Kasus Justice for Audrey, Penjara Belum Tentu Berdampak Baik bagi Pelaku

Penjara bagi pelaku kekerasan Justice for Audrey, di sisi lain, ditakutkan membuat sifat anak menjadi lebih buruk daripada sebelumnya

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 11 Apr 2019, 12:00 WIB
Diterbitkan 11 Apr 2019, 12:00 WIB
Justice For Audrey
Animasi Justice For Audrey, media seni untuk menuntut keadilan bagi korban bully di Pontianak, Kalimantan Barat. (dok. Instagram @fadelfdil/https://www.instagram.com/p/BwCsFWpAZIM/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Jakarta Penyelesaian kasus kekerasan terhadap siswi SMP yang viral lantaran tagar Justice for Audrey dengan perdamaian dirasa bukan solusi terbaik. Namun di sisi lain, hukuman penjara anak bagi pelaku yang juga berstatus pelajar belum tentu membuat mereka menjadi orang yang lebih baik.

"Penjara anak itu sekarang harusnya memperbaiki akhlak. Tapi banyak dari mereka keluar malah lebih bengal daripada sebelumnya," kata psikolog sosial Ratna Djuwita saat dihubungi Health Liputan6.com, ditulis Rabu (11/4/2019).

Ratna mengerti mengapa banyak orangtua saat ini takut apabila anaknya harus berhadapan dengan hukum dan harus masuk penjara. Hal ini karena tempat tersebut dirasa akan memperburuk sifat putra putrinya.

"Yang tadinya hanya kekerasan, keluar bisa jadi bandar narkoba. Jadi kan ini pekerjaan rumah kita berat," ujar psikolog yang juga mengajar di Fakultasi Psikologi Universitas Indonesia ini.

Menurut Ratna, kondisi semacam ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat agar selain konsisten menjalankan hukum, juga tetap memperhatikan kondisi pemulihan pelaku anak itu sendiri.

Ratna juga menegaskan bahwa baik pelaku maupun korban bullying atau tindak kekerasan sama-sama harus mendapatkan pemulihan atau konseling psikologis secara profesional serta ditangani dengan baik.

 

Saksikan juga video menarik berikut ini:

Penyelesaian Bersifat Pemulihan

Bullying Penindasan dan Kekerasan
Ilustrasi Foto Bullying (iStockphoto)

Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyatakan bahwa dalam penyelesaian kasus ini, negara sudah memiliki acuan mengenai Undang-Undang Sistem Peradilan Anak nomor 11 tahun 2012. Komisioner KPAI Bidang Kesehatan, Sitti Hikmawatty mengatakan, sistem ini lebih mengarah pada pemulihan, bukan sekadar hukuman.

Dalam kategori kasus anak berkonflik dengan hukum, ada tiga klasifikasi yaitu anak sebagai korban, pelaku, dan saksi. Sitti mengatakan bahwa ketiganya secara komprehensif sudah diatur dalam sistem peradilan anak, termasuk apa yang harus dilakukan.

"Termasuk penahanan, pola pengambilan keputusan hakim, dan seterusnya," kata Sitti ditemui secara terpisah di kantor KPAI, Jakarta.

"Jadi semangat dari sistem peradilan pidana pada anak adalah semangat pemulihan, untuk memperbaiki," tegasnya.

 

Kabar Terbaru AY

[Fimela] Ivan Seventeen jenguk Audrey
Ivan Seventeen jenguk Audrey

Kabar terbaru menyebutkan bahwa hasil visum menunjukkan tidak ada luka di area kewanitaan. Ini berbeda dengan informasi yang beredar di media sosial beberapa waktu lalu dan menjadi pemicu kemarahan warganet.

"Hasil visumnya sudah keluar, tidak seperti yang viral di luar. Artinya, di area kewanitaan korban itu tidak ada yang aneh, normal, tidak ada luka," ujar Kepala Bidang Humas Polda Kalimantan Barat AKBP Donny Charles Go seperti diberitakan News Liputan6.com, Jakarta, Rabu (10/4/2019).

Donny menuturkan, Kapolda Kalimantan Barat Irjen Didi Haryono baru saja menjenguk Audrey yang masih dirawat di rumah sakit. Secara fisik, kondisi gadis berusia 14 tahun itu berangsur membaik.

"Tadi Kapolda Kalbar sempat menjenguk, setelah beliau keluar menjelaskan bahwa secara fisik, beliau lihat korban normal. Tapi kalau secara psikis, Pak Kapolda tidak bisa jelaskan, karena yang bisa jelaskan itu ahlinya," ucapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya