YLKI Tekankan Temuan Obat COVID-19 Harus Utamakan Keamanan Konsumen

Terkait penemuan klaim obat dan herbal COVID-19 oleh para ilmuwan Indonesia, ada beberapa catatan yang ditekankan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

oleh Fitri Syarifah diperbarui 29 Jun 2020, 13:00 WIB
Diterbitkan 29 Jun 2020, 13:00 WIB
BPOM Tarik Peredaran Viostin DS dan Enzyplex
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan ada beberapa catatan mengenai (Liputan6.com/Arya Manggala)

Liputan6.com, Jakarta Terkait penemuan klaim obat dan herbal COVID-19 oleh para ilmuwan Indonesia, patut diapresiasi dan didorong keberhasilannya. Namun, ada beberapa catatan yang ditekankan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Seperti disampaikan Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI, bahwa saat ini Indonesia seperti halnya negara lain yang mempertanyakan kapan wabah COVID-19 akan berakhir. Begitu pun, belum ada kejelasan akan obat atau vaksin untuk mencegahnya.

"Situasi dan kondisi kedaruratan (wabah) menjadi spirit dalam hal ini. Namun, kendati dalam situasi kedarutan seperti ini, langkah ekstra hati-hati tetap harus menjadi dasar dalam memutuskan suatu temuan obat. Obat adalah produk yang berisiko tinggi bagi penggunanya. Sebab jangan sampai ada sinyalemen yang ironis: mengatasi masalah dengan masalah," ujar Tulus dalam keterangan pers, Senin (29/6/2020).

Oleh karena itu, lanjut Tulus, upaya menemukan jenis obat apapun atau vaksin dalam upaya penyembuhan dan menghadang COVID-19, harus berbasis keamanan dan keselamatan konsumen sebagai pengguna obat.

"Aspek ini harus menjadi skala prioritas utama dan pertama, tanpa kompromi. Oleh karena itu, ada beberapa catatan krusial untuk mengatasi "kebuntuan" masalah obat COVID-19," katanya.

 

Rekomendasi YLKI:

Ilustrasi obat batuk | pexels.com
Ilustrasi obat | pexels.com

Ia pun merekomendasikan beberapa hal seperti:

1. Lembaga apa pun, termasuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), seyogyanya tidak membuat/mendistribusikan obat apa pun ataupun vaksin, sebelum mendapatkan green light dari lembaga yang punya otoritas di bidang obat-obatan(Badan POM). Sebab, green light Badan POM akan menjadi dasar terhadap aspek yang sangatfundamental, yakni keamanan dan keselamatan pada konsumen dan masyarakat secara keseluruhan.

2. Di tengah situasi darurat, juga harus menggunakan pendekatan darurat, namun tanpa mereduksi aspek yang fundamental itu, yakni keamanan dan keselamatan. Dalam hal ini, Badan POM pun sebaiknya melakukan "relaksasi" dan terobosan dalam perizinan terkait izin produksi dan izin edar suatu jenis obat yang berpretensi untuk menyembuhkan atau meredam COVID-19.

Hal yang sifatnya birokratis, bisadikikis untuk memudahkan proses terwujudnya obat dimaksud; sekali lagi, tanpa mereduksi aspek fundamental bagi perlindungan konsumen. Harus ada aspek new normal terkait perizinan pengurusan obat di saat pandemi;

3. Sangat diperlukan adanya gugus tugas khusus untuk mengakselerasi upaya penemuan obat dan vaksin yang melibatkan multistakeholder secara utuh dan komprehensif, baik sektor kesehatan dan non sektorkesehatan. Egoisme antar lembaga harus ditinggalkan. Spirit menghadang wabah COVID-19 dan perlindungan masyarakat konsumen harus menjadi prioritas pertama dan utama.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya