Liputan6.com, Jakarta - Seorang wanita di Singapura mengaku bersalah karena mengemudi dalam keadaan mabuk. Namun ia mengatakan, efek mabuk ia alami bukan karena alkohol tapi karena masalah lambung atau yang dikenal gastroesophageal reflux (GERD).
Setelah diberitahu bahwa pengakuannya tidak diterima, wanita tersebut tetap bersikukuh bahwa kondisi lambungnya sebagai "faktor yang berkontribusi" membuatnya mabuk.
Baca Juga
Salimah Bi Saleem Jewahar (28) mengaku bersalah atas satu tuduhan mengemudi dalam keadaan mabuk dan dijatuhi hukuman denda sebesar 2.500 dollar Singapura dan larangan mengemudi selama dua tahun, dikutip dari laman Channel News Asia, Rabu (8/11/2023).
Advertisement
Menurut keputusan yang dikeluarkan pada Selasa (7 November 2023), dia mengajukan banding terhadap larangan mengemudi.
Sebelumnya, wanita ini minum secangkir gin dan tonik sekitar jam 18.00 sampai 19.30 malam. Setelah itu, dia berniat pulang namun menerima telepon dari seorang temannya yang juga terlalu banyak minum alkohol.
Setelah menjemput temannya, Salimah dihentikan untuk petugas pemeriksaan di sepanjang Crawford Street sekitar pukul 01.15 waktu setempat.
Dia gagal dalam tes uji napas dan dibawa ke markas polisi lalu lintas untuk tes alat analisis napas.
Tes yang dilakukan pada pukul 02.35 pagi itu menunjukkan adanya 46 mikrogram alkohol dalam setiap 100 ml napas Salimah.
Jumlah ini berada di atas batas 35 mikrogram alkohol per 100ml napas.
Jaksa meminta denda sebesar S$2.500 dan larangan mengemudi selama dua tahun untuk Salimah.
Alasan Pelaku Sulit Diterima
Salimah menyatakan dalam keterangannya bahwa GERD yang dideritanya mungkin memengaruhi aktivitas perutnya dan berpotensi memengaruhi hasil alat uji napas.
Dia mengatakan dia tidak bermaksud untuk menentang pembacaan putusan. Sebaliknya, dia berusaha mencari "belas kasih dan pengertian" dari pengadilan mengenai "kemungkinan pengaruh GERD".
Dia menyerahkan dokumen medis yang menunjukkan bahwa dia menderita "perut kembung dan gejala GERD selama beberapa tahun".
Namun, pengadilan mencatat bahwa dia tidak memberikan bukti mengenai kemungkinan pengaruh GERD, atau mengapa hal itu bisa menjadi "faktor yang berkontribusi" terhadap pelanggaran tersebut.
Advertisement
Berharap Diampuni oleh Pengadilan
Ketika ditanya oleh pengadilan tentang hal ini, dia mengklarifikasi bahwa dia "hanya berharap pengadilan mempertimbangkan penderitaannya karena GERD sebagai 'potensi kondisi kesehatan' ketika menjatuhkan hukuman".
Salimah juga mengatakan bahwa dia biasanya tidak mengonsumsi minuman beralkohol, namun memutuskan untuk minum pada malam itu karena dia mengadakan pertemuan kerja yang melibatkan investor-investor penting untuk proyek perluasan bisnis.
Hakim mengatakan anggapan bahwa Salimah menderita GERD adalah “tidak penting”. Tidak ada bukti yang diajukan mengenai kemungkinan pengaruh kondisi tersebut terhadap pelanggaran tersebut.