Pendeta perempuan bernama Meretites dan penyanyi bernama Kahai mengabdi di Istana Sang Firaun dari masa 4.400 tahun lalu -- ketika piramida-piramida dibangun di Mesir. Kisah cinta mereka terungkap dalam sebuah adegan yang tergambar apik di sebuah makam kuno.
Makam yang ditemukan di Saqqara, yang diyakini berisi jasad pasangan tersebut, anak-anak, bahkan mungkin juga cucu-cucu mereka, saat ini sedang dipelajari dan dikuak tim ahli dari Australian Center for Egyptology, Macquarie University.
Di antara lukisan dinding yang warnanya masih awet, ada gambar saat pasangan itu digambarkan saling memandang mata masing-masing. Tangan kanan Meretites berada di bahu Kahai.
Pamer kemesraan seperti yang tergambar dalam lukisan kuno itu adalah hal luar biasa di Mesir selama Era Piramida. Hanya beberapa contoh adegan tatap muka atau merangkul yang ditemukan dari masa Kerajaan Tua (2649-2150 Sebelum Masehi). "Periode waktu ketika pasangan tersebut hidup dan pembangunan piramida berkembang," kata Miral Lashien, peneliti dari Macquarie University, seperti dimuat LiveScience, "Saya yakin, gambar tersebut menggambarkan kedekatan khusus."
Selain kisah cinta, adegan yang tergambar di dinding -- juga sejumlah karya seni lain dalam makam -- menggambarkan perempuan di Mesir Era Piramida menikmati kesetaraan gender lebih besar daripada yang selama ini dikira oleh para ilmuwan.
"Makam Kahai adalah contoh betapa pentingnya perempuan," kata Lashien. "Frekuensi kemunculan mereka dalam lukisan, juga ukuran yang digambarkan sama dengan suami atau kerabat mereka menunjukkan status yang setara."
Dalam lukisan, si pria, Kahai digambar memakai wig, semacam kerah, rok (kilt), dan kulit macan tutul. Ia juga memegang tongkat -- lambang otoritas dan tanggung jawab, yang mungkin terkait simbol kenaikan pangkat sebagai direktur seni.
Sementara, pakaian Meretites juga terdiri dari wig, kalung, kerah lebar, gelang, dan gaun ketat dengan tali bahu. Dalam lukisan, bagian payudaranya tampak terbuka -- hal yang tak biasa dilukiskan untuk seorang perempuan Mesir kuno.
Kedekatan mereka adalah hubungan berlandaskan cinta romantis. Beda dengan yang ditemukan di makam lain yang diduga pelukan sesama dua pria kembar.
Makam itu ditemukan pada 1966 dan diterbitkan dalam sebuah buku pada 1971, masih dalam gambar hitam-putih. Para ilmuwan kembali mempelajari makam tersebut pada Januari dan Februari 2010 dan kemudian terkuak pada dunia bahwa itu adalah makam yang penuh warna.
Bukti arkeologis dan artistik menunjukkan makam dibangun selama atau segera setelah pemerintahan Raja Niuserre (2420 SM - 2389 SM), yang membangun piramidanya sendiri di tenggara posisi Piramida Giza, di situs yang kini dikenal sebagai Abusir.
Keluarga Penyanyi
Kahai dan putranya diduga bermatapencarian sebagai penyanyi. Kahai menjadi "pengawas penyanyi di dua rumah" -- yang artinya ayah dan anak tersebut bekerja di istana. Makam mereka yang cantik dan berseni bisa jadi juga hasil karya seniman istana. Walaupun punya jabatan tinggi, Kahai diduga masih kerap bernyanyi.
Meski menggambarkan musisi yang memainkan kecapi dan seruling, makam tersebut tak mengungkap lagu macam apa yang dipersembahkan Kahai pada Firaun. Namun, dari prasasti lain, ilmuwan menduga lagu-lagu yang dinyanyikan penuh dengan keceriaan, tentang kenikmatan hidup. Tak jauh beda dari tema masa kini. "Ada lagu yang mendorong orang untuk makan, minum dan bergembira," kata Lashien.
Kahai memang punya jabatan tinggi, namun hidupnya tak lepas dari tragedi. Peneliti menemukan lukisan yang menggambarkan Kahai harus menguburkan anaknya yang sudah dewasa bernama Nefer.
Juga digambarkan anak-anak kecil yang ditinggalkan Nefer, juga istrinya yang dalam kondisi hamil ketika ia meninggal.
Makam tersebut punya 5 pintu palsu -- untuk memastikan para mendiang tetap 'nyaman'. "Makanan akan diletakkan di depan pintu palsu, sebagai sesaji. Ka atau arwah mereka yang meninggal diyakini bisa keluar lewat pintu palsu dan menikmati sesaji yang dipersembahkan," kata Lashien. (Ein/Yus)
Makam yang ditemukan di Saqqara, yang diyakini berisi jasad pasangan tersebut, anak-anak, bahkan mungkin juga cucu-cucu mereka, saat ini sedang dipelajari dan dikuak tim ahli dari Australian Center for Egyptology, Macquarie University.
Di antara lukisan dinding yang warnanya masih awet, ada gambar saat pasangan itu digambarkan saling memandang mata masing-masing. Tangan kanan Meretites berada di bahu Kahai.
Pamer kemesraan seperti yang tergambar dalam lukisan kuno itu adalah hal luar biasa di Mesir selama Era Piramida. Hanya beberapa contoh adegan tatap muka atau merangkul yang ditemukan dari masa Kerajaan Tua (2649-2150 Sebelum Masehi). "Periode waktu ketika pasangan tersebut hidup dan pembangunan piramida berkembang," kata Miral Lashien, peneliti dari Macquarie University, seperti dimuat LiveScience, "Saya yakin, gambar tersebut menggambarkan kedekatan khusus."
Selain kisah cinta, adegan yang tergambar di dinding -- juga sejumlah karya seni lain dalam makam -- menggambarkan perempuan di Mesir Era Piramida menikmati kesetaraan gender lebih besar daripada yang selama ini dikira oleh para ilmuwan.
"Makam Kahai adalah contoh betapa pentingnya perempuan," kata Lashien. "Frekuensi kemunculan mereka dalam lukisan, juga ukuran yang digambarkan sama dengan suami atau kerabat mereka menunjukkan status yang setara."
Dalam lukisan, si pria, Kahai digambar memakai wig, semacam kerah, rok (kilt), dan kulit macan tutul. Ia juga memegang tongkat -- lambang otoritas dan tanggung jawab, yang mungkin terkait simbol kenaikan pangkat sebagai direktur seni.
Sementara, pakaian Meretites juga terdiri dari wig, kalung, kerah lebar, gelang, dan gaun ketat dengan tali bahu. Dalam lukisan, bagian payudaranya tampak terbuka -- hal yang tak biasa dilukiskan untuk seorang perempuan Mesir kuno.
Kedekatan mereka adalah hubungan berlandaskan cinta romantis. Beda dengan yang ditemukan di makam lain yang diduga pelukan sesama dua pria kembar.
Makam itu ditemukan pada 1966 dan diterbitkan dalam sebuah buku pada 1971, masih dalam gambar hitam-putih. Para ilmuwan kembali mempelajari makam tersebut pada Januari dan Februari 2010 dan kemudian terkuak pada dunia bahwa itu adalah makam yang penuh warna.
Bukti arkeologis dan artistik menunjukkan makam dibangun selama atau segera setelah pemerintahan Raja Niuserre (2420 SM - 2389 SM), yang membangun piramidanya sendiri di tenggara posisi Piramida Giza, di situs yang kini dikenal sebagai Abusir.
Keluarga Penyanyi
Kahai dan putranya diduga bermatapencarian sebagai penyanyi. Kahai menjadi "pengawas penyanyi di dua rumah" -- yang artinya ayah dan anak tersebut bekerja di istana. Makam mereka yang cantik dan berseni bisa jadi juga hasil karya seniman istana. Walaupun punya jabatan tinggi, Kahai diduga masih kerap bernyanyi.
Meski menggambarkan musisi yang memainkan kecapi dan seruling, makam tersebut tak mengungkap lagu macam apa yang dipersembahkan Kahai pada Firaun. Namun, dari prasasti lain, ilmuwan menduga lagu-lagu yang dinyanyikan penuh dengan keceriaan, tentang kenikmatan hidup. Tak jauh beda dari tema masa kini. "Ada lagu yang mendorong orang untuk makan, minum dan bergembira," kata Lashien.
Kahai memang punya jabatan tinggi, namun hidupnya tak lepas dari tragedi. Peneliti menemukan lukisan yang menggambarkan Kahai harus menguburkan anaknya yang sudah dewasa bernama Nefer.
Juga digambarkan anak-anak kecil yang ditinggalkan Nefer, juga istrinya yang dalam kondisi hamil ketika ia meninggal.
Makam tersebut punya 5 pintu palsu -- untuk memastikan para mendiang tetap 'nyaman'. "Makanan akan diletakkan di depan pintu palsu, sebagai sesaji. Ka atau arwah mereka yang meninggal diyakini bisa keluar lewat pintu palsu dan menikmati sesaji yang dipersembahkan," kata Lashien. (Ein/Yus)