Liputan6.com, Chichen Itza - Para arkeolog di Meksiko telah menemukan sebuah batu berukir dengan pola rumit yang mereka yakini digunakan sebagai papan skor untuk pelota, permainan bola yang dimainkan suku Maya ratusan tahun lalu.
Batu melingkar itu ditemukan di situs arkeologi Chichen Itza dan diperkirakan berusia sekitar 1.200 tahun. Pada batu tersebut di bagian tengahnya ada dua pemain dengan tutup kepala rumit yang dikelilingi oleh tulisan hieroglif.
Baca Juga
Mengutip dari bbc.com, Senin (17/4/2023), para ahli kemudian berupaya menganalisis tulisan itu untuk mengurai makna daram tulisan tersebut.
Advertisement
Batu seberat 40 kg itu, ditemukan oleh arkeolog Lizbeth Beatriz Mendicut Perez di kompleks arsitektonis yang dikenal sebagai Casa Colorada (Rumah Merah).
Casa Colorada adalah bangunan yang paling terpelihara di sekitar alun-alun utama di kota pra-Columbus Chichen Itza. Para ahli juga meyakini batu itu akan menghiasi gapura di pintu masuk kompleks selama akhir tahun 800-an atau awal 900-an.
Batu itu ditemukan tertelungkup setengah meter di bawah tanah, di mana diperkirakan telah jatuh ketika gapura runtuh.
Institut Antropologi dan Sejarah Nasional Meksiko atau Mexico's National Institute of Anthropology and History (INAH) mengatakan batu seberat 40 kg merupakan penemuan yang berharga dan tidak biasa.
"Jarang sekali menemukan tulisan hieroglif di situs Maya ini, dan bahkan lebih jarang menemukan teks lengkap. Ini belum pernah terjadi selama 11 tahun terakhir," jelas arkeolog Francisco Perez Ruiz.
Sebuah tim ahli ikonografi, yang dipimpin oleh Santiago Sobrino Fernandez, telah mengidentifikasi dua tokoh sentral sebagai pemain pelota, salah satunya mengenakan penutup kepala bulu dan yang lainnya - diduga lawannya - memakai apa yang dikenal sebagai 'ikat kepala ular'.
Pria dengan ular melata di sekitar kepalanya itu juga tampak mengenakan alat pelindung diri khas pemain pelota.
Pelota adalah permainan tim yang dimainkan dengan bola berat yang terbuat dari karet di lapangan bola. Diperkirakan berusia 3.000 tahun dan dimainkan di seluruh Mesoamerika.
Penemuan Pot Tanah Liat 800 Tahun yang Mengubah Sejarah
Sementara itu, para arkeolog di Nation First Menominee Reservation, Wisconsin telah membuat penemuan kecil yang menakjubkan. Siapa sangka, penemuan pot tanah liat kecil yang diklaim berusia 800 tahun ternyata mengubah sejarah.
Melansir dari Ancientcode, menurut para ahli, kemungkinan orang zaman dahulu mengubur pot tersebut dengan satu tujuan dan kemudian terlupakan. Lalu, apakah isinya?
Ketika ahli secara hati-hati membukan pot titu, mereka menemukan benih yang diawetkan oleh alam. Pot tanah liat tersebut ternyata berisi biji jenis labu kuno yang telah punah: Gete Okosomin atau Cool Old Squash.
Mereka pun mencoba menanam bibit tersebut. Hasilnya, sejarah berubah. Tanaman yang telah punah tumbuh kembali di Bumi.
Mungkin bagi kebanyakan orang, penemuan tersebut tidak terlalu menarik. Terlebih mengingat yang ditemukan hanya biji tanaman.
Akan tetapi, bagi para arkeolog, penemuan tersebut merupakan bukti bahwa masyarakat kuno memikirkan nasib penerus mereka dengan mengawetkan makanan untuk generasi mendatang. Orang zaman dahulu seolah paham betapa pentingnya pelestarian, satu hal yang tidak ditemukan pada sebagian besar penduduk bumi saat ini.
Advertisement
Penemuan Fosil Dmanisi di Georgia yang Ubah Sejarah Manusia Purba
Selain itu, di Georgia pada 1983, sejumlah arkeolog menemukan fosil hewan di bawah lantai sebuah rumah yang berlokasi di kota Dmanisi, 85 Km di barat daya Tbilisi. Setelah diteliti, fosil tersebut ternyata merupakan milik badak zaman pleistosen awal. Setahun kemudian, sebuah alat dari batu ditemukan.
Dilansir dari website dmanisi.ge, tujuh tahun setelah dilakukan ekskavasi awal, yakni pada 1991, tim internasional menemukan rahang bawah yang merupakan milik hominin -- anggota suku Homonini, termasuk manusia dan beberapa spesies punah -- yang berusia 1,7 juta tahun.
Penemuan fosil yang dinamai D211 itu, memicu perdebatan di antara arkeolog soal manusia pertama yang keluar dari Afrika. Selama ini, para ilmuwan meyakini bawa, homo -- istilah Latin yang berarti manusia -- tak meninggalkan Afrika hingga 1 juta tahun lalu.
Namun, penemuan fosil Homo di Dmanisi membantah gagasan tersebut. Pasalnya, rahang bawah hominin tersebut telah berusia 1,7 tahun.Â