Liputan6.com, Kyiv - Pasukan Rusia dan Ukraina bertempur di jalan-jalan Bakhmut, tetapi Rusia tidak menguasai kota itu. Hal tersebut ditegaskan oleh Wakil Wali Kota Bakhmut Oleksandr Marchenko.
Marchenko mengungkapkan bahwa 4.000 warga sipil tinggal di tempat penampungan tanpa akses ke gas, listrik atau air.
"Tidak ada satu bangunan pun yang tidak tersentuh (serangan) dan kota itu hampir hancur," ujar Marchenko seperti dilansir BBC, Sabtu (4/3/2023).
Advertisement
Pertempuran hebat melanda Bakhmut selama berbulan-bulan saat Rusia mencoba mengambil alih kota itu.
Merebut Bakhmut dinilai akan menjadi kemenangan penting bagi Rusia. Namun, terlepas dari itu, nilai strategis Bakhmut juga dipertanyakan.
Beberapa ahli mengatakan, setiap kemenangan Rusia bisa menjadi pyrrhic, yang artinya, tidak sebanding dengan biayanya.
Ribuan pasukan Rusia dilaporkan tewas saat mencoba merebut Bakhmut, yang memiliki populasi sekitar 75.000 sebelum perang. Komandan Ukraina memperkirakan bahwa Rusia telah kehilangan tentara tujuh kali lebih banyak dari yang mereka miliki.
Sekarang, setelah penembakan sengit, pasukan Rusia dan kelompok tentara bayaran Wagner disebut telah mengepung sebagian besar Bakhmut.
Taktik Bumi Hangus
Pada Sabtu, intelijen militer Inggris mengatakan, kemajuan Rusia di pinggiran utara telah membuat bagian Bakhmut yang dikuasai Ukraina rentan terhadap serangan Rusia di tiga sisi.
Marchenko menuduh Rusia tidak memiliki tujuan untuk menyelamatkan kota dan ingin melakukan genosida terhadap rakyat Ukraina.
"Saat ini tidak ada komunikasi di kota sehingga kota terputus, jembatan hancur dan taktik yang digunakan Rusia adalah taktik bumi hangus," kata Marchenko.
Institute for the Study of War melaporkan, tentara Ukraina telah meledakkan jembatan di Bakhmut, yang mungkin menunjukkan bahwa mereka berusaha untuk menghambat gerakan Rusia.
Advertisement
Situasi Semakin Sulit
Pada awal pekan ini, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengakui bahwa situasi di Bakhmut menjadi semakin sulit.
Komandan pasukan darat Ukraina, Kolonel Oleksandr Syrskyi, dilaporkan mengunjungi Bakhmut pada Jumat (3/3) untuk bertemu dengan para komandan lokal.
"Saya percaya kita seharusnya tidak memberikan satu inci pun tanah kita kepada musuh," kata Marchenko. "Kita harus melindungi tanah kita, kita harus melindungi rakyat kita dan kita harus melindungi bisnis yang ada di tanah ini."
"Dan alasan mengapa kita tidak boleh memberikannya kepada mereka adalah karena akan sangat sulit untuk merebutnya kembali, untuk mendapatkan kembali kendali setelah Rusia merebutnya."
Marchenko menambahkan, "Mereka ingin menghancurkan Bakhmut, mereka ingin menghancurkan kota seperti yang mereka lakukan terhadap Mariupol dan Popasna."
Mariupol dan Popasna yang berada di timur Ukraina sekarang berada di bawah kendali Rusia.
Militer Rusia mengepung kota pelabuhan Mariupol pada awal invasi dan mengambil kendali setelah tiga bulan pengeboman artileri yang menewaskan ribuan orang.
Presiden Zelensky pada Jumat menekankan bahwa artileri dan peluru diperlukan untuk "menghentikan Rusia".