Liputan6.com, Jakarta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menyampaikan keprihatinan dan kewaspadaan terhadap dinamika global yang berkembang, terutama kebijakan pemerintah Amerika Serikat yang mulai memberlakukan tarif resiprokal terhadap sejumlah negara mitra dagangnya, termasuk Indonesia.
Kebijakan tersebut dinilai berpotensi menimbulkan tekanan terhadap perdagangan internasional, sektor industri, dan perekonomian nasional secara keseluruhan.
Baca Juga
Merespons situasi ini, OJK menegaskan komitmennya dalam mendukung langkah-langkah strategis yang ditempuh pemerintah Indonesia. Mahendra Siregar menekankan bahwa OJK siap berkolaborasi dalam proses negosiasi maupun upaya mitigasi dampak yang mungkin timbul dari kebijakan perdagangan global tersebut.
Advertisement
"OJK mendukung langkah-langkah strategis pemerintah melakukan negosiasi dan memitigasi dampaknya terhadap perekonomian nasional, terutama dalam upaya untuk memelihara stabilitas sistem keuangan menjaga kepercayaan pasar untuk menjaga daya saing dan momentum pertumbuhan ekonomi nasional," kata Mahendra dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan, secara virtual, Jumat (11/4/2025).
Tujuannya adalah untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, memperkuat kepercayaan pasar, dan memastikan daya saing perekonomian nasional tetap terjaga di tengah ketidakpastian global.
Sinergi Lintas Lembaga Hadapi Tekanan Global
Adapun dalam upaya menjaga ketahanan sektor jasa keuangan, OJK terus mempererat kerja sama lintas sektor dengan kementerian, lembaga pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya.
Pendekatan ini mencakup perumusan kebijakan strategis yang relevan, khususnya bagi sektor-sektor industri yang terdampak langsung oleh kebijakan tarif resiprokal. Dengan dukungan koordinasi yang kuat, diharapkan langkah-langkah responsif dapat segera diterapkan untuk meminimalkan risiko terhadap stabilitas ekonomi dan keuangan nasional.
"Dalam kaitan itu, OJK terus menjalin kerjasama dengan kementerian, lembaga maupun stakeholders terkait dalam merumuskan dan mengambil kebijakan strategis yang diperlukan termasuk bagi industri-industri yang terdampak langsung oleh tarif resiprokal itu," ujarnya.
Kerja Sama OJK dan Bank Indonesia
Kerja sama erat juga dijalin antara OJK dan Bank Indonesia, sebagai dua lembaga otoritas utama dalam pengawasan sektor keuangan. Keduanya bersinergi dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan memperkuat ketahanan sistem keuangan domestik.
Sinergi tersebut mencakup berbagai aspek, mulai dari penguatan intermediasi keuangan yang optimal, percepatan proses perizinan, hingga pengembangan dan pendalaman pasar keuangan nasional.
"OJK dan Bank Indonesia memperkuat sinergi untuk menjaga stabilitas dan meningkatkan ketahanan sektor keuangan serta mendorong intermediasi yang optimal terutama penguatan kerjasama terkait akselerasi proses perizinan sinergi pengembangan dan pendalaman pasar keuangan termasuk pengembangan inovasi teknologi dan aset keuangan digital penguatan edukasi, literasi, dan inklusi keuangan serta pelindungan konsumen dan ketahanan cyber," pungkasnya.
Advertisement
RI Pilih Negosiasi dengan Pemerintah AS soal Tarif Impor
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan alasan di balik keputusan Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk mengambil jalur negosiasi dalam merespons kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh Presiden AS, Donald Trump.
Menurut Airlangga, keputusan ini didasari pertimbangan bahwa Amerika Serikat merupakan mitra strategis bagi Indonesia. Dalam berbagai pembicaraan dan rapat, Presiden Prabowo memberikan arahan agar Indonesia tidak mengambil langkah konfrontatif, melainkan menempuh strategi diplomasi ekonomi melalui negosiasi.
"Arahan Bapak Presiden untuk merespon ini, dalam beberapa kali pembicaraan bahkan dalam rapat, ini Indonesia memilih jalur negosiasi karena Amerika merupakan mitra strategis," kata Airlangga dalam acara Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI: Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Nasional, di Menara Mandiri Sudirman, Jakarta Selatan, Selasa (8/4/2025).
Salah satu langkah konkret yang dilakukan Pemerintah Indonesia adalah melakukan revitalisasi terhadap perjanjian perdagangan dan investasi, termasuk Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) yang terakhir diperbarui pada tahun 1996 dan kini dianggap sudah usang.
"Malaysia juga akan mendekati Indonesia melakukan perjanjian TIFA," ujarnya.
