Liputan6.com, Washington - Pada 24 November 1971, seorang pembajak yang kemudian dikenal sebagai D.B. Cooper terjun dengan parasut dari pesawat Northwest Orient Airlines 727 ke dalam badai petir yang berkecamuk di atas negara bagian Washington, Amerika Serikat. Dia membawa kabur uang tebusan sebesar US$ 200 ribu atau Rp3 miliar.
Dilansir dari History.com, latar ceritanya mengisahkan Cooper mengambil alih pesawat tak lama setelah lepas landas. Sang pembajak menunjukkan kepada pramugari benda yang terlihat seperti bom dan memberitahu kru pesawat bahwa ia menginginkan US$ 200 ribu, empat parasut, dan “tanpa main-main.”
Advertisement
Baca Juga
Pesawat tersebut mendarat di Bandara Internasional Seattle-Tacoma, di mana pihak berwenang memenuhi tuntutan Cooper dan mengevakuasi sebagian besar penumpang. Cooper kemudian menuntut agar pesawat terbang ke arah Meksiko dengan ketinggian rendah dan memerintahkan kru yang tersisa untuk masuk ke dalam kokpit.
Advertisement
Pada pukul 20:13, saat pesawat terbang di atas Sungai Lewis di barat daya Washington, alat pengukur tekanan pesawat mencatat detik-detik lompatan Cooper dari pesawat. Dengan hanya mengenakan kacamata hitam, setelan tipis, dan jas hujan, Cooper terjun payung ke dalam badai petir dengan kecepatan angin lebih dari 160 kilometer per jam dan suhu di bawah nol pada ketinggian 10 ribu kaki atau 3 ribu meter.
Badai tersebut menghalangi upaya penangkapan, dan sebagian besar pihak berwenang berasumsi bahwa Cooper terbunuh saat melakukan lompatan yang terkesan seperti aksi bunuh diri. Jejak Cooper tidak pernah ditemukan selama pencarian besar-besaran.
Sembilan tahun kemudian pada 1980, seorang anak laki-laki berusia delapan tahun dilaporkan menemukan setumpuk uang tebusan senilai hampir $5.880 atau Rp93 juta dalam pasir di sepanjang tepi utara Sungai Columbia, lima mil dari Vancouver, Washington. Kendati demikian tak diketahui asal-usulnya.
Sampai sekarang, misteri nasib Cooper setelah pembajakan legendarisnya masih belum terpecahkan.