Liputan6.com, London - Ibu kota London di Inggris memeriahkan perayaan Ramadhan pertama kalinya dengan hiasan lampu-lampu nan gemerlap.
Dalam perayaan pertama Ramadhan meriah itu, Wali Kota London Sadiq Khan memasang ornamen-ornamen lampu berbentuk bulan dan bintang di Piccadilly Circus yang menerangi ibu kota selama Ramadhan 2023.
Baca Juga
Ini adalah pertama kalinya sebuah kota di Eropa menampilkan pertunjukan seperti itu untuk festival Ramadhan dan pemasangannya mencakup 30.000 sustainable lights (lampu dengan penggunaan energi rendah). Demikian seperti dilansir dari Mirror, Sabtu (25/3/2023).
Advertisement
Itu semua dilakukan untuk menandai bulan suci Ramadhan di London, kota berpenduduk 1,3 juta Muslim, dan untuk seluruh negeri.
Festival tersebut diselenggarakan dengan menggandeng Heart of London Business Alliance, yang menampilkan kata-kata "Happy Ramadan" karya Aisha Desai dari Ramadan Lights UK, yang terinspirasi oleh kesukaannya pada lampu Natal dan memulai proyek tersebut tiga tahun lalu.
"Aku hanya memiliki ambisi untuk melakukannya seperti lampu Natal," kata Desai.
"Aku ingat akan melihat lampu Natal bersama saudara perempuanku ketika tumbuh dewasa dan memiliki kesempatan untuk tinggal di Timur Tengah, aku ingin membawa kegembiraan dan keajaiban itu ke London, kota asalku."
Desai juga mendeskripsikan bahwa dirinya "kewalahan" oleh tanggapan yang luar biasa dengan festival Ramadhan pertama di London.
"Aku ingin meningkatkan kesadaran itu juga untuk memberi tahu tetangga kami bahwa ini adalah bulan yang sangat penting bagi kami, ini adalah bulan favorit saya dalam setahun dan saya bersyukur bahwa kami ada di sini hari ini," tambahnya.
"Sebagai seorang anak, perjalanan ke pusat kota London untuk melihat lampu-lampu meriah adalah suguhan tahunan. Adikku dan aku akan berbaring di belakang mobil melihat lampu melalui sunroof. Itu ajaib".
Lampu-lampu di festival itu bertuliskan "Happy Ramadan" ditemani dengan bentuk bulan dan bintang berkilauan yang serasi. Konsep itu menggambarkan fase bulan sepanjang Ramadhan.
Ramadhan merupakan bulan kesembilan dalam kalender Islam, umat Islam pun tidak makan atau minum di siang hari selama berpuasa.
Aturan Wajib Selama Ramadhan di Uni Emirat Arab
Bicara soal Ramadhan di London, masyarakat Uni Emirat Arab (UEA) sebagai salah satu negara mayoritas Muslim, juga menyambut bulan suci Ramadhan.Â
Namun rupanya, ada sejumlah aturan yang diterapkan di UEA selama Ramadhan. Salah satu yang unik adalah larangan untuk menolak ajakan buka bersama.
Dilansir dari Khaleej Times, Rabu (22/3/2023), salah satu aturan yang diterapkan di UEA selama Ramadhan adalah dilarang makan, minum, atau mengunyah permen karet di tempat umum.
Menurut hukum UEA, tidak hanya makan dan minum yang dilarang dilakukan di tempat umum selama puasa, melainkan termasuk mengunyah permen karet.Â
Namun, aturan tersebut tidak berlaku untuk setiap bangunan dalam ruangan. Bahkan, banyak mal dan restoran di yang tetap buka selama bulan suci untuk melayani umat non-Muslim, anak-anak, ibu hamil, dan lansia.
Perlu diketahui juga bahwa pembatasan dalam menyajikan makanan dan minuman ini tidak berlaku di Dubai, asalkan dilakukan di dalam ruangan atau di tempat yang ditentukan. Maka dari itu, mereka yang tidak berpuasa masih boleh makan dan minum di area ini.
Peraturan selanjutnya yakni dilarang memutar musik keras-keras. Warga diminta untuk tidak memutar musik keras di mobil atau di rumah mereka agar tidak mengganggu umat Islam yang mungkin sedang salat atau mengaji pada saat itu.
Memutar musik keras saat berada di mal juga dilarang.
Advertisement
Palestina dan Israel Bertemu di Mesir dalam Upaya Menurunkan Tensi Jelang Ramadhan
Ramadhan adalah bulan suci umat Islam yang dirayakan dengan cara melaksanakan puasa selama satu bulan penuh.
Baru-baru ini, pejabat Israel dan Otoritas Palestina (PA) bertemu di Mesir dalam upaya untuk meredakan ketegangan antara kedua belah pihak dan mengendalikan kekerasan menjelang bulan suci Ramadhan.
Pertemuan satu hari, yang juga dihadiri oleh pejabat Mesir, Amerika Serikat (AS), dan Yordania, berlangsung pada Minggu (19/3/2023) di kota peristirahatan Sharm el-Sheikh.
Situasi di lapangan sendiri saat ini tengah tegang menyusul seiringnya penggerebekan dan pembunuhan terhadap warga Palestina oleh tentara Israel di bawah pemerintahan berhaluan kanan ekstrem pimpinan Benjamin Netanyahu yang dilantik akhir tahun lalu.
Pernyataan Kementerian Luar Negeri Mesir menyebutkan bahwa pembicaraan di Sharm el-Sheikh bertujuan untuk mendukung dialog antara Palestina dan Israel demi menghentikan tindakan dan eskalasi sepihak serta memutus siklus kekerasan yang ada dan mencapai ketenangan.
"Ini dapat memfasilitasi terciptanya iklim yang cocok untuk dimulainya kembali proses perdamaian," sebut pernyataan Kementerian Luar Negeri Mesir seperti dilansir Al Jazeera.
Pada Sabtu (18/3/2023), pejabat PA Hussein al-Sheikh mengatakan, "Delegasi Palestina berpartisipasi untuk membela hak-hak rakyat Palestina atas kebebasan dan kemerdekaan dan meminta diakhirinya agresi Israel yang terus menerus terhadap kami serta untuk hentikan semua tindakan dan kebijakan yang melanggar darah, tanah, harta benda, dan kesucian kami."
Israel Lempar Gas Air Mata ke RS Palestina Jelang Ramadhan 2023
Sayangnya, pada Rabu (22/3/2023, pasukan Israel dilaporkan menembakkan gas air mata ke sebuah rumah sakit di Ramallah. Sejumlah pasian dilaporkan terdampak.
Dilaporkan Arab News, gas air mata itu juga berdampak ke sejumlah anak baru lahir di inkubator dan personel medis. Ada juga pasien-pasien yang mengeluhkan sakit dada akut.
Menteri Kesehatan Palestina Mai Al-Kaila meminta agar kelompok HAM dan Komite Internasional HAM untuk bergerak melawan serangan Israel ke pusat-pusat kesehatan, termasuk pasien dan personel ambulans.
"Sejak awal tahun ini, lusinyan kasus serangan langsung pada pusat-pusat perawatan di berbagai governorat telah didokumentasikan," ujar Menkes Palestina.
Ambulans disebut juga kena menjadi target, sehingga kesulitan menjangkau orang-orang yang terluka.
Seorang ibu dari anak kecil yang sedang sakit mengaku tidak bisa tidur karena tindakan Israel.
"Kami tidak tidur semalaman karena besarnya gas beracun yang disembak pasukan penjajah menuju rumah sakit. Putra saya masih menderita karena efek-efeknya. Baunya masih ada di bilik-bilik pasien, mengganggu kinerja para perawat," ujar perempuan tersebut.
Advertisement