Agar Bisa Sekolah, Anak-Anak SD di Sulsel Bertaruh Nyawa Menyeberangi Sungai Berarus Deras

Demi capai sekolah, anak-anak di Desa Bonto Matinggi harus menyeberang sungai dengan arus yang cukup deras, apalagi saat musim hujan tiba.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 02 Mei 2018, 10:45 WIB
Diterbitkan 02 Mei 2018, 10:45 WIB
Sekolah
Anak-anak di Desa Bonto Matinggi harus menyeberang sungai dengan arus yang deras demi mencapai sekolah. (Komisi Perlindungan Anak Indonesia)

Liputan6.com, Jakarta Demi mencapai sekolah, puluhan anak yang tinggal di Desa Bonto Matinggi, Kecamatan Tompo Bulu, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, harus berjuang menyeberangi sungai dengan arus yang cukup deras. Mereka menyeberangi sungai kala berangkat dan pulang sekolah setiap hari.

Jika musim hujan, air sungai naik dan arusnya semakin deras. Kondisi ini kerap membahayakan nyawa anak-anak yang menyeberang untuk bersekolah.

Perjuangan anak-anak menuju sekolah itu ditindaklanjuti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). KPAI berkoordinasi dengan Asisten Deputi Bidang Pendidikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA), Elvi Hendrani. KPPPA menurunkan tim sebanyak lima orang untuk melakukan peninjauan pada 27-29 April 2018. Tim termasuk dua fasilitator Sekolah Ramah Anak (SRA) di Maros dan Makassar.

Hasil dari peninjauan, jumlah anak yang setiap hari menyeberangi sungai untuk bersekolah mencapai lebih dari 30 anak. Mereka terdiri atas siswa SD dan SMP. Adapun SD terdekat dari desa, yakni SDN 30 Inpres Gantarang, Desa Bonto Matinggi, Kecamatan Tompo Bulu, yang berjarak sekitar 3 kilometer dari pinggir sungai. Jarak SD yang cukup jauh juga tidak diimbangi dengan kondisi gedung SD.

"Gedung SD negeri ini memprihatinkan. Ada dua ruang kelas yang rusak, tapi tak kunjung mendapat bantuan perbaikan. Padahal, sudah cukup lama rusaknya. Anak-anak yang sempat kami wawancarai juga menyampaikan rasa takutnya setiap kali akan menyeberang sungai. Apalagi jika air sedang tinggi dan arus cukup deras.

Mereka harus naik ban, yang di atasnya diberi papan. Lalu mereka duduk di atas papan itu, ban akan ditarik oleh anak lain di seberang sungai," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti kepada Health Liputan6.com dalam pesan WhatsApp, ditulis Rabu (2/5/2018).

Ketika air sungai agak surut, anak-anak bisa menyeberangi pinggiran bendungan, yang ada di sungai tersebut. Lebar pinggiran bendungan sekitar 40 cm dan panjang 130 meter. Untuk menyeberang di pinggir bendungan juga harus hati-hati, arusnya terasa cukup deras dan butuh keseimbangan badan.

 

 

Simak video menarik berikut ini:

Terjatuh saat menyeberang

Sekolah
Para ibu juga ada yang mengaku terjatuh di pinggiran bendungan saat mengantar anaknya pergi sekolah. (Komisi Perlindungan Anak Indonesia)

Cerita pilu ikut diungkapkan beberapa orangtua siswa. Ada orangtua siswa yang mengaku pernah terjatuh saat menyeberang saat berjalan di pinggir bendungan dan terbawa arus. Padahal, sungainya penuh dengan batu-batu.

"Ini karena anak-anak yang rata-rata masih SD diantar ibunya pergi ke sekolah. Para ibu khawatir soal keselamatan anak-anaknya saat menyeberang sungai tersebut," Retno menambahkan.

Di lokasi ditemukan pondasi jembatan di kedua sisi sungai. Ternyata pondasi itu dibangun sejak 2015, tapi tidak dilanjutkan lagi hingga 2018. Hal ini membuat pembangunan jembatan penyebarangan tidak rampung sepenuhnya sampai sekarang.

Menurut pemerintah kabupaten, pihak desa tidak pernah melaporkan, permasalahan pembangunan jembatan yang belum rampung tersebut. Pemerintah daerah setempat juga tidak mengetahui, anak-anak sekolah harus bertaruh nyawa saat berangkat ke sekolah setiap harinya.

Bangun jembatan sementara

Ilustrasi uang (iStock)
Bangun jembatan sementara dari dana masyarakat yang terkumpul. (iStock)

Untuk memastikan perlindungan dan keselamatan anak-anak di Desa Bonto Matinggi, KPAI mendorong Pemda Maros menyetujui pembangunan jembatan sementara. Jembatan sementara bisa menggunakan bambu yang tersedia di Desa Bonto Matinggi. Upaya ini dilakukan sembari menunggu keberlanjutan pembangunan jembatan.

"Ini terkait dengan dana yang sudah dianggarkan sebesar Rp 350 juta, yang masuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) perubahan tahun 2018. Proses pembahasan perubahan ini masih memakan waktu lama," Retno menjelaskan.

Pembiayaan pembuatan jembatan sementara bisa diambil dari sebagian hasil sumbangan masyarakat yang sudah terkumpul. Ada sumbangan dari masyarakat untuk mendukung pembangunan jembatan.

KPAI mendorong KPPPA untuk terus berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten, terutama Dinas PPA Kabupaten Maros dalam upaya mengawal pembangunan jembatan penyeberangan di desa sampai tuntas.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya