3 Upaya Dinkes DKI Jakarta Cegah Penyakit Akibat Polusi Udara

Dinas Kesehatan DKI Jakarta mengatakan, setidaknya ada tiga aspek upaya pengurangan prevalensi penyakit yang timbul akibat polusi udara

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 01 Jul 2019, 14:00 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2019, 14:00 WIB
Jakarta Diselimuti Kabut
Kabut tipis menyelimuti udara di salah satu sudut kota Jakarta, Selasa (10/7). Tingkat polusi di Jakarta masuk dalam kategori tidak sehat sehingga menyebabkan pemandangan menjadi berkabut dan mengancam kesehatan pernapasan. (Merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta telah melakukan upaya pencegahan penyakit yang timbul akibat polusi udara. Ini adalah tindak lanjut dari laporan yang menyebutkan bahwa kualitas udara di Jakarta termasuk yang terburuk di seluruh dunia.

"Kami berusaha mencakup tiga area utama yaitu faktor gaya hidup, faktor lingkungan, dan faktor pelayanan kesehatan," kata Dwi Oktavia, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes DKI Jakarta seperti dikutip dari Antara pada Senin (1/7/2019).

Promosi gaya hidup bersih dan sehat dinilai Dinkes Jakarta mampu menurunkan risiko penyakit akibat polusi udara. Misalnya dengan perubahan perilaku dan menanamkan kebiasaan seperti makan sehat, berhenti merokok, olahraga, dan manajemen stres.

Dari aspek lingkungan, Dwi menyoroti perlunya modifikasi lingkungan. Termasuk lewat pengurangan emisi gas.

Sementara itu, dari sisi layanan kesehatan, Dinkes DKI Jakarta terus mendorong rumah sakit dan puskesmas untuk meningkatkan kualitas layanan mereka dengan tata kelola pasien.

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

Bukan Hanya Pekerjaan DKI Jakarta Saja

Ilustrasi polusi udara
Ilustrasi polusi udara (iStock)

Pekerjaan tersebut dirasa bukan hanya untuk pemerintah Ibukota saja. Dwi mengatakan, beberapa kawasan industri yang ada di sekitar Jakarta juga harus berperan untuk mengatasi masalah ini.

Selain itu, aspek tersulit berasal dari intervensi lingkungan

"PM2.5 punya partikel yang sangat kecil yang bisa terhirup masuk ke saluran pernapasan dengan adanya perubahan arah angin," kata Dwi menambahkan.

Untuk penanggulangan terkait penyakit terkait polusi, Dwi mengatakan bahwa negara punya peran menyiapkan cakupan kesehatan semesta atau universal coverage seperti BPJS Kesehatan.

"Sebagian warga Jakarta sudah mempunyai BPJS, sehingga seharusnya tidak lagi mengalami kesulitan dalam berobat," tambahnya.

Polusi Udara Tingkatkan Risiko Kematian

Polusi Udara di Jakarta
Asap knalpot dari angkutan umum yang meintas di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Selasa (12/3). Rata-rata harian kualitas udara di Jakarta dengan indikator PM 2.5 pada 2018 adalah 45,3 mikrogram per meter kubik udara. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, masyarakat dihebohkan dengan buruknya indeks kualitas udara di Jakarta yang dimuat dalam laman pemantau AirVisual. Berdasarkan akses pada Senin pukul 10.49, indeks kualitas udara mencapai angka 178 atau berada dalam kategori tidak sehat.

Laporan State of Global Air 2019 menyatakan, polusi udara menyumbang 41 persen kematian global akibat penyakit paru obstruktif kronik, 20 persen diabetes tipe 2, 19 persen kanker paru-paru, dan 11 persen kematian akibat stroke.

Selain itu, Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan, efek gabungan dari polusi udara dan rumah tangga menyebabkan sekitar 7 juta kematian dini di seluruh planet setiap tahunnya. Sebagian besar akibat meningkatnya kematian karena stroke, penyakit jantung, penyakit paru obstruktif kronik, kanker paru-paru, dan infeksi saluran pernapasan akut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya