Perang di Gaza: AS Menentang Rencana Israel Menyerang Rafah

Rafah, kota di Gaza Selatan yang berbatasan dengan Mesir kini menampung 1,5 juta orang atau lebih dari separuh populasi Jalur Gaza, yang bertahan dalam kondisi kemanusiaan yang mengerikan.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 09 Feb 2024, 11:06 WIB
Diterbitkan 09 Feb 2024, 11:01 WIB
Pertempuran Israel Palestina
Keluarga-keluarga Palestina yang melarikan diri dari Khan Younis mengendarai traktor bersama barang-barang mereka menuju Rafah, Gaza, Palestina, Kamis (25/1/2024). Ribuan warga Palestina mengungsi dari Kota Khan Younis untuk menghindari pertempuran sengit antara tentara Israel dan pejuang Hamas yang kian intens. (AFP)

Liputan6.com, Washington - Amerika Serikat (AS) memperingatkan Israel bahwa melancarkan serangan militer ke Kota Rafah di Gaza Selatan tanpa perencanaan yang tepat akan menjadi bencana.

Gedung Putih menegaskan pihaknya tidak akan mendukung rencana operasi besar apa pun di Rafah tanpa mempertimbangkan pengungsi di sana. Pernyataan tersebut muncul sehari setelah pemimpin Israel mengatakan militer telah diberitahu agar bersiap beroperasi di Rafah.

Ratusan ribu warga Palestina di Jalur Gaza telah melarikan diri ke Rafah untuk menghindari perang Hamas Vs Israel.

"Militer Israel mempunyai kewajiban khusus ketika mereka melakukan operasi di sana atau di mana pun untuk memastikan bahwa mereka mempertimbangkan perlindungan bagi kehidupan sipil yang tidak bersalah," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby pada Kamis (8/2/2024), seperti dilansir BBC, Jumat (9/2). "Operasi militer saat ini akan menjadi bencana bagi orang-orang tersebut dan itu bukanlah sesuatu yang kami dukung."

Kirby mengaku AS belum melihat adanya indikasi Israel akan melancarkan operasi besar di Rafah dalam waktu dekat.

Wakil Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Vedant Patel menggemakan komentar Kirby, dengan mengatakan, "Kami (AS) tidak akan mendukung upaya seperti ini tanpa perencanaan yang serius dan kredibel karena berkaitan dengan lebih dari satu juta orang yang berlindung di sana, serta tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap bantuan kemanusiaan dan keamanan keberangkatan warga negara asing."

Ketika ditanya BBC ke mana pengungsi di Rafah harus pergi jika terjadi operasi semacam itu, Patel mengatakan, "Itu adalah pertanyaan sah yang kami yakini harus dijawab oleh Israel."

"Kami tidak berhak menentukan hal-hal ini tetapi apa yang sebenarnya Anda sampaikan adalah mengapa penting untuk memastikan operasi ini dipikirkan sepenuhnya, terutama di wilayah di mana terdapat lebih dari satu juta orang yang mengungsi."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Peringatan yang Jelas bagi Israel?

Militer Israel Kembali Bombardir Jalur Gaza
Warga Palestina memeriksa kerusakan di sekitar bangunan tempat tinggal setelah serangan udara Israel di kamp pengungsi Rafah di Jalur Gaza Selatan pada 1 Desember 2023, (SAID KHATIB/AFP)

Jarang sekali AS, sekutu utama dan pendukung militer Israel, berbicara tentang tahap serangan militer Israel di Jalur Gaza. Untuk itu, pernyataan kali ini dinilai merupakan peringatan yang jelas.

AS mengirimkan sekitar USD 3,8 miliar bantuan militer ke Israel setiap tahun, menjadikannya sebagai penerima pendanaan semacam itu yang terbesar di dunia.

Menurut otoritas kesehatan Gaza, lebih dari 27.800 warga Palestina tewas akibat serangan Israel sejak 7 Oktober 2023 dan setidaknya 67.000 lainnya terluka. Ada pun sekitar 1.300 orang diklaim tewas di Israel dalam serangan Hamas pada 7 Oktober.


Mengerikan

Distribusi Makanan Warga Gaza Palestina
Warga berkerumun menunggu distribusi makanan di Rafah, Jalur Gaza selatan, Palestina, Rabu (8/11/2023). Sejak dimulainya perang Israel-Hamas, Israel membatasi jumlah makanan dan air yang diperbolehkan masuk ke wilayah Jalur Gaza sehingga menyebabkan kelaparan yang meluas di seluruh wilayah tersebut. (AP Photo/Hatem Ali)

Sejauh ini tidak ada wilayah Jalur Gaza yang luput dari serangan Israel. Rafah sendiri yang terletak di perbatasan dengan Mesir, kini menampung 1,5 juta orang – lebih dari separuh populasi Jalur Gaza – yang bertahan dalam kondisi kemanusiaan yang mengerikan.

"Mereka tinggal di tempat penampungan darurat yang penuh sesak, dalam kondisi yang tidak sehat, tanpa air bersih, listrik, dan persediaan makanan yang memadai," demikian pernyataan Sekjen PBB Antonio Guterres pada Kamis.

"Kami jelas mengutuk tindakan mengerikan Hamas. Kami juga jelas mengutuk pelanggaran hukum kemanusiaan internasional di Gaza."

Infografis Perang Israel-Hamas Lewati 100 Hari. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Perang Israel-Hamas Lewati 100 Hari. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya