke atas.

Provinsi Shaanxi telah menyiapkan 22 ribu kasus rumah sakit untuk COVID-19 dan kapasitas perawatan intensif ditambah 20 persen.

Beijing masih terus melaksanakan tes COVID-19. Masih belum jelas berapa pertambahan kasus, namun berbagai wawancara dan netizen menyebut ada penularan di tempat-tempat bisnis dan sekolah. Sejumlah restoran juga harus tutup.

Salah satu lokasi tes virus di Beijing bahkan tutup karena semua pegawainya terinfeksi.

Secara resmi, angka penularan dilaporkan menurun, namun testing sudah tidak mencakup banyak area karena tes wajib dihentikan di berbagai tempat. Perubahan ini menunjukkan China mulai mengikuti Amerika Serikat dan negara-negara lain yang mengakhiri berbagai pembatasan dan mencoba hidup bersama COVID-19.

China Hentikan Aturan COVID-19 pada Pengemudi Truk hingga Awak Kapal

Pelajar China Kembali ke Rumah di Tengah Kekhawatiran Aturan Perjalanan Terkait COVID
Seorang pria yang mengenakan masker gas memberi isyarat kepada fotografer saat dia berjalan di sebuah jalan di Beijing, Selasa (13/12/2022). Beberapa universitas di China mengatakan akan mengizinkan mahasiswanya menyelesaikan semester dari rumah dengan harapan mengurangi potensi wabah COVID-19 yang lebih besar selama kesibukan perjalanan Tahun Baru Imlek di bulan Januari mendatang. (AP Photo/Andy Wong)

Sebelumnya, China pada Sabtu (10/12) mengatakan akan menghentikan aturan tes COVID-19 terhadap para pengemudi truk dan awak kapal yang mengangkut barang-barang di dalam negeri. Langkah itu menghapuskan hambatan utama dari jaringan rantai pasokannya di tengah percepatan pencabutan kebijakan nol-COVID di negara itu.

China pekan ini melakukan perubahan arah secara dramatis untuk membuka kembali perekonomian, dan melonggarkan beberapa bagian penting dari kebijakan COVID-19.

Pergeseran itu disambut oleh publik sekaligus memicu kekhawatiran bahwa infeksi dapat melonjak dan menyebabkan gangguan lebih lanjut.

Kini Beijing mengurangi tes COVID-19 dan memperbolehkan warga yang bergejala ringan atau tak bergejala untuk menjalani karantina di rumah.

Fokus China telah bergeser untuk memastikan persediaan obat-obatan yang memadai dan menopang sistem layanan kesehatan negara, yang menurut para ahli dapat dengan cepat kewalahan.

Tiga tahun setelah virus korona muncul di China tengah, rakyat ingin negara itu mulai menyelaraskan diri dengan seluruh dunia, yang sebagian besar telah membuka diri untuk hidup berdampingan dengan COVID-19.

Setelah protes yang meluas, pihak berwenang mengubah arah, memicu kekhawatiran di negara dengan tingkat vaksinasi yang relatif rendah tersebut.

 

Pakar Penyakit Menular China: COVID-19 Belum Berakhir

China Longgarkan Aturan COVID-19
Seorang wanita yang mengenakan masker memberi isyarat untuk berfoto di Temple of Heaven, Beijing, China, Kamis (8/12/2022). Lockdown - sumber utama kemarahan publik - juga akan dibatasi sekecil mungkin, dan pihak berwenang diwajibkan untuk membebaskan area yang tidak menunjukkan kasus positif COVID-19 setelah lima hari. (AP Photo/Ng Han Guan)

Pakar penyakit menular yang menyerang saluran pernapasan atas ternama di China Prof Zhong Nanshan mengingatkan bahwa pandemi COVID-19 belum berakhir, namun menekankan bahwa patogen varian Omicron sudah sangat berkurang.

"Untuk mengevaluasi situasi yang disebabkan oleh Omicron dengan benar, kami tidak dapat sepenuhnya menggunakan metode yang sama dua tahun lalu," kata Zhong saat berbicara pada konferensi akademik nasional tentang penyakit pernapasan, Kamis (8/12) malam.

"Virus menjadi sangat menular, tetapi patogenisitas telah sangat berkurang," ujar dokter spesialis paru-paru yang menemukan virus SARS pada 2003 itu menambahkan.

Ia menganggap Omicron tidak mengerikan karena 99 persen orang yang terinfeksi bisa sembuh dalam jangka waktu tujuh hingga 10 hari.

Penyebaran gelombang kedua Omicron di China, sambung dia, sangat cepat dan risiko gejala sisanya berkurang signifikan dibandingkan dengan varian Delta.

Menurut dia, masalah pasca-pemulihan sebenarnya dipengaruhi oleh kondisi psikologi sosial yang masih perlu dicermati lebih jauh dari perspektif klinis yang ketat.

"Dan kita harus melihatnya secara objektif," kata Zhong sebagaimana diwartakan chinanews.com, dikutip dari Antara, Sabtu (10/12/2022). 

Infografis Yuk Kurangi Mobilitas Cegah Lonjakan Kasus Covid-19 Saat Periode Nataru. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Yuk Kurangi Mobilitas Cegah Lonjakan Kasus Covid-19 Saat Periode Nataru. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya