Harapan Ibu Seorang Anak Autis kepada Pemerintah Indonesia

Entah harapan atau mimpi, seorang ibu dari anak autis ingin negara yang dia cintai, Indonesia, ramah pada anak-anak berkebutuhan khusus.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 17 Jul 2017, 17:30 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2017, 17:30 WIB
anak autis
Entah harapan atau mimpi, seorang ibu dari anak autis ingin negara yang dia cintai, Indonesia, ramah pada anak-anak berkebutuhan khusus.

Liputan6.com, Jakarta Entah harapan atau mimpi, Tjut Sandy Ela Novamia, ibu dari anak autis, ingin negara yang dia cintai, Indonesia, ramah pada anak-anak berkebutuhan khusus, mulai dari pemerintah hingga masyarakat.

Tjut membayangkan suatu hari nanti Indonesia bisa seperti Malaysia atau Singapura yang pemerintahnya 1000 persen--bukan lagi 100 persen--ramah pada anak berkebutuhan khusus, termasuk autis.

"Enggak usah jauh-jauh melihat ke Amerika Serikat atau Inggris. Singapura misalnya mereka sudah mempekerjakan pegawai berkebutuhan khusus, sudah ada kafe dengan pegawai berkebutuhan khusus," kata Tjut.

"Bahkan Malaysia itu jadi acuan negara-negara ASEAN untuk ilmu pengetahuan anak-anak berkebutuhan khusus. Mereka punya boarding house untuk anak berkebutuhan khusus, building terpadu, dokter-dokter belajar ilmu paling terkini tentang kondisi ini," katanya saat dihubungi Health-Liputan6.com pada Senin (17/7/2017).

Dia juga membayangkan Indonesia bakal seperti Jepang yang pemerintahnya peduli pada anak berkebutuhan khusus. Tak hanya para guru di sekolah, bahkan sopir di sana pun mengetahui cara memperlakukan anak spesial ini.

Harapan muncul ketika Joko Widodo menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta mencanangkan Jakarta Ramah Anak Autisme beberapa waktu lalu. Saat itu, Tjut membayangkan akan bisa melepas putra ketiganya yang menyandang autis ke tempat publik. Namun, kini seolah harapan itu pupus.

"Jakarta Ramah Anak Autisme, saya membayangkan orangtua bisa lebih rileks melepas anak berkebutuhan khusus di Jakarta. Nyatanya, beberapa waktu belakangan anak-anak autisme ditangkap satpam di beberapa mal. Kenapa? Karena dituduh mencuri. Padahal, kalau satpam paham, dia anak-anak autis tidak akan dituduh mencuri," cerita Tjut. 

Bagi Tjut, pujian terhadap prestasi yang ditorehkan anak-anak berkebutuhan khusus oleh pemerintah tidaklah cukup. "Beberapa kali saya (atas nama sebuah komunitas peduli autis) diundang ke istana negara. Memperlihatkan karya anak-anak ini entah lukisan, menari, atau lainnya. Dipuji, 'Wah hebat, ya'. So what's next?" katanya

Tjut tidak akan melepaskan buah hatinya sembarangan karena menurutnya, Indonesia--termasuk Jakarta--belum ramah pada anak autis. Jika pun dilepas, anak tetap harus dalam pemantauan.

Menurutnya, entah kapan Indonesia, terutama pemerintah akan nyata peduli pada anak-anak berkebutuhan khusus. "Mungkin kalau saya sudah meninggal," pungkasnya.

Harapan selalu ada, semoga saja Indonesia bisa ramah terhadap anak-anak berkebutuhan khusus termasuk autis. 

Saksikan juga video menarik berikut:

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya