Liputan6.com, Jakarta - Tiga dekade lalu, tepat pada malam 23 Februari 1987, para astronom menyaksikan salah satu bintang meledak paling terang dalam 400 tahun terakhir. Bintang yang meledak 168 ribu tahun cahaya dari bumi ini disebut sebagai supernova raksasa yang meledak dengan kekuatan 100 juta kali lebih terang dari Matahari.
Fenomena langka ini menjadi titik balik dalam studi supernova dan evolusi bintang. Supernova ini masih bisa diamati bertahun-tahun setelah penemuannya.
Melansir laman NASA pada Jumat (31/01/2025), supernova yang diberi nama Supernova 1987A ini terletak di Awan Magellan Besar. Sebuah galaksi kerdil yang mengorbit Bima Sakti.
Advertisement
Baca Juga
Supernova 1987A berasal dari ledakan bintang biru raksasa yang dikenal sebagai Sanduleak -69° 202. Bintang ini mengalami kehancuran setelah kehabisan bahan bakar nuklirnya, yang menyebabkan intinya runtuh dan memicu ledakan besar.
Supernova ini termasuk dalam kategori Tipe II, yaitu ledakan yang terjadi ketika bintang dengan massa besar, sekitar 8 kali massa Matahari, mengalami keruntuhan gravitasi setelah tidak lagi dapat menopang dirinya sendiri dengan fusi nuklir. Supernova 1987A pertama kali diamati oleh Ian Shelton dan Oscar Duhalde di Observatorium Las Campanas di Chili.
Penemuan ini segera dikonfirmasi oleh berbagai observatorium di seluruh dunia. Berkat letaknya yang relatif dekat dengan bumi dibandingkan supernova lain yang lebih jauh, Supernova 1987A menjadi salah satu objek studi utama dalam astronomi modern.
Kecerahan supernova ini mencapai magnitudo tampak 2,9, membuatnya terlihat dengan mata telanjang, terutama di belahan bumi Selatan. Salah satu fitur unik dari Supernova 1987A adalah cincin gas yang mengelilinginya.
Cincin ini terbentuk dari materi yang dilepaskan oleh bintang induknya sebelum ledakan dan menjadi bercahaya saat terkena gelombang kejut dari supernova. Keistimewaan lainnya adalah deteksi neutrino dari supernova ini.
Lonjakan Neutrino
Pada saat ledakan terjadi, beberapa observatorium neutrino di Bumi, termasuk Kamiokande II di Jepang dan Irvine-Michigan-Brookhaven (IMB) di Amerika Serikat, berhasil mendeteksi lonjakan neutrino yang berasal dari inti bintang yang runtuh. Ini menjadi bukti langsung pertama bahwa ledakan supernova menghasilkan bintang neutron, sesuai dengan prediksi teori astrofisika.
Sejak 1987, para astronom terus memantau perkembangan sisa ledakan Supernova 1987A menggunakan berbagai teleskop, baik yang berbasis di darat maupun luar angkasa, seperti Hubble Space Telescope, Chandra X-ray Observatory, dan Atacama Large Millimeter/submillimeter Array (ALMA). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa gelombang kejut dari ledakan terus bergerak keluar dan bertabrakan dengan material di sekitarnya, menghasilkan radiasi dalam berbagai panjang gelombang, mulai dari radio hingga sinar-X.
Selain itu, struktur cincin gas yang mengelilingi sisa supernova menunjukkan interaksi yang kompleks antara material yang terlontar dari ledakan dan lingkungan sekitarnya. Studi lebih lanjut terhadap Supernova 1987A memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana bintang masif berevolusi dan bagaimana sisa supernova dapat memengaruhi medium antarbintang di sekelilingnya.
Meskipun hingga saat ini inti bintang yang tersisa dari Supernova 1987A belum terdeteksi secara langsung, para ilmuwan meyakini bahwa objek ini telah menjadi bintang neutron atau bahkan lubang hitam kecil. Beberapa penelitian terbaru menyebutkan adanya indikasi keberadaan bintang neutron "tersembunyi" dalam debu dan gas yang masih menyelimuti sisa ledakan.
Penelitian terhadap Supernova 1987A juga membantu ilmuwan dalam memahami ledakan supernova lain di seluruh alam semesta, termasuk bagaimana elemen-elemen berat seperti besi, emas, dan uranium terbentuk dan tersebar di ruang angkasa. Studi tentang supernova semacam ini juga memberikan wawasan tentang siklus kehidupan bintang, evolusi galaksi, dan bahkan asal usul unsur-unsur yang membentuk planet serta kehidupan.
(Tifani)
Advertisement