Liputan6.com, Jakarta Kesehatan menjadi salah satu faktor utama dalam pelaksanaan haji. Untuk mencegah terjadi masalah kesehatan yang tidak diinginkan saat pelaksanaannya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI sediakan obat sebanyak 70 ton.
“Kemenkes bawa 70 ton semua obat-obatan yang dibutuhkan oleh jemaah haji. Semua penyakit-penyakit kita bawa obatnya, kita punya,” kata Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes Eka Jusup Singka pada temu media di Gedung Kemenkes, Jumat (6/7/2018).
Baca Juga
Dari 70 ton obat itu, yang paling banyak adalah obat-obat infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), obat batuk, flu, jantung, hipertensi, termasuk obat-obat untuk pengganti cairan karena suhu di sana panas.
Advertisement
Sementara itu, penyakit yang paling dikhawatirkan pada pelaksanaan haji tahun ini adalah heatstroke. Eka mengatakan penyakit tersebut kemungkinan terjadi karena suhu yang tinggi, termasuk juga Mers-CoV yang penularannya melalui unta.
“Prediksi yang kita khawatirkan adalah heatstroke. Stroke akibat panas. Cuaca panas tahun lalu 53 derajat Celsius. Tahun ini kemungkinan sama,” kata Eka.
Selain itu, penyakit yang paling banyak pada pelaksanaan haji tahun lalu adalah batuk-batuk, ISPA, flu dengan pasien rawat jalan. Ada pula pasien rawat inap dengan kebanyakan penyakit gangguan pernapasan seperti pneumonia. Sementara untuk penyakit penyebab kematian adalah jantung dan ISPA.
Eka mengatakan, tim Kemenkes akan mewaspadai penyakit-penyakit tersebut selama pelaksanaan haji di sana. Selain 70 ton obat yang disediakan, Kemenkes juga menyiagakan dokter umum, dokter spesialis, dan tim kesehatan.
“Kami menyiapkan dokter jantung 5 orang, dokter jiwa 6 orang, dokter paru 6 orang, dokter spesialis penerbangan 1 orang, dokter bedah 2 orang, anestesi 2 orang, dan dokter umum banyak, ditambah tim promotif, preventif, dan tim gerak cepat,” ucap Eka.
Bagi jemaah haji yang sakit, Kemenkes telah mengaturnya melalui kerja sama antara ketua regu, dan ketua rombongan. Satu regu terdiri dari sekitar 10 orang. Ketua regu, kata Eka, dimanfaatkan menjadi agen kesehatan supaya bisa menasihati jemaah agar menjaga kesehetan dan memahami kondisi tubuhnya masing-masing.
Eka menjelaskan Kemenkes hanya bisa melakukan upaya-upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Diharapkan ketika pelaksanaannya di sana tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Terlebih saat ini jemaah haji kebanyakan manula berusia 50 tahun ke atas, lebih dari 70 persen, mereka diharapkan dapat mengenali sendiri kondisinya.
“Kita sama-sama bekerja keras bagaimana melayani dengan baik. Jadi (kepada jemaah haji) jangan melakukan kegiatan yang tidak penting jadi fokus saja ibadah,” tegas Eka.