Liputan6.com, Bratislava - Ketegangan politik muncul setelah Perdana Menteri Slovakia Robert Fico ditembak empat kali bulan lalu. Kini, situasi di negara tersebut menjadi saling menyalahkan.
Negara kecil di Eropa Timur itu terpecah dan tegang, meski sudah seminggu setelah Fico keluar dari rumah sakit, dikutip dari laman Channel News Asia, Jumat (7/6/2024).
Percobaan pembunuhan itu adalah yang pertama terhadap pemimpin Slovakia dalam 30 tahun dalam sejarah negara itu, dan yang pertama di benua Eropa setelah lebih dari dua dekade.
Advertisement
Bagi banyak orang, serangan 15 Mei itu merupakan perwujudan luka mendalam dari meningkatnya polarisasi yang telah menjangkiti Slovakia selama bertahun-tahun.
Pihak berwenang mengatakan, penembakan itu bermotif politik.
Pelaku yang diduga merupakan penyair berusia 71 tahun Bernama Juraj Cintula itu, memiliki sejarah politik yang bisa dibilang tidak merata. Ia dilaporkan pernah mendukung berbagai partai di negara itu.
Kini, ia telah didakwa dengan percobaan pembunuhan berencana dan ditahan.
Upaya pembunuhan terhadap Fico terjadi saat pemerintahnya berupaya mendorong beberapa perubahan kontroversial, seperti menutup Kantor Kejaksaan Khusus Slovakia.
Para ahli mengatakan, tindakan seperti itu hanya akan memperdalam perpecahan.
"Tentu saja, hal itu memicu ketidaksetujuan dari pihak oposisi, dari para pendukung oposisi, dari media, dari masyarakat sipil," kata presiden lembaga pemikir Slovakia, Institute for Public Affairs, Grigorij Mesežnikov.
"Jika pemerintah melanjutkan kebijakan ini, yang bermasalah dari sudut pandang fungsi penegakan hukum, supremasi hukum, kebebasan media, pembagian kekuasaan, dan pengembangan masyarakat sipil, maka saya kira sayangnya, polarisasi ini akan terus berlanjut," tambahnya.
Â
Tokoh Kontroversial
PM Fico telah lama menjadi tokoh kontroversial yang mendominasi politik di Slovakia, yang berpenduduk lebih dari 5,4 juta jiwa.
Digambarkan sebagai seorang populis sayap kiri, pria berusia 59 tahun itu terpilih kembali untuk masa jabatan ketiga tahun lalu.
Ia sangat kritis terhadap pers dan Uni Eropa.
Ia berjanji untuk mengakhiri dukungan militer bagi negara tetangga Ukraina dan terbuka untuk memperbaiki hubungan dengan Rusia.
Di dalam negeri, ia dituduh mengobarkan api kebencian politik di Slovakia.
Hanya sebulan sebelum upaya pembunuhan terhadapnya, ia mengecam pers dan oposisi Slovakia, menuduh mereka menyebarkan kebencian.
Advertisement