Presiden Filipina Peringatkan China soal Provokasi Perang

China dan Filipina terlibat sejumlah insiden terkait sengketa Laut China Selatan selama beberapa bulan terakhir.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 01 Jun 2024, 20:40 WIB
Diterbitkan 01 Jun 2024, 20:40 WIB
Ferdinand Marcos Jr
Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. (Ezra Acayan/Pool Photo via AP)

Liputan6.com, Singapura - Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr memperingatkan China untuk tidak melewati "garis merah" dalam konflik terkait Laut China Selatan. 

Jika ada warga Filipina yang tewas akibat tindakan China yang disengaja, sebut Marcos, Filipina akan menganggapnya sebagai "provokasi perang" dan akan memberikan tanggapan yang sesuai.

Hal tersebut disampaikan Marcos pada Jumat (31/5) malam usai berpidato di Shangri-La Dialogue di Singapura, yang turut dihadiri oleh Amerika Serikat (AS) dan China. Seorang delegasi mengajukan situasi hipotetis kepada Marcos bila meriam air China membunuh seorang tentara Filipina. Marcos pun ditanya apakah dia akan menganggap peristiwa itu sebagai garis merah dan apakah hal itu akan memicu dukungan AS sebagaimana Pakta Pertahanan Bersama AS-Filipina.

"Jika dengan tindakan yang disengaja seorang warga Filipina – tidak hanya prajurit, tapi bahkan warga negara Filipina – terbunuh … itu menurut saya sangat, sangat dekat dengan apa yang kami definisikan sebagai provokasi perang dan oleh karena itu kami akan meresponsnya dengan tepat. Dan mitra perjanjian kami, saya yakin, juga memiliki standar yang sama," tutur Marcos seperti dikutip dari BBC, Sabtu (1/6).

Dia menggarisbawahi bahwa warga Filipina terluka dalam bentrokan baru-baru ini, namun belum ada yang tewas.

"Saat kami mencapai titik itu, tentu saja kami akan 'melintasi Rubicon'. Apakah itu garis merah? Hampir pasti itu akan menjadi garis merah."

Melintasi Rubicon adalah idiom yang berarti melewati titik yang tidak bisa kembali lagi.

Saat dimintai komentar atas pernyataan Marcos oleh BBC, juru bicara militer China mengatakan, "Jika hanya satu personel yang secara tidak sengaja terbunuh dalam konflik atau kecelakaan memicu perang maka saya yakin negara tersebut adalah negara yang suka berperang."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


China: Hubungan dengan AS Stabil

Bendera AS dan China berkibar berdampingan.
Bendera AS dan China berkibar berdampingan (Dok. AP/Andy Wong)

Dalam beberapa bulan terakhir, perselisihan yang sudah berlangsung lama antara China dan Filipina mengenai sengketa wilayah Laut China Selatan telah meningkat menjadi bentrokan yang agresif.

Filipina sangat mengeluhkan kapal patroli China yang menembakkan meriam air ke kapal-kapalnya, sementara China menegaskan mereka mempertahankan kedaulatannya.

Para pengamat khawatir bahwa eskalasi di Laut China Selatan dapat memicu konflik antara China dan AS mengingat AS terikat oleh pakta pertahanan yang mengharuskannya membela Filipina jika negara tersebut diserang.

AS telah menyatakan akan mempertahankan komitmennya terhadap sekutu-sekutunya di kawasan dan berupaya mendekatkan mereka, termasuk mengadakan pertemuan puncak dengan Filipina dan Jepang bulan lalu.

Isu ketegangan China-Filipina muncul pada awal pertemuan puncak antara Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin dan Menteri Pertahanan China Dong Jun pada hari Jumat.

Militer China mengatakan Filipina disemangati dan didukung oleh kekuatan luar serta telah melanggar janjinya sendiri dan melakukan provokasi atas sengketa Second Thomas Shoal, di mana Filipina mendirikan pos militer terdepan.

China juga keberatan dengan pengiriman sistem rudal jarak menengah AS ke Filipina dalam latihan militer gabungan baru-baru ini, dengan menggarisbawahi hal itu merupakan ancaman nyata terhadap keamanan regional.

Namun, baik AS maupun China mengisyaratkan mereka ingin meningkatkan komunikasi untuk menghindari konflik.

AS mengatakan pihaknya sedang berupaya melanjutkan percakapan telepon antara para komandan militer – jalur komunikasi utama yang terputus pada tahun 2022 setelah kunjungan Ketua DPR AS saat itu Nancy Pelosi ke Taiwan – dan membentuk kelompok kerja komunikasi krisis.

"Saya menyampaikan kepada Pak Dong bahwa jika dia menelepon saya untuk urusan mendesak, saya akan menjawab teleponnya. Dan saya tentu berharap dia akan melakukan hal yang sama. Komunikasi itulah yang akan membantu menjaga segala sesuatunya tetap pada tempatnya dan membantu kami bergerak menuju stabilitas dan keamanan yang lebih baik di kawasan ini," kata Austin.

Juru bicara militer China menuturkan kepada wartawan tatap muka Austin dan Dong Jun bersifat "positif, praktis, dan konstruktif". Dia mengklaim bahwa hubungan AS-China sudah stabil dari kemerosotan lebih lanjut.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya