Liputan6.com, Paris - Presiden Emmanuel Macron pada Rabu (12/6/2024) mengumumkan penangguhan reformasi pemilu kontroversial di Kaledonia Baru, menyusul serentetan kerusuhan mematikan di wilayah otonomi Prancis itu.
"RUU konstitusional mengenai Kaledonia Baru … Saya telah memutuskan untuk menangguhkannya," kata Macron seperti dilansir kantor berita AP, Jumat (14/6). "Kita tidak bisa meninggalkan ambiguitas selama periode ini. Hal ini harus dihentikan untuk memberikan kekuatan penuh pada dialog di lapangan dan kembalinya ketertiban."
Baca Juga
Reformasi pemilu yang digagas di Paris ingin memberikan hak pilih kepada warga Prancis yang telah tinggal di Kaledonia Baru selama lebih dari 10 tahun. Pribumi Kanak mengatakan hal tersebut akan membuat mereka semakin terpinggirkan.
Advertisement
Kekerasan berkobar pada tanggal 13 Mei sebagai respons terhadap upaya pemerintahan Macron. Prancis kemudian mengumumkan keadaan darurat pada 15 Mei dan mengerahkan ratusan pasukan tambahan untuk membantu polisi memadamkan penembakan, bentrokan, penjarahan, dan pembakaran.
Kedua belah pihak yang terpecah belah di Kaledonia Baru – penduduk asli Kanak yang menginginkan kemerdekaan dan mereka yang setia kepada Prancis – mendirikan barikade, baik untuk memberontak melawan pihak berwenang atau untuk melindungi rumah dan properti mereka.
Kekerasan oleh Polisi
Kementerian Kehakiman Perancis pada hari Rabu mengonfirmasi kematian seorang pria berusia 34 tahun pada tanggal 11 Juni, yang terluka dalam konfrontasi dengan polisi pada tanggal 29 Mei. Autopsi telah diperintahkan dan penyelidikan terhadap penggunaan kekerasan oleh polisi terlibat sedang berlangsung.
Louis Mapou, presiden pemerintahan Kaledonia Baru, menyampaikan belasungkawa dan menyerukan ketenangan.
"Saya mendesak penghapusan barikade segera dan kembalinya perdamaian," kata Mapou.
Advertisement