Liputan6.com, Jakarta Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), kematian akibat resistensi antibiotik mencapai 700.000 pada 2014. Hal ini terjadi akibat penggunaan antiobiotik tidak secara tepat. Jika hal ini dibiarkan, WHO memprediksi kematian akibat resistensi antibiotik akan terus meningkat. Pada 2050, kematian akibat resistensi antibiotik bisa mencapai 10 juta jiwa pertahun.
"Jika hal ini dibiarkan, tidak hanya merugikan dari segi kesehatan, tapi juga ekonomi. Diperkirakan total biaya yang dikeluarkan bisa mencapai seratus triliun dollar. Selain dampak ekonomi, ketahanan pangan dan pembangunan global, termasuk membebani keuangan negara," ucap Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt, Ph.D pada Selasa (14/11/2017) di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan.
Baca Juga
Untuk itu, Linda menekankan pentingnya pengendalian kasus retensi antibiotik. Dia mengatakan, untuk mengendalikan hal ini diperlukan kerjasama semua pihak, termasuk masyarakat.
Advertisement
"Masyarakat dapat mengurangi dampak dan membatasi penyebaran resistensi antibiotik. Caranya dengan menggunakan antibiotik secara rasional," lanjut dia.
Linda menyebutkan, penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan resistensi antibiotik. Hal ini akan membuat pengobatan pasien terhambat karena sulitnya menemukan antibiotik yang dapat menangkal penyakit tersebut.
Â
Saksikan video menarik berikut :
Â
Rencana aksi pengendalian resistensi antibiotik
Mengingat buruknya dampak yang ditimbulkan dari resistensi antibiotik ini, perlu dilakukan upaya yang sistematis untuk mengatasinya. Hal ini tidak hanya berlaku di Indonesia, melainkan juga di seluruh dunia.
"Pada pertemuan World Health Asembly (WHA) ke-68 tahun 2015 telah disepakati oleh negara anggota WHO, resolusi tentang Global Action Plan on Antimicrobial Resistance sebagai upaya pengendalian resistensi antimikroba," papar Linda.
Dia mengatakan, seluruh negara anggota WHO telah sepakat untuk menyusun rencana aksi nasional pengendalian resistensi antimikroba masing-masing sebagai tindak lanjutnya.
Indonesia sebagai salah satu anggota negara WHO pun telah menyelesaikan rencana aksi nasional tersebut pada Mei 2017.
"Penyusunan ini melibatkan multisektor di luar Kementerian Kesehatan, melalui pendekatan One Health, yaitu secara satu kesatuan dan impulsif," lanjut dia.
Advertisement
Lima langkah aksi pengendalian resistensi antibiotik
Berikut ini lima langkah yang akan ditempuh dalam rencana aksi nasional pengendalian resistensi antimikroba.
1. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap pengendalian resistensi antimikroba melalui komunikasi, pendidikan dan pelatihan yang efektif.
2. Meningkatkan pengetahuan dan data melalui surveilans dan penelitian.
3. Menurunkan insiden infeksi melalui sanitasi, higiene dan pencegahan pengendalian infeksi yang efektif.
4. Mengoptimalkan penggunaan antimikroba secara bijak pada manusia dan hewan.
5. Membangun investasi penemuan obat, alat diagnostik dan vaksin baru untuk menurunkan penggunaan antimikroba.
Linda berharap, dengan disusunnya rencana aksi nasional ini, resistensi antimikroba di Indonesia dapat terkendali dan hal ini berkontribusi pada upaya pengendalian di tingkat Nasional maupun global.