Selamatkan Populasi Ikan Belida dengan Jaga Kebersihan Sungai

Populasi ikan belida, yang dikenal sebagai bahan pembuat pempek semakin menurun.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 04 Agu 2019, 08:00 WIB
Diterbitkan 04 Agu 2019, 08:00 WIB
Ikan
FAO dan KKP mengajak masyarakat menjaga habitat sungai Kampar melalui acara Bersih Sungai dan pelatihan budidaya pada Sabtu (27/7/2019) di Desa Pulau Terap, kecamatan Kuok, Kabupaten Kampar Riau. (Dok FAO Indonesia)

Liputan6.com, Riau Serupa dengan sungai-sungai lain yang berada di kota besar yang padat, Sungai Kampar di Kabupaten Kampar, Riau, habitat ikan air tawar hidup juga mengalami sederet degradasi kualitas lingkungan. Sebut saja masalah pencemaran, baik dari aktivitas domestik, industri, peternakan, perkebunan, pertanian, hutan tanaman industri, perikanan dan pertambangan.

Padahal, Sungai Kampar dimanfaatkan masyarakat dalam roda perekonomian sehari-hari. Ikan belida (Chitala lopis) menjadi salah satu produksi ikan asli Indonesia yang memiliki nilai ekonomis dan budaya. Habitat asli ikan ini berada di Sungai Kampar.

Popularitas ikan belida pun telah dikenal sebagai bahan utama pembuat pempek. Kita mungkin tahu biasanya bahan pembuat pempek adalah ikan tenggiri. Faktanya, ikan belida termasuk ikan asli yang paling cocok dijadikan pempek nan lezat.

Sayangnya, kehadiran ikan belida dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Dari jurnal berjudul Pengelolaan Sumber Daya Ikan Belida (Chitala lopis) di Sungai Kampar, Provinsi Riau yang dipublikasikan di Researchgate pada Februari 2017, aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan dan perubahan kondisi lingkungan perairan menyebabkan kelestarian jenis ikan ini menjadi terancam.

"Hal ini secara jelas terlihat dari produksi tahunan ikan belida yang terus menurun, baik di tingkat nasional maupun di Sungai Kampar, Provinsi Riau. Di Sungai Kampar, semua jenis  ikan belida tersedia. Ikan belida di Sungai kampar teridentifikasi memiliki beberapa variasi bentuk dan spesifik," tulis Arif Wibowo, peneliti Institute for Inland Fisheries Indonesia dalam jurnalnya.

Produksi tahunan ikan belida di Sungai Kampar tergolong tinggi tapi terjadi penurunan drastis. Upaya konservasi dan pengelolaan sumber daya ikan belida di Sungai Kampar sangat diperlukan dan menjadi sesuatu yang mendesak demi kelestarian jenis ikan ini. Dalam hal ini, upaya tidak hanya mempertahankan kelestarian sumber daya, melainkan memaksimalkan manfaat ekonomi dari ikan belida.

Simak Video Menarik Berikut Ini:

Sadar Kebersihan Sungai

Ikan
FAO dan KKP mengajak masyarakat menjaga habitat sungai Kampar melalui acara Bersih Sungai dan pelatihan budidaya pada Sabtu (27/7/2019) di Desa Pulau Terap, kecamatan Kuok, Kabupaten Kampar Riau. (Dok FAO Indonesia)

Demi menjaga Sungai Kampar, yang merupakan habitat asli ikan belida, upaya pelestarian perairan darat ini terus dilakukan. Kampar pun menjadi salah satu lokasi pengembangan proyek I-FISH, yakni proyek kerjasama Organisasi Pangan Dunia (FAO) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam pengarusutamaan keanekaragaman hayati perairan darat.

Sadar kebersihan sungai adalah pesan, ajakan sekaligus imbauan kepada pemerintah dan masyarakat agar Sungai Kampar bebas dari pencemaran. Dari keterangan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Sabtu (3/8/2019), gerakan bebas sungai dari pencemaran diharapkan memulihkan kembali ekosistem ikan belida dan ikan jenis lain di Sungai Kampar.

“Kami berharap masyarakat dapat meningkatkan kesadarannya untuk menjaga kebersihan sungai. Kami imbau masyarakat tidak lagi membuang sampah atau polutan lainnya ke sungai untuk menjaga ekosistem perairan sungai.

Dengan gerakan ini diharapkan keanekaragaman hayati dan produktivitas ikan di sungai juga meningkat,” jelas National Project Manager FAO I-FISH, Ateng Supriatna dalam acara 'Bersih Sungai dan Pelatihan Budidaya' pada Sabtu (27/7/2019) di Desa Pulau Terap, Kecamatan Kuok, Kabupaten Kampar, Riau.

Adanya pencemaran dan polutan di sungai bisa membuat ikan endemik mati. Kejadian ikan mati karena pencemaran sungai baru-baru ini terjadi di Inggris. Lebih dari 2.000 ikan mati mengambang akibat sungai tercemar lumpur di River Dulas, dekat Capel Isaac, Carmarthenshire, Inggris.

Berdasarkan Natural Resources Wales (NRW), jumlah ikan yang mati kian bertambah sejak polusi sungai pada 8 Juli 2019. Petugas yang berada di anak sungai dari Sungai Towy ini mengambil sampel dan survei ikan. Kadar amonia dari pembuangan limbah perusahaan menjadi penyebabnya.

Ikan yang berada di sungai, misal trout coklat, bullhead, belut, lamprey, batu loach, ikan kecil dan salmon ikut mati. "Sayangnya, kami dapat mengkonfirmasi bahwa jumlah total ikan yang mati paling banyak ikan endemik (ikan asli). Bahkan pencemaran sungai akan efek berdampak buruk pada tahun-tahun mendatang," kata Ioan Williams dari NRW, dilansir dari Lincoln Shire Report.

Pelatihan Budidaya yang Baik

Ikan
Pelatihan budidaya ikan kerjasama FAO dan KKP di Desa Pulau Terap, kecamatan Kuok, Kabupaten Kampar Riau pada Sabtu (27/7/2019). (Dok FAO Indonesia)

Agar limbah tidak dibuang sembarangan, yang mana mengancam ekosistem Sungai Kampar, pelatihan budidaya menjadi solusi menanamkan kesadaran. Pelatihan budidaya bertujuan  agar limbah budidaya dapat dikelola lebih baik.

Kepala Pusat Riset Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Waluyo Sejati Abutohir menegaskan pembudidaya juga dilatih untuk membangun konstruksi keramba yang baik.

"Mereka akan dilatih memilih bibit yang tersertifikasi dan menggunaan pakan yang baik," ujar Waluyo.

Menurutnya Waluyo, acara 'Bersih Sungai dan Pelatihan Budidaya' yang baik perlu dilakukan untuk mencegah kepunahan ikan endemik--ikan asli yang terdapat di sungai. Tempat hidup ikan-ikan perairan darat juga harus dijaga. Perairan darat di Indonesia belum tergarap dengan baik.

Di sisi lain, Waluyo menjelaskan, degradasi habitat di perairan umum sangat cepat terjadi karena akses masyarakat ke parairan darat cukup mudah. Sungai atau kali mudah diakses masyarakat. Apalagi masyarakat sekitar yang tinggal di pinggiran sungai.

Imbauan tidak membuang sampah sembarangan ke sungai sudah sering disampaikan. Kenyataannya, imbauan hanya sekadar lewat saja. Tumpukan sampah masih saja mencemari sungai.

Di Gresik, Jawa Timur pada laporan 30 Juli 2019, tumpukan sampah popok bayi terlihat mencemari Sungai Brantas. Akibat sampah popok bayi, air sungai semakin keruh dan berbau tidak sedap. Sungguh pemandangan yang miris, terlebih lagi air Sungai Brantas merupakan bahan baku Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) setempat yang menyalurkan air bagi masyarakat di Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo.

Restoking Benih Ikan Belida

Ikan
Pelepasan benih ikan jelawat ke Sungai Kampar di Desa Pulau Terap, kecamatan Kuok, Kabupaten Kampar Riau pada Sabtu (27/7/2019). (Dok FAO Indonesia)

Pengembalian jumlah ikan belida ke Sungai Kampar menjadi fokus FAO dan KKP. Upaya Pilot Project budidaya di Kabupaten Kampar akan dilakukan. Program yang akan berjalan antara lain,  mengurangi tingkat pencemaran, produksi benih belida di balai benih ikan dan restoking benih ikan belida.

Mengutip buku "Pedoman Restoking Jenis Ikan Terancam Punah" yang diterbitkan Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Ditjen Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, KKP tahun 2015, restoking memiliki  kepentingan  khusus  dalam  mempertahankan keanekaragaman hayati (biodiversitas).

Restoking bekerja sepenuhnya dengan ikan liar asli (native wild stock) dari suatu habitat perairan, yang mana sebagian dari  populasinya  diambil  untuk  dipijahkan  dan  anakannya  dikembalikan ke habitat aslinya. Upaya  restoking ini mampu  mempertahankan  keragaman  genetik  plasma nutfah ikan-ikan  asli  tempatan.

Oleh  sebab  itu,  upaya  restoking  sering  ditekankan terhadap  jenis  asli  atau  endemik  yang banyak  mengalami  tekanan  kepunahan, baik disebabkan tangkap berlebihan, degradasi habitat atau kombinasi keduanya.

"Selain restoking, ada juga upaya peningkatan kapasitas kelembagaan pembudidaya dan masyarakat pemanfaat sumberdaya air di sungai, pelatihan akuakultur dengan pendekatan ekosistem, serta percontohan budidaya ikan belida hasil dari balai benih ikan," tambah Waluyo.

Beberapa tahapan umum yang perlu dilakukan dalam melaksanakan restoking di antaranya, populasi jenis  ikan  yang  akan  direstoking diketahui  telah  menurun  drastis. Ini  ditandai dengan rendahnya hasil tangkapan oleh nelayan dan penelitian mengenai populasi. Dalam kasus ikan belida, hasil tangkapan pun menurun. Bahkan sulit diperoleh ikan belida.

Tahap selanjutnya, identifikasi terlebih dahulu penyebab menurunnya populasi jenis ikan yang akan direstoking dan dicari alternatif pemecahannya. Perairan yang akan ditebar memiliki persyaratan fisik-kimiawi dan ketersediaan pakan alami bagi jenis ikan yang direstoking.

Hal ini diukur sebelum dan pada saat pelaksanaan restoking serta dimonitor secara periodik. Dari buku pedoman restoking juga menyebut, upaya pemilihan  jenis  ikan  masih  memiliki  kemurnian genetik, termasuk  langka, berpotensi secara ekonomi dan atau ekologis.

Lepaskan Benih Ikan

Ikan
Pelepasan benih ikan jelawat ke Sungai Kampar di Desa Pulau Terap, kecamatan Kuok, Kabupaten Kampar Riau pada Sabtu (27/7/2019). (Dok FAO Indonesia)

Di Sungai Kampar rupanya bukan hanya populasi ikan belida yang mengalami penurunan. Ikan jelawat yang juga ikan endemi Sungai Kampar juga menurun. Untuk menjaga habitat sungai sekaligus menumbuhkan populasi ikan jelawat, restocking ikan jelawat yang dihasilkan dari Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

"Jika tidak segera dilakukan tindakan pencegahan, maka ikan-ikan endemik atau ikan lokal ekonomis penting di perairan darat akan terancam punah. Keadaan ikan endemik ini sangat mengkhawatirkan. Kalau tidak segera dilakukan tindakan baik besar maupun kecil, ada kekhawatiran hilangnya ikan endemik di setiap daerah,” jelas Waluyo.

KKP melepaskan 50 ribu bibit ikan jelawat ke Sungai Kampar.

“Memang diperlukan upaya agar populasinya pulih kembali agar dapat dimanfaatkan kembali oleh masyarakat.  Karena pertumbuhannya yang lambat diharapkan  masyarakat dapat menjaga benih yang dilepasliarkan tersebut dalam jangka waktu yang cukup sehingga dapat berkembang dengan baik. Ikan Jelawat dapat dimanfaatkan melalui usaha penangkapan," tutup Waluyo.

Restocking akan membantu mengembalikan sungai ke keadaan alami dan sehat. Sebuah sungai membutuhkan waktu bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun untuk pulih dari pencemaran. Namun, melepaskan benih ikan akan membantu memulihkan ekosistem dan keseimbangan alami yang kompleks.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya