Liputan6.com, New York - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB) António Guterres memperingatkan bahwa eskalasi lebih lanjut dalam konflik Rusia-Ukraina dapat berarti dunia sedang menuju "perang yang lebih luas".
"Kita telah memulai tahun 2023 dengan menatap ke bawah ke berbagai tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam hidup kita," ucap Guterres kepada para diplomat di New York, Amerika Serikat (AS), dikutip dari The Guardian, Senin (13/2/2023).
Baca Juga
Sekjen Guterres memaparkan prioritasnya untuk tahun ini dalam pidatonya yang suram, di hadapan majelis umum PBB yang berfokus pada invasi Rusia, krisis iklim, dan kemiskinan ekstrem.
Advertisement
Guterres mencatat bahwa para ilmuwan terbaik dan pakar keamanan telah memindahkan Doomsday Clock atau Jam Kiamat menjadi hanya 90 detik hingga tengah malam bulan lalu, yang paling dekat dengan menandakan pemusnahan umat manusia.
Jam Kiamat adalah jam simbolis yang mewakili kemungkinan risiko bencana global buatan manusia.
Guterres mengatakan ia menganggapnya sebagai tanda peringatan.
"Kita harus bangun, dan mulai bekerja," ia memohon, sambil membacakan daftar masalah mendesak untuk tahun 2023.
Daftar teratas adalah perang Rusia di Ukraina, yang mendekati peringatan satu tahunnya.
"Prospek perdamaian terus berkurang. Peluang eskalasi lebih lanjut dan pertumpahan darah terus meningkat," katanya.
"Saya khawatir dunia tidak berjalan sambil tidur menuju perang yang lebih luas. Saya khawatir dunia melakukannya dengan mata terbuka lebar," lanjutnya.
Guterres juga merujuk ancaman lain terhadap perdamaian, mulai dari konflik Israel-Palestina hingga Afghanistan, Myanmar, Sahel, dan Haiti.
"Jika setiap negara memenuhi kewajibannya berdasarkan piagam PBB, hak atas perdamaian akan terjamin," papar Guterres.
Ia kemudian menambahkan ini adalah "waktu untuk mengubah pendekatan kita terhadap perdamaian dengan berkomitmen kembali pada piagam PBB, serta mengutamakan hak asasi manusia dan martabat, dengan pencegahan di hati".
António Guterres Tekankan Perubahan Secepatnya
Secara lebih luas dalam pidatonya, António Guterres mengecam kurangnya "visi strategis" dan "bias" pembuat keputusan politik dan bisnis terhadap jangka pendek.
"Pada polling berikutnya. Manuver politik taktis berikutnya untuk mempertahankan kekuasaan. Namun juga siklus bisnis berikutnya, atau bahkan harga saham hari berikutnya," ucap Guterres.
"Pemikiran jangka pendek ini tidak hanya sangat tidak bertanggung jawab, tetapi juga tidak bermoral," imbuhnya.
Sekjen PBB Guterres terus menekankan perlunya tindakan dengan mempertimbangkan generasi mendatang. Ia juga mengulangi seruannya untuk "transformasi radikal" pada keuangan global.
"Ada yang salah secara fundamental dengan sistem ekonomi dan keuangan kita," kata Guterres, menyalahkannya atas meningkatnya kemiskinan dan kelaparan, meningkatnya kesenjangan antara kaya dan miskin, dan beban utang negara berkembang.
"Tanpa reformasi mendasar, negara dan individu terkaya akan terus menimbun kekayaan, meninggalkan remah-remah bagi masyarakat dan negara-negara belahan dunia selatan," tambahnya.
Guterres tidak lupa mengatakan kepada para diplomat bahwa 2023 juga harus menjadi tahun aksi iklim yang inovatif dan "tidak boleh ada lagi keserakahan tak berdasar dari industri bahan bakar fosil dan pendukungnya", dilansir dari AP.
Advertisement
PBB Sebut Serangan Rusia ke Infrastruktur Vital Ukraina Sengsarakan Jutaan Orang
Konflik Rusia-Ukraina ini telah menjadi perbincangan baik secara global maupun lokal. PBB pun mengutarakan pendapatnya atas dampak yang diberikan oleh konflik perang pada warga sipil tak bersalah.
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM) Volken Turk mengatakan serangan Rusia terhadap infrastruktur penting di Ukraina sejak Oktober 2022 telah menewaskan sedikitnya 77 warga sipil dan menjerumuskan jutaan orang ke dalam kesulitan yang ekstrem.
"Jutaan orang terjerumus ke dalam kesulitan yang ekstrem dan kondisi kehidupan yang mengerikan akibat serangan ini," ucap Turk dalam sebuah pernyataan.
Serangan Rusia yang paling menghancurkan jaringan energi Ukraina telah menyebabkan penduduk di sebagian besar wilayah negara itu hidup tanpa listrik dan pemanas ruangan.
Sejak awal Oktober, Rusia telah meluncurkan rudal kira-kira seminggu sekali dalam upaya untuk menghancurkan jaringan listrik Ukraina.
"Secara keseluruhan, ini menimbulkan masalah serius di bawah hukum humaniter internasional, yang membutuhkan keuntungan militer yang nyata dan langsung untuk setiap objek yang diserang," ujar Turk.
PBB Selidiki Drone Iran yang Dipakai Rusia di Perang Ukraina
PBB juga selama ini aktif membantu sebisa mungkin untuk penyelesaian perang Rusia-Ukraina.
Inggris, Jerman, dan Prancis pernah meminta PBB untuk mengirim tim ke Ukraina guna menyelidiki sisa-sisa pesawat nirawak (drone) dari Rusia, yang diklaim Kiev dan Barat adalah buatan Iran.
"Kami menyambut baik penyelidikan oleh tim Sekretariat PBB yang bertanggung jawab untuk memantau pelaksanaan UNSCR 2231 dan siap mendukung upaya sekretariat dalam melakukan penyelidikan teknis dan tidak memihak," kata duta besar tiga negara Eropa tersebut, dalam surat yang dikirim kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
Juru Bicara PBB Stephane Dujarric mengonfirmasi penerimaan surat itu.
"Kami akan menganalisis informasi apa pun yang disampaikan kepada kami oleh negara-negara anggota," katanya.
Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Dmitry Polyanskiy mengatakan sebelumnya bahwa Moskow akan menilai kembali kerjasamanya dengan Sekjen PBB apabila PBB mengirim para ahli ke Ukraina untuk memeriksa drone yang ditemukan dan diduga buatan Iran.
Ukraina menuduh Iran dan Rusia melanggar sanksi PBB karena Moskow menerima kiriman drone "kamikaze" buatan Iran, yang menyebabkan serangan mematikan di Ibu Kota Kiev.
Advertisement