Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi tak menampik apabila pengawasan dalam pemberian antibiotik oleh tenaga kesehatan atau kefarmasian masih lemah. Namun, masalahnya banyak masyarakat yang sering minta dan kemudian diberikan apoteker tanpa melihat adanya resep atau tidak.
"Apotekernya yang salah jika memberikan antibiotik tanpa melihat resep. Kami imbau betul jajaran kesehatan, farmasi untuk menaati aturan yang ada bahwa memberikan antibiotika hanya pada tempatnya," kata Menkes saat ditanyai wartawan di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Selasa (23/9/2014).
Tapi disamping itu, menkes melanjutkan, ada juga yang termasuk kejahatan. Pabrik obat yang memberikan obat dibawah dosis atau pembuatan antibiotik yang tidak memenuhi syarat dan menjualnya saat ini marak beredar di pasar.
Baca Juga
"Antibiotik palsu ini banyak dilaporkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dikatakan antibiotik padahal tidak. Saya minta masyarakat tidak mentolerir dan hati-hati karena memabahayakan," ujar Menkes.
Advertisement
Menkes menerangkan, pemberian antibiotika seperti amoksisilin hanya boleh diberikan jika seseorang menunjukkan resep dokter. Dokter pun harus memberikan antibiotika sesuai dengan penyakitnya dan dalam dosis yang efektif.
"Saat ini kita punya laporan 2010 mengenai resistensi antibiotik tapi masih kurang. Kita sudah bentuk tim atau komite agar menangani lebih intensif dan kami akan umumkan dalam waktu dekat. Kami juga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk menjaga disiplin demi keselamatan rakyat," jelasnya.
Menkes menambahkan, masalah antibiotik ini terkait dengan integritas apoteker sehingga mereka harus bisa membedakan mana obat yang bisa dijual bebas,obat dengan resep, atau obat yang harus melalui uji khusus. "Sayangnya, ini semua banyak dilanggar. Kadang apoteker tidak ada di tempat, kemudian pemberian obat diserahkan oleh keluarga yang jaga. Itu sangat menyedihkan."