Tutup Lokalisasi, Jambi Belajar dari Surabaya

Penutupan lokalisasi Dolly di Kota Surabaya menjadi model di daerah lain di Indonesia, salah satunya Kota Jambi.

oleh Liputan6 diperbarui 11 Sep 2014, 17:00 WIB
Diterbitkan 11 Sep 2014, 17:00 WIB
dolly
Meski telah ditutup, wisma di Gang Dolly tetap terima tamu (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Jakarta Penutupan lokalisasi Dolly di Kota Surabaya menjadi model di daerah lain di Indonesia, salah satunya Kota Jambi. Kesuksesan itu hasil kerjasama antara Kementerian Sosial dengan Pemerintah Daerah Provinsi dan Kota Surabaya.

"Kesuksesan Kementerian Sosial (Kemensos) bersama Walikota Surabaya menutup lokalisasi Dolly mendorong kami untuk benchmarking ke sini, ” kata Wali Kota Jambi, Syarif Fasha sebelum bertemu dengan Dirjen Rehabilitas Sosial, Samsudi, di Kantor Kemensos, Salemba, Jakarta, Kamis (11/09/2014).

Penutupan lokalisasi membutuhkan waktu dan profesionalitas dalam pelaksanaannya. Sebab, harus merubah mental para wanita pekerja seks komersial (PSK)  dengan membina dan pemberdayaaan. Lokalisasi di Kota Jambi terdapat di Payo Sigadung dan Langit Biru.

“Pada 15 September 2014 akan dideklarasikan pendahuluan untuk penutupan di lokalisasi tersebut yang dihuni 600 WTS yang berasal dari berbagai daerah, ” tandas Syarif.

Dirjen Rehabilitas Sosial, Samsudi mengatakan, upaya Pemerintah Kota (Pemkot) Jambi patut diapresiasi, terlebih setelah ada Peraturan Daerah (Perda) tentang penutupan lokalisasi tersebut dan atas hasil kajian dari tim terpadu yang melibatkan berbagai unsur terkait.

“Kemensos memiliki model untuk penanggulangan lokalisasi yaitu dengan pendekatan panti di dalamnya ada pelatihan keterampilan dan non panti yang bermitra dengan kelembagaan lokal, ” ujarnya.

Sebagai bentuk dukungan untuk penutupan lokalisasi dan inisiasi bisa dilakukan oleh Menteri Sosial seperti di lokalisasi Dolly. Selain itu, juga akan dilakukan berbagi tugas secara proporsional dan saling menguntungkan terkait pemulangan, jaminan hidup, biaya hidup serta pengembangan potensi untuk beralih profesi.

“Kemensos mendukung bila kelak lahan tersebut bisa digunakan untuk kepentingan pendidikan ataupun sarana lainnya, seperti pusat kajian keilmuan dan keagamaan, serta praktik peserta didik dari berbagai sekolah, ” terangnya.

Sementara itu, Direktur Rehabilitasi Tuna Sosial, Sonny Manalu mengatakan, bahwa kedatangan Wali Kota Jambi sebagai kelanjutan dari pertemuan untuk membahas rencana penutupan lokalilasi tersebut.

Persoalan penanganan masalah prostitusi termasuk kategori masalah kesejahteraan sosial. Di Indonesia jumlah lokalisasi masih banyak dengan jumlah WTS lebih dari 10.000 orang yang terbagi dalam beberapa kelas pelayanan bagi para pelanggannya.

Hasil penelitian Kemensos, 80 persen PSK mengidap penyakit seksual menular, 35 persen terinfeksi HIV, serta penyakit lainnya. Namun, dampak buruk yang mencengangkan adalah kondisi anak-anak usia dini (5-8 tahun) sudah diperkenalkan dengan praktek ‘hubungan’ orang dewasa, seperti kasus di lokalisasi Dolly.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya