Junta Militer Myanmar: Serangan Kelompok Etnis Bersenjata Didanai oleh Perdagangan Narkoba

Tuduhan yang dilontarkan Jenderal Min Aung Hlaing muncul setelah pertempuran sengit di sejumlah kota di perbatasan timur laut Myanmar. Junta militer mengakui telah kehilangan kendali atas tiga kota di utara Negara Bagian Shan.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 10 Nov 2023, 18:35 WIB
Diterbitkan 10 Nov 2023, 18:35 WIB
Min Aung Hlaing
Panglima Tertinggi Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing memimpin parade tentara pada Hari Angkatan Bersenjata di Naypyitaw, Myanmar, Sabtu (27/3/2021). (AP Photo)

Liputan6.com, Naypyidaw - Kepala junta militer Myanmar menuduh bahwa serangan besar-besaran di timur laut negara itu yang dilakukan oleh aliansi organisasi etnis minoritas bersenjata sebagian didanai oleh keuntungan yang diperoleh salah satu kelompok tersebut dari perdagangan narkoba. Hal tersebut diungkapkan media yang dikendalikan pemerintah pada Kamis (9/11/2023).

Tuduhan yang dilontarkan Jenderal Min Aung Hlaing muncul setelah pertempuran sengit di sejumlah kota di perbatasan timur laut negara tersebut.

Pada 27 Oktober, Tentara Arakan, Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar, dan Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang, yang mencap diri mereka sebagai Aliansi Tiga Persaudaraan, melancarkan serangan terkoordinasi di utara Negara bagian Shan.

Junta militer mengakui telah kehilangan kendali atas tiga kota di utara Negara Bagian Shan, termasuk titik penyeberangan perbatasan utama perdagangan dengan China. Namun, junta militer Myanmar tidak menjelaskan mengapa tentara gagal melakukan pertahanan yang efektif.

"Masalah hari ini di Negara Bagian Shan (utara) dipicu oleh masalah narkoba," ungkap surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola pemerintah mengutip ucapan Min Aung Hlaing dalam pertemuan Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional negara bagian pada Rabu (8/11), seperti dilansir AP, Jumat (10/11.

"Pendapatan dari narkoba digunakan untuk merebut kekuasaan melalui perjuangan bersenjata. Rencana seperti itu ditutupi oleh produksi dan perdagangan narkoba."

Kelompok yang dituduhnya melakukan perdagangan narkoba, Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar (MNDAA), membantah tuduhannya. MNDAA adalah cabang perjuangan etnis minoritas Kokang.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Serangan Balik

Ilustrasi tentara Myanmar (AP/Pyae Sone Aung)
Ilustrasi tentara Myanmar (AP/Pyae Sone Aung)

Produksi dan perdagangan narkoba dalam skala besar dilaporkan telah lama terjadi di wilayah perbatasan Myanmar, yang secara historis melibatkan opium dan heroin, serta metamfetamin dalam satu dekade terakhir.

Perdagangan narkoba telah dikaitkan dengan berbagai kelompok etnis minoritas yang mendanai gerakan bersenjata mereka, namun anggota militer, terutama di tingkat regional, juga dituduh terlibat.

Global New Light of Myanmar melaporkan bahwa dalam pertemuan dewan pertahanan, Penjabat Presiden Myint Swe memperingatkan bahwa Myanmar berada dalam kondisi kritis dan dapat terkoyak jika militer tidak mengambil tindakan efektif terhadap kelompok yang melakukan serangan.

Min Aung Hlaing sendiri dilaporkan telah mengatakan kepada kabinetnya pekan lalu bahwa militer akan melakukan serangan balik terhadap mereka yang menyerang kamp-kamp militer, meskipun dia mengklaim telah membentuk ikatan kepercayaan dengan kelompok etnis minoritas.

Sejak tahun 2006, menurut Min Aung Hlaing, telah terjadi 18 kasus narkoba besar di wilayah Kokang, dengan 140 orang ditangkap dan obat-obatan dengan nilai total USD 34 juta disita.

Juru bicara MNDAA Lee Kyar Wai membantah tuduhan terkait narkoba dan mengatakan bahwa kelompoknya telah menerapkan langkah-langkah anti-narkoba dan pertanian tanaman alternatif di wilayah Kokang sejak tahun 2007.

Dia mengatakan serangan aliansi etnis tersebut bertujuan memberantas kediktatoran junta militer yang menindas, membangun negara berdasarkan sistem demokrasi federal, dan memerangi judi online yang meluas di Myanmar, khususnya di sepanjang perbatasan China-Myanmar.


Rumit

Ilustrasi bendera Myanmar (AFP Photo)
Ilustrasi bendera Myanmar (AFP Photo)

Myanmar sudah terpecah oleh apa yang disebut beberapa ahli PBB sebagai perang saudara setelah perlawanan bersenjata muncul untuk menentang perebutan kekuasaan oleh militer dari pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi pada tahun 2021.

Serangan Aliansi Tiga Persaudaraan dipandang membantu perjuangan bersenjata lainnya yang dipimpin oleh Tentara Pertahanan Rakyat, angkatan bersenjata dari pemerintah bayangan Pemerintah Persatuan Nasional (NUG). Beberapa kelompok etnis bersenjata dilaporkan telah bersekutu dengan Tentara Pertahanan Rakyat.

Situasi menjadi rumit karena baik junta militer maupun kelompok dalam Aliansi Tiga Persaudaraan menjaga hubungan baik dengan China dan keduanya mengklaim berusaha menghentikan operasi penipuan kejahatan dunia maya yang sebagian besar berbasis di kasino dan kompleks hotel di wilayah perbatasan Myanmar.

China baru-baru ini berupaya menghentikan operasi ini. Perusahaan-perusahaan tersebut sebagian besar dijalankan oleh pengusaha etnis Tionghoa, mempekerjakan sejumlah besar orang Tionghoa – sering kali ditipu untuk bekerja untuk mereka – dan target mereka juga sering kali adalah orang Tionghoa.

infografis Jenderal Myanmar Min Aung Hlaing
infografis Jenderal Myanmar Min Aung Hlaing
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya