Liputan6.com, Riyadh - Arab Saudi pada Jumat (14/2/2025) menyambut baik percakapan telepon baru-baru ini antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Tidak hanya itu, Riyadh pun menyatakan kesiapannya untuk menjadi tuan rumah pertemuan Trump dan Putin.
"Kerajaan menyambut baik penyelenggaraan pertemuan puncak di Arab Saudi dan menegaskan kembali upaya berkelanjutan untuk mencapai perdamaian yang langgeng antara Rusia dan Ukraina," sebut pernyataan Kementerian Luar Negeri Arab Saudi seperti dikutip dari Al Arabiya, Sabtu (15/2).
Baca Juga
Kesiapan Arab Saudi untuk terlibat mendamaikan Rusia dan Ukraina dimulai sejak Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman melakukan panggilan telepon dengan Putin dan Presiden Volodymyr Zelenskyy pada 3 Maret 2022.
Advertisement
"Selama tiga tahun terakhir, kerajaan terus melanjutkan upaya ini, yang mencakup penyelenggaraan berbagai pertemuan mengenai masalah ini," ungkap Kementerian Luar Negeri Arab Saudi.
Zelenskyy mengatakan pada Jumat dia berencana melakukan kunjungan ke Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Turki, namun tidak menyebutkan kapan.
Trump sendiri pada Rabu (12/2) mengungkap kemungkinan pertemuannya dengan Putin berlangsung di Arab Saudi.
"Mungkin kami akan bertemu pertama kali di Arab Saudi," kata Trump kepada wartawan di Ruang Oval seperti dilansir The New York Times. "Kami akan bertemu di Arab Saudi, mari lihat apakah kami bisa mencapai kesepakatan."
Trump mengutip hubungan dirinya dan Putin dengan Pangeran Mohammed bin Salman, penguasa de facto Arab Saudi, sebagai alasan memilih negara Teluk tersebut sebagai tempat pertemuan pertama mereka sejak dia kembali ke Gedung Putih.
"Kami mengenal putra mahkota dan saya pikir itu akan menjadi tempat yang sangat baik," beber Trump.
Ancaman Sanksi terhadap Rusia
Sementara itu, Wakil Presiden AS J.D. Vance mengatakan pihaknya dapat memberikan sanksi dan tindakan militer potensial terhadap Rusia jika Presiden Putin tidak setuju dengan kesepakatan perdamaian yang menjamin kemerdekaan jangka panjang Ukraina. Hal ini dilaporkan Wall Street Journal pada Kamis (13/2).
"Terdapat alat-alat ekonomi untuk memberi tekanan, tentu saja ada juga alat-alat militer yang dapat digunakan AS terhadap Putin," kata Vance dalam wawancaranya dengan surat kabar tersebut seperti dikutip dari Al Arabiya.
Trump berbicara dengan Putin dan secara terpisah dengan Zelenskyy pada Rabu, serta memberi perintah kepada pejabat AS untuk memulai pembicaraan guna mengakhiri perang yang telah berlangsung hampir tiga tahun.
Percakapan telepon tersebut terjadi tak lama setelah Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth menyatakan kepada sekutu militer di Brussels bahwa kembalinya Ukraina ke perbatasan sebelum 2014 - sebelum Rusia mencaplok Krimea- tidak realistis. Dia juga menyatakan AS tidak melihat keanggotaan Ukraina di NATO sebagai bagian dari solusi.
Di kalangan Ukraina sendiri muncul keresahan bahwa Trump akan mengkhianati negara mereka setelah percakapan teleponnya dengan Putin.
Namun, pada Kamis, Trump menegaskan bahwa Ukraina akan terlibat dalam pembicaraan perdamaian dengan Rusia. Dia mengatakan kepada wartawan di Gedung Putih bahwa Ukraina akan memiliki kursi dalam setiap negosiasi perdamaian dengan Rusia untuk mengakhiri perang.
"Saya yakin akan ada kesepakatan yang muncul yang akan mengejutkan banyak orang," tutur Vance, seperti dikutip oleh the Journal.
"Presiden tidak akan mendekati ini dengan pandangan sempit."
Advertisement
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)