Sekjen PBB: Naiknya Permukaan Laut Hukuman Mati Warga di Pesisir dan Pulau Kecil

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB) António Guterres memperingatkan bahwa masyarakat dataran rendah dan seluruh negara bisa menghilang di bawah naiknya permukaan laut.

oleh Alycia Catelyn diperbarui 17 Feb 2023, 13:00 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2023, 13:00 WIB
banjir
Ilustrasi: Kawasan Dinar Indah Meteseh Tembalang, Kota Semarang terendam banjir pada Jumat (6/1/2023) sore.

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB) António Guterres memperingatkan tentang ancaman yang ditimbulkan oleh naiknya permukaan laut, bagi ratusan juta orang yang tinggal di daerah pesisir dataran rendah dan negara pulau kecil.

Data baru mengungkapkan bahwa laut telah meningkat pesat sejak tahun 1900, dilansir dari Al Jazeera, Jumat (17/2/2023).

Dalam pidato pada debat pertama Dewan Keamanan PBB tentang implikasi naiknya permukaan laut bagi perdamaian dan keamanan internasional, Guterres mengatakan negara-negara seperti Bangladesh, China, India, dan Belanda terancam. Begitu pula kota-kota besar seperti Bangkok, Buenos Aires, Jakarta, Lagos, London, Los Angeles, Mumbai, Maputo, New York, dan Shanghai.

"Bahayanya sangat akut bagi hampir 900 juta orang yang tinggal di zona pesisir pada ketinggian rendah, itu satu dari 10 orang di Bumi," kata Guterres kepada dewan pada Selasa 14 Februari 2023.

Perubahan iklim memanaskan planet serta mencairkan gletser dan lapisan es. Menurut NASA, ini telah menyebabkan Antartika menumpahkan sekitar 150 miliar ton massa es rata-rata setiap tahun.

Tudung es Greenland menyusut lebih cepat dan kehilangan 270 miliar ton per tahun.

"Lautan global telah menghangat lebih cepat selama abad terakhir daripada kapan pun dalam 11.000 tahun terakhir," ucap Guterres.

"Dunia kita meluncur melewati batas pemanasan 1,5 derajat yang diperlukan untuk masa depan yang layak huni, dan dengan kebijakan saat ini, sedang meluncur menuju 2,8 derajat. Hukuman mati bagi negara-negara yang rentan," imbuhnya.

Sekjen PBB Berikan Contoh Nyata dari Perubahan Iklim

Sekjen PBB, Antonio Guterres.
Sekjen PBB Antonio Guterres. (AP)

Negara-negara berkembang khususnya, harus memiliki sumber daya untuk beradaptasi dengan dunia yang berubah dengan cepat. Negara-negara berkembang ini pun diberikan komitmen keuangan iklim sebesar 100 miliar dolar Amerika Serikat (AS), kata Guterres.

Guterres juga memberikan contoh efek planet yang menghangat dan naiknya permukaan laut pada komunitas dan negara yang membentang dari Pasifik hingga cekungan sungai Himalaya.

Pencairan es di Himalaya telah memperburuk banjir di Pakistan, kata Guterres.

Namun, saat gletser Himalaya menyusut dalam beberapa dekade mendatang, sungai Indus, Gangga, dan Brahmaputra akan menyusut. Ratusan juta orang yang tinggal di lembah sungai Himalaya akan menderita akibat naiknya permukaan laut dan intrusi air asin.

"Kami melihat ancaman serupa di Delta Mekong dan sekitarnya. Konsekuensi dari semua ini tidak terpikirkan. Komunitas dataran rendah dan seluruh negara bisa hilang selamanya," ujar Guterres.

"Kami akan menyaksikan eksodus massal seluruh populasi dalam skala alkitabiah," lanjutnya.

Solusi untuk Cegah Naiknya Permukaan Laut

Jakarta Hujan Deras, Sejumlah Kawasan Kembali Tergenang
Warga sedang berjalan di tengah banjir yang melanda Jalan Bangka, Jakarta, Rabu (4/1/2023). Hujan deras yang terjadi pada Rabu sore membuat Kali Mampang meluap hingga menyebabkan banjir di kawasan tersebut dengan ketinggian bervariasi mulai dari 40 hingga 60 cm. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Dengan naiknya permukaan laut yang menciptakan arena konflik baru karena persaingan untuk mendapatkan sumber air tawar dan tanah semakin intensif, Guterres mengatakan krisis iklim perlu ditangani pada akar penyebabnya.

Hal itu dengan cara mengurangi emisi untuk membatasi pemanasan. Memahami kaitan antara ketidakamanan dan perubahan iklim juga memerlukan pengembangan sistem peringatan dini untuk bencana alam, dan ketentuan hukum dan hak asasi manusia juga diperlukan, terutama untuk menangani pengungsian dan kehilangan wilayah.

"Hak asasi manusia bukan berarti hilang karena rumah mereka hilang," kata Guterres.

Pertemuan Dewan Keamanan mendengarkan pembicara dari sekitar 75 negara yang semuanya menyuarakan keprihatinan tentang dampak naiknya air laut, lapor Associated Press.

Berbicara atas nama Aliansi Negara-negara Pulau Kecil, Duta Besar (Dubes) Samoa untuk PBB Fatumanava-o-Upolu III Pa'olelei Luteru mengatakan bahwa anggota aliansi termasuk yang paling sedikit mengeluarkan gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim.

"Namun, kami menghadapi beberapa konsekuensi paling parah dari naiknya permukaan laut," ucap Lutero.

"Mengharapkan negara pulau kecil menanggung beban kenaikan permukaan laut, tanpa bantuan dari masyarakat internasional akan menjadi puncak ketidakadilan," tambahnya.

 

Sekjen PBB Khawatir Perang yang Meluas dengan Berlanjutnya Konflik Rusia-Ukraina

Perang Ukraina Rusia
Petugas pemadam kebakaran bekerja setelah sebuah pesawat tak berawak menghantam gedung-gedung di Kyiv, Ukraina, Senin (17/10/2022). Pesawat tak berawak menghantam sejumlah gedung ibu kota Ukraina pada Senin pagi ledakan tesebut menggema di seluruh Kyiv dan menimbulkan kepanikan sehingga orang-orang berlarian ke lokasi yang aman. (AP Photo/Roman Hrytsyna)

Tidak hanya perihal naiknya permukaan laut dan perubahan iklim, Sekjen PBB António Guterres juga mengungkap kekhawatirannya akan konflik yang masih berlanjut antara Rusia dan Ukraina.

Guterres memperingatkan bahwa eskalasi lebih lanjut dalam konflik Rusia-Ukraina dapat berarti dunia sedang menuju "perang yang lebih luas".

"Kita telah memulai tahun 2023 dengan menatap ke bawah ke berbagai tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam hidup kita," ucap Guterres kepada para diplomat di New York, Amerika Serikat (AS).

"Kita harus bangun, dan mulai bekerja," ia memohon, sambil membacakan daftar masalah mendesak untuk tahun 2023.

Daftar teratas adalah perang Rusia di Ukraina, yang mendekati peringatan satu tahunnya.

"Prospek perdamaian terus berkurang. Peluang eskalasi lebih lanjut dan pertumpahan darah terus meningkat," katanya.

"Saya khawatir dunia tidak berjalan sambil tidur menuju perang yang lebih luas. Saya khawatir dunia melakukannya dengan mata terbuka lebar," lanjutnya.

Baca selebihnya di sini...  

Infografis Respons dan Bantuan Global untuk Gempa Dahsyat Turki. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Respons dan Bantuan Global untuk Gempa Dahsyat Turki. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya