Sekjen PBB: Gaza Menjadi Kuburan Anak-Anak

Sekjen PBB mengungkap parahnya Jalur Gaza bagi anak-anak.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 07 Nov 2023, 13:01 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2023, 13:01 WIB
Potret Pilu Anak-anak Palestina di Tengah Serangan Israel
Anak-anak dan keluarga di Gaza telah kehabisan makanan, air, listrik, obat-obatan, dan akses yang aman ke rumah sakit karena terputusnya semua rute pasokan. (Photo by SAID KHATIB / AFP)

Liputan6.com, Jakarta Sekjen PBB Antonio Guterres mengungkap kondisi di Jalur Gaza yang makin memprihatinkan bagi anak-anak. Guterres sampai menyebut Gaza telah menjadi kuburan anak. 

Dilaporkan VOA, Selasa (7/11/2023), Guterres berkata Jalur Gaza menjadi kuburan bagi ratusan anak-anak Palestina setiap harinya. Korban perang Hamas vs. Israel memang menimbulkan banyak korban tewas dari kalangan anak-anak. Sudah lebih dari 4.000 anak tewas sejak perang dimulai pada Oktober lalu.

Guterres lantas kembali meminta gencatan senjata. "Gencatan senjata kemanusiaan. Sekarang," ujarnya kepada reporter.

Pada saat yang sama, Guterres juga meminta agar semua orang yang ditawan Hamas dibebaskan sekarang juga. Ada 240 orang yang diculik Hamas pada 7 Oktober 2023.

"Saya tidak akan gentar dalam bekerja supaya mereka dibebaskan," tegas Guterres.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berkata tidak akan ada jeda kemanusiaan hingga semua tawanan dilepaskan.

Antonio Guterres berkata "mimpi buruk" tidak hanya sekadar krisis kemanusiaan, tetapi merupakan "krisis kemanusiaan". Ia pun mengingatkan bahwa kedua pihak yang bertika, serta komunitas internasional, memiliki tanggung jawab untuk menghentikan penderitaan yang terjadi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


4.000 Anak Tewas

Pemandangan Langit Gaza
Kota di bagian utara Jalur Gaza itu telah menjadi fokus serangan Israel, yang telah bersumpah untuk menghancurkan struktur komando Hamas dan telah meminta warga sipil untuk mengungsi ke bagian selatan. (FADEL SENNA/AFP)

Setidaknya sebanyak 4.008 anak di Gaza telah tewas akibat perang antara Hamas dan Israel sementara korban jiwa keseluruhan mencapai 9.770, demikian diungkapkan Kementerian Kesehatan Palestina.

Pada Minggu (5/11) sore, serangan udara terbaru dari Israel menghantam beberapa rumah dekat sekolah di kamp pengungsi Bureji, Gaza Tengah, hingga menewaskan sedikitnya 13 orang. Kamp yang dihuni oleh sekitar 46.000 orang itu juga diserang pada Kamis (2/11). 

Dilansir Al Jazeera, Senin (6/11/2023), kamp Bureji merupakan kamp pengungsian ketiga di Gaza yang terkena serangan udara Israel dalam 24 jam terakhir.

Sebelumnya, lebih dari 50 warga Palestina tewas dalam serangan di kamp pengungsi al-Maghazi dan Jabalia di Gaza.

Arafat Abu Mashaia, seorang warga kamp al-Maghazi, mengatakan bahwa serangan udara Israel meratakan beberapa rumah bertingkat yang menjadi tempat banyak orang berlindung. 

"Itu benar-benar merupakan pembantaian," katanya pada Minggu pagi sambil berdiri di reruntuhan rumah yang hancur.

"Semua yang ada di sini adalah orang-orang yang damai. Saya menantang siapa pun yang mengatakan ada kelompok pemberontak di sini."

Kamp tersebut terletak di zona evakuasi di mana militer Israel mendesak warga sipil Palestina untuk mencari perlindungan karena mereka memfokuskan serangan militernya ke utara.

Saeed al-Nejma (53) mengatakan, dia sedang tidur bersama keluarganya ketika ledakan terjadi di lingkungan tersebut. 

"Sepanjang malam, saya dan teman-teman lainnya berusaha mengangkut korban tewas dari reruntuhan," katanya.


70 Persen Korban Tewas Adalah Anak-Anak dan Perempuan

Kondisi Jalur Gaza Palestina
Seorang anak melihat gedung-gedung yang hancur akibat bombardir Israel di Rafah, Jalur Gaza, Palestina, Minggu (22/10/2023). (AP Photo/Hatem Ali)

Sebelumnya, Pemimpin Organisasi PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) Philippe Lazzarini telah memperingatkan bahwa hampir 70 persen dari mereka yang dilaporkan tewas di Gaza adalah anak-anak dan perempuan. Tingkat kehancuran di Gaza saat ini pun belum pernah terjadi sebelumnya.

"Tragedi kemanusiaan yang terjadi di bawah pengawasan kita sungguh tak tertahankan," ujarnya saat berpidato di depan Dewan keamanan PBB, seperti dilansir The Guardian.

Lazzarini menggarisbawahi, pengungsian paksa warga di utara Gaza ke selatan oleh otoritas Israel telah menyebabkan lebih dari 670.000 orang berada di sekolah-sekolah dan ruang bawah tanah UNRWA yang penuh sesak.

Dengan lebih dari 3.200 anak tewas, kata Lazzarini, angka tersebut melampaui jumlah anak yang terbunuh setiap tahunnya di zona konflik dunia sejak 2019. Dia menilai Israel sedang melakukan hukuman kolektif terhadap warga Palestina di Gaza.

Sementara itu, direktur eksekutif UNICEF Catherine Russell menuturkan, lebih dari 420 anak terbunuh atau terluka di Gaza setiap harinya.

"Karena kurangnya air bersih dan sanitasi yang aman, Gaza di ambang bencana," tutur Catherine, seraya menambahkan bahwa masyarakat berisiko terkena dehidrasi dan penyakit yang ditularkan melalui air.

Dia mengonfirmasi bahwa hanya ada satu pabrik desalinasi di Gaza yang beroperasi dengan kapasitas lima persen. Keenam instalasi pengolahan air limbah di Gaza saat ini tidak beroperasi.


Kota Gaza Dikepung, Komunikasi Kembali Lumpuh

Lebih dari 3.600 anak-anak Palestina
Kelompok advokasi Save The Children mengatakan lebih banyak anak yang terbunuh di Gaza pada Oktober 2023 dibandingkan dengan jumlah anak yang terbunuh di semua zona konflik di seluruh dunia pada tahun 2022. (AP Photo/Abed Khaled)

Lalu pada hari ini, Senin (6/11), Gaza mengalami pemadaman komunikasi total ketiga sejak dimulainya perang pada 7 Oktober. 

Militer Israel pada Minggu (5/11) malam mengumumkan mereka mengepung Kota Gaza dan membaginya menjadi dua.

"Saat ini ada Gaza Utara dan Gaza Selatan," ujar juru bicara militer Israel Laksamana Muda Daniel Hagari seperti dilansir AP, Senin (6/11).

Dia menyebut pembagian ini merupakan tahapan penting dalam perang Hamas Vs Israel. Media Israel melaporkan bahwa pasukan Israel diperkirakan akan memasuki Kota Gaza dalam waktu 48 jam.

Padamnya komunikasi di Gaza, yang dilaporkan oleh kelompok advokasi akses internet netBlocks.org dan dikonfirmasi oleh perusahaan telekomunikasi Palestina, Paltel, semakin mempersulit penyampaian kabar terbaru terkait serangan militer Israel.

"Kami kehilangan komunikasi dengan sebagian besar anggota tim UNRWA," ungkap juru bicara Badan PBB untuk Pengungsi Palestina Juliette Touma.

Pemadaman komunikasi pertama di Gaza sejak 7 Oktober berlangsung selama 36 jam dan yang kedua terjadi selama beberapa jam.

Infografis Ragam Tanggapan Tragedi Kemanusiaan 3.000 Lebih Anak Meninggal di Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Ragam Tanggapan Tragedi Kemanusiaan 3.000 Lebih Anak Meninggal di Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya