Liputan6.com, Jakarta - Setelah Tahun Baru China atau Imlek, masyarakat Tionghoa biasanya akan merayakan Festival Cap Go Meh. Dalam tradisi Hokkien, festival ini dikenal sebagai malam ke-15 dari Tahun Baru Imlek.
Beberapa orang juga mengenalnya sebagai Festival Lampion atau bahkan Hari Valentine China.
Dalam perayaan Cap Go Meh, para anggota keluarga biasanya akan berkumpul bersama dan merayakannya dengan makan bersama.
Advertisement
Masih mirip seperti Imlek, nuansa dekorasinya juga akan diwarnai dengan lampion merah.
Dilansir dari laman Prestige Online, Rabu (1/2/2023), ada banyak legenda yang memiliki versi berbeda soal asal-usul dari festival ini. Salah satu yang paling populer adalah legenda yang mengisahkan Kaisar Giok, yang marah atas kematian burung bangau favoritnya yang dibunuh oleh beberapa penduduk desa.
Untuk menghukum mereka, dia mengirim pasukan untuk membakar desa pada hari kelima belas setelah tahun baru. Namun, putri Kaisar Langit merasa kasihan pada warga desa tersebut dan memperingatkan mereka tentang rencana ayahnya. Karena merasa takut dan cemas, penduduk desa pun merasa kacau karena mereka tidak tahu bagaimana mereka bisa lolos dari rencana Kaisar.
Akhirnya, seorang yang dihormati di desa tersebut menyarankan agar setiap keluarga menggantung lentera merah di sekitar rumah mereka, menyalakan api unggun di jalan, dan menyalakan petasan pada hari ke-14, 15 dan 16 di bulan tersebut. Saran tersebut pun diikuti oleh warga desa.
Pada hari ke-15, di mana pasukan yang diperintahkan Kaisar menuju ke desa-desa tersebut berniat menghancurkannya, mereka melihat bahwa desa tersebut telah terbakar dan kembali ke surga untuk melapor kepada Kaisar Giok.
Lantaran merasa puas, Kaisar Giok pun memutuskan untuk menarik kembali pasukannya. Sejak hari itu, orang-orang merayakan hari kelima belas setiap tahun baru dengan membawa lampion serta menyalakan petasan dan kembang api.
Sejarah Versi Lain
Dalam aliran Taoisme, diyakini bahwa hari kelima belas setelah tahun baru, atau disebut Cap Go Meh ini adalah ulang tahun dewa Tao Tianguan.
Ia merupakan dewa yang bertanggung jawab atas keberuntungan. Tianguan pun merupakan penggemar berat dari semua jenis hiburan, itulah sebabnya para pengikutnya mempersiapkan berbagai jenis aktivitas di mana mereka berdoa untuk keberuntungan.
Versi lainnya dikaitkan dengan Taiyi Shengshui, Dewa Surga.
Keyakinannya adalah bahwa dewa mengendalikan nasib dunia manusia. Dia memiliki enam belas naga yang dapat dia panggil kapan pun dia memutuskan waktu untuk mendatangkan kekeringan, badai, kelaparan, atau wabah penyakit pada manusia.
Advertisement
Makanan Tradisional Cap Go Meh
Salah satu jenis makanan paling tradisional yang disantap Cap Go Meh adalah tangyuan, juga disebut yuanxia di China Utara.
Pangsit berbentuk bola, terbuat dari tepung beras ketan dan diisi dengan isian yang berbeda, seperti gula merah, biji wijen, kacang tanah, kenari, pasta kacang, dan pasta jujube atau kombinasi bahan-bahannya.
Makanan ini memiliki makna keberuntungannya karena bentuknya yang bulat hingga rasanya yang manis, dan pengucapan yang terdengar bagus.
Tak hanya itu, Lontong Cap Go Meh menjadi makanan khas yang hadir sebagai buah dari akulturasi Tionghoa dan Jawa.
Lontong yang digunakan dalam sajian ini dibungkus dengan daun pisang dan bentuknya panjang. Konon, bentuk lontong yang panjang, melambangkan panjang umur.
Sedangkan bagi warga Tionghoa yang menyajikan kuah opor dengan kunyit, warna keemasan kuahnya melambangkan keberuntungan.
Isian dalam sepiring lontong Cap Go Meh sebenarnya tidak berbeda dari sajian lontong pada umumnya. Ada opor ayam, sayur lodeh, sambal goreng ati, telur pindang, acar, bubuk koya, sambal, dan kerupuk.