Kasus Difteri Meningkat, Menkes Ingatkan Pentingnya Imunisasi

Menjalankan program imunisasi dasar lengkap bisa melindungi diri dan lingkungan dari beberapa penyakit, termasuk difteri.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 05 Des 2017, 10:00 WIB
Diterbitkan 05 Des 2017, 10:00 WIB
difteri-sakit-130926c.jpg
Difteri

Liputan6.com, Jakarta Dari Januari hingga November 2017, sudah ada 19 provinsi yang melaporkan kasus difteri ke Kementerian Kesehatan RI. Terkait hal ini, Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek mengatakan jajarannya telah melakukan upaya.

"Difteri sudah kami atasi ya, tentu dengan P2P (Pencegahan dan Pengendalian Penyakit). Kami telah melakukan mapping. Jadi, hari ini kami sudah atasi," kata Nila di sela-sela Akselerasi Menuju Indonesia Bebas TB di Jakarta Pusat pada Senin (4/12/2017).

Nila juga mengatakan munculnya kasus difteri di beberapa daerah terkait dengan imunisasi yang tidak lengkap. Penolakan imunisasi membuat capaiannya tidak sampai 95 persen. Hal tersebut meningkatkan risiko terkena difteri.

"Ini satu bukti. Memang betul, kalau tidak mencapai 95 persen bisa terkena (difteri)," kata Nila lagi.

Bila semua masyarakat mendukung imunisasi, termasuk difteri, bisa melindungi bukan hanya dirinya tapi juga orang lain terkena penyakit tersebut.

"Imunisasi itu pencegahan. Dan tentu harus tahu, melakukan imunisasi itu untuk menolong yang lain juga, bukan hanya diri sendiri," tegas Nila.

 

 

Saksikan juga video menarik berikut:

 

 


Difteri penyakit menular

Difteri merupakan penyakit menular yang disebabkan kuman Corynebacterium diptheriae. Umumnya terjadi pada anak usia 5-9 tahun. 

Gejala difteri adalah demam tidak begitu tinggi (sekitar 38 derajat Celcius), munculnya pseudomembran atau selaput di tenggorokan berwarna putih keabu-abuan yang mudah berdarah jika dilepaskan. Lalu, sakit saat menelan dan kadang2 disertai pembesaran kelenjar getah bening leher serta pembengakan jaringan lunak leher yang disebut bullneck.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya