Liputan6.com, Grozny - Pihak berwenang di Republik Chechnya secara resmi mengumumkan larangan terhadap musik yang dianggap terlalu cepat atau terlalu lambat.
Menurut laporan TASS, Menteri Kebudayaan Musa Dadayev mengumumkan keputusan untuk membatasi semua komposisi musik, vokal, dan koreografi ke tempo yang berkisar antara 80 hingga 116 detak per menit (BPM).
Advertisement
Baca Juga
Zidni Hakim Vokalis Juliet Project Serius Jadi Aktor Meski Passion-nya Musik, Ada Misi Khusus untuk Band
Sigit Wardana Kenang Perjalanan Kehidupan Pernikahannya dengan Meluncurkan Video Musik Single November
Isyana Sarasvati Rilis Kolaborasi Bareng Marty Friedman, Jadi Kejutan Jelang Konser Satu Dekade
"Saya telah mengumumkan keputusan akhir, disepakati dengan kepala Republik Chechnya Ramzan Akhmatovich Kadyrov, bahwa mulai sekarang semua karya musik, vokal, dan koreografi harus sesuai dengan tempo 80 hingga 116 detak per menit," kata Dadayev, seperti dilansir CNN, Selasa (9/4/2024).Â
Advertisement
Atas arahan Kadyrov, wilayah tersebut memastikan bahwa kreasi musik dan tarian Chechnya selaras dengan "mentalitas dan ritme musik Chechnya," yang bertujuan untuk membawa "warisan budaya rakyat Chechnya kepada masyarakat dan masa depan anak-anak kita".
Dalam aturan ini, larangan ini berarti banyak lagu dalam gaya musik seperti pop dan techno akan dilarang.
Â
Letak Negara Chechnya
Chechnya terletak di wilayah Kaukasus Utara antara Laut Kaspia dan Laut Hitam.
Negara ini hampir seluruhnya merupakan republik Muslim, yang mencakup sebagian perbatasan Rusia dengan Georgia.
Kadyrov telah menjadi pemimpin sejak tahun 2007 dan telah menggunakan masa jabatannya untuk membungkam segala bentuk perbedaan pendapat.
Â
Â
Advertisement
Laporan Soal Kekerasan Terhadap Gay
Selain itu, ada juga laporan tentang gelombang kekerasan terhadap laki-laki gay.
Pada awal tahun 2017, pakar hak asasi manusia PBB mendesak pihak berwenang untuk menyelidiki tuduhan bahwa laki-laki gay menjadi sasaran dan ditahan, dan media lokal melaporkan bahwa beberapa di antara mereka dibunuh karena seksualitas mereka.
Gelombang penganiayaan anti-LGBT lainnya dilaporkan pada bulan Januari 2019, ketika para aktivis mengatakan puluhan pria dan wanita ditahan dan setidaknya dua orang meninggal dalam tahanan.