Liputan6.com, Roma - Paus Fransiskus memberikan pesan ke media massa mengenai bahaya dari berita tidak benar, yakni disinformasi. Pontifex berkata jurnalis juga bisa melakukan kesalahan berupa disinformasi.
Masalah disinformasi itu disebut menjadi dosa yang pertama dari dunia jurnalisme.
Baca Juga
Pesan itu diberikan Paus Fransiskus ke para jurnalis Italia pada sebuah acara penghargaan jurnalistik pada Sabtu (26/8). Ia membeberkan empat dosa bagi para jurnalis, dan nomor satu adalah disinformasi.
Advertisement
"Disinformasi, ketika jurnalisme tidak memberikan informasi atau menginformasi dengan tidak baik," ujar Paus Fransiskus seperti dikutip situs Vatican News, Minggu (27/8/2023).
Dosa lain yang disebut Paus Fransiskus adalah fitnah (slander), pencemaran nama baik (defamation), dan mencari-car skandal.
Paus Fransiskus berkata defamation berbeda dari slander, sebab defamation bertujuan menghancurkan.
"Dan yang keempat adalah koprofilia, yakni cinta terhadap skandal yang kotor, skandal yang menjual," ujar Paus Fransiskus.
Logika Damai
Solusi yang ditawarkan oleh Paus Fransiskus adalah agar terciptanya budaya untuk melawan pesan-pesan negatif tersebut, budaya dialog, budaya saling mendengarkan.
Lebih lanjut, Paus Fransiskus menjelaskan bahwa komunikasi yang benar adalah berdasarkan fakta dari kedua belah pihak.
Ia juga mewaspadai adanya "manipulasi" dar pihak-pihak yang ingin "menyetir opini publik" dengan menggunakan berita-berita palsu.
Di tengah invasi Rusia ke Ukraina, Paus Fransiskus meminta agar masyarakat tak dipengaruhi "bahasa kebencian". Ia percaya terhadap logika damai, dialog, dan diplomasi.
"Harapan saya adalah ada ruang untuk suara-suara perdamaian, bagi mereka yang berusaha mengakhiri hal ini serta konflik-konflik lainnya," tegas Paus Fransiskus.
Koalisi Cek Fakta Mulai Petakan Data Hoaks Jelang Pemilu 2024
Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) bersama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) yang tergabung dalam koalisi Cek Fakta menggelar kick off diskusi bulanan untuk memetakan data hoaks jelang Pemilu 2024.
Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan data atau informasi terbaru mengenai kondisi dan situasi hoaks atau informasi palsu yang muncul baik di media online maupun platform media sosial. Sekretaris Jenderal AMSI, Maryadi mendukung kegiatan koalisi Cek Fakta yang sudah terbangun sejak 2018.
"Diskusi bulanan menjelang Pemilu 2024 melalui sosial media monitoring dapat mengantisipasi penyebaran hoaks, sekaligus sebagai inventarisir bank data hoaks. Kegiatan baik ini harus didukung," kata Maryadi di Hotel El Royale, Bandung, Jumat 25 Agustus 2023.
Kick off diskusi bulanan Cek Fakta dibuka anggota Dewan Pers, Sapto Anggoro. Sapto melihat bahwa hoaks akan terus meningkat bersamaan dengan tahun politik. Ia berharap, diskusi bulanan yang diselenggarakan AMSI dapat mengidentifikasi hoaks lebih awal.
"Diskusi ini penting untuk dilakukan secara reguler karena kondisi atau informasi palsu akan selalu berubah setiap saat. Koalisi Cek Fakta dapat menjadi garda depan untuk mencegah hoaks. Dewan Pers sangat mengapresiasi," katanya.
Dipandu oleh Trainer Cek Fakta, Anastasya Andriarti, diskusi dimulai dengan laporan pemantauan media sosial hoaks dengan memakai mesin artificial intelligence milik Binokular. Ini merupakan alat yang digunakan koalisi Cek Fakta untuk sosial media monitoring menjelang Pemilu 2024.
Advertisement
Serangan Personal
Project Manager Social Index Binokular, Danu Setio Wihananto memberikan gambaran bahwa hoaks politik mayoritas mengarah pada serangan personal atau identitas para tokoh seperti capres atau cawapres.
"Hoaks seputar politik dominan mengarah pada penyerangan atas personal capres, cawapres," kata Danu.
Menurut ahli hukum pers, Yosep Adi Prasetyo, hoaks itu erat dengan bisnis dan acapkali diproduksi untuk motif ekonomi. Hoaks terbanyak menurut Yosep adalah hoaks tentang kesehatan.
"Waktu pandemi, banyak sekali hoaks diproduksi. Contohnya kalau mau sehat minum minyak kayu putih. Kalau mau aman dari covid berjemur. Jelas itu tidak akan menyembuhkan. Itu hoaks," ujar Yosep.
Sekarang menurut Yosep, banyak hoaks mencatut nama dokter Terawan. Ada soal penemuan obat kuat, obat jantung, obat gula darah, dan lain-lain. Celakanya masyarakat kita yang suka menolong, memudahkan hoaks mudah tersebar, karena didorong motif ingin berbagi informasi tanpa tahu bahwa itu adalah hoaks.
Dengan begitu, menurut mantan Ketua Dewan Pers ini, tantangan terbesar dari penyebaran hoaks adalah literasi menggunakan media sosial dan sumber informasi.
"Kerja cekfakta saat ini belum menyentuh dark social yang ada di grup-grup aplikasi percakapan dan media sosial. Koalisi perlu mendesak tanggung jawab platform misalnya agar setiap grup percakapan WA baru bisa dibentuk jika ada moderatornya. Perlu menyusun panduan percakapan," katanya.
Monitoring Data Hoaks
Koordinator koalisi cekfakta, Adi Marsiela berharap, AMSI bisa mendorong lebih banyak media angotanya masuk dalam koalisi cekfakta agar amplifikasi kerja tim pemerika fakta lebih luas diakses publik.
"Kalau anggota AMSI ada 456 media, misal ada sepuluh persennya saja itu sudah bagus. Mungkin tidak semua harus produksi debunking atau prebunking karena kemampuan dan jumlah tim tak sama. Keterlibatannya bisa juga dengan mempublikasikan konten yang ada dalam cekfakta.com," kata Adi.
Menurut Adi, setidaknya terdapat 20 kegiatan besar yang telah disusun koalisi AMSI, AJI, dan Mafindo menjelang Pemilu 2024.
"Kegiatannya termasuk menyusun strategi meningkatkan kualitas dan sinkronisasi pemeriksa fakta, melengkapi database cekfakta, pembuatan konten cekfakta dengan target 2400 konten, hingga akan diadakan FGD actor mapping untuk meluaskan konten cek fakta," katanya.
Diskusi bulanan hasil pemetaan data atau informasi hoaks yang baru dimulai 25 Agustus ini adalah salah satu strategi kampanye dan monitoring data hoaks secara berkala.
Data ini akan menjadi dasar mengembangkan strategi kampanye baik online maupun offline serta meningkatkan kualitas konten cekfakta (debunking dan prebunking).
Advertisement