Obesitas Tingkatkan Risiko Kena Penyakit Ginjal

Ada banyak risiko di balik obesitas, salah satunya penyakit ginjal

oleh Arie Nugraha diperbarui 08 Jul 2020, 07:00 WIB
Diterbitkan 08 Jul 2020, 07:00 WIB
Ilustrasi Badan Gemuk atau Obesitas (iStockphoto)
Ilustrasi Obesitas (iStockphoto)

Liputan6.com, Bandung Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia Jawa Barat Ria Bandiara mengingatkan bahaya obesitas. Selain dapat meningkatkan risiko terkena penyakit diabetes dan jantung, juga penyakit ginjal, salah satunya batu ginjal.

“Kegemukan akan mengakibatkan obesitas, dan obesitas akan mengakibatkan banyak penyakit salah satunya adalah penyakit Ginjal,” ujar Ria dalam keterangan resmi ditulis Sabtu, 4 Juli 2020.

Obesitas membuat ginjal bekerja lebih keras. Yakni menyaring atau memfiltrasi darah lebih banyak (hiperfiltrasi) untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang meningkat. Peningkatan peran fungsi ini sebut Ria, dapat merusak ginjal dan meningkatkan risiko terjadinya penyakit ginjal kronik.

Berdasarkan data tahun 2014 menunjukkan adanya 600 juta usia dewasa dengan obesitas di dunia. Estimasi sampai tahun 2025, orang obesitas ini mencapai 18 persen pada laki-laki dan lebih 21 persen pada wanita di seluruh dunia, dan obesitas berat pada wanita dan pria masing-masing sebanyak 6 persen dan 9 persen. 

“Pada negara tertentu bahkan obesitas mencapai lebih dari sepertiga populasi dewasa yang memberikan kontribusi signifikan terhadap buruknya derajat kesehatan serta tingginya pengeluaran biaya kesehatan setiap tahunnya,” ucap Ria.

Sama halnya dijelaskan oleh dokter spesialis penyakit dalam  Rudi Supriyadi, penderita obesitas mengalami risiko 83 persen lebih besar mengalami penyakit ginjal kronik daripada orang dengan berat badan normal. Tercatat 600 juta orang di dunia mengalami obesitas dan 220 juta diantaranya adalah anak sekolah. 

“Mayoritas orang dengan penyakit ginjal terjadi pada usia 40 tahun keatas, namun beberapa tahun terakhir terjadi fenomena yang mengkhawatirkan, usia penderita penyakit ginjal semakin muda. Saat ini banyak anak-anak yang sakit ginjal dan terpaksa harus menjalani cuci darah secara berkala,” kata Rudi.

 

Gejala awal tidak timbulkan rasa sakit

Ilustrasi Badan Gemuk atau Obesitas (iStockphoto)
Ilustrasi Obesitas (iStockphoto)

Rudi menjelaskan mengenali penyakit ginjal memang tidak terlalu mudah, karena pada umumnya penyakit ginjal tidak menimbulkan rasa sakit. Untuk mendeteksi secara dini, sebaiknya setidaknya sekali dalam setahun memeriksakan diri ke dokter dengan tes laboratorium sederhana yaitu urine, ureum dan kreatinin, biayanya relatif terjangkau, sekitar Rp50 ribu saja. 

Rudi menyarankan lebih murah mencegah daripada jika sudah sakit sulit mengobatinya dan biayanya sangat mahal. Gejala seperti jumlah urine harian yang berkurang atau berbuih, kencing berdarah, kencing berpasir serta hipertensi merupakan gejala awal yang mencurigakan terhadap penyakit ginjal kronik. 

“Rasa nyeri yang terkait ginjal bisa berupa nyeri pinggang dengan penyakit ginjal karena batu ginjal, tumor dan infeksi. Sedangkan nyeri sekitar kandung kemih bawah lebih banyak menunjukkan pada infeksi saluran kemih," katanya. 

Cara mencegah sakit ginjal tentu saja adalah pola hidup sehat. Konsumsi makanan seimbang, olahraga teratur, istirahat cukup, kelola stres dan hindari merokok dan minuman beralkohol. 

Dokter subspesialis endokrinologi dan penyakit metabolisme, Nanny Natalia M. Soetedjo menuturkan yang jadi kendala dalam mengatur jumlah asupan makanan adalah menakar makanan sesuai dengan yang dibutuhkan tubuh dan tidak menyebabkan obesitas. Sangat mudah untuk menakar makanan sehingga tidak ada alasan untuk makan berlebihan.

“Saya menggunakan rumus yang mudah. Setiap makan, porsi karbohidrat adalah sekepalan tangan, tentunya kepalan tangan wanita dan laki-laki biasanya lebih besar laki-laki, selanjutnya proteinnya 2/3 telapak tangan, sayurannya 1 raupan (menggunakan kedua tangan.red), dan buahnya satu kepalan tangan dan minum 30 cc kali berat badan. Ukuran tersebut berlaku untuk satu kali makan ya,” jelas Nanny.

Nanny menambahkan, selain pola konsumsi perlu diperhatikan juga pola aktivitas fisik atau olahraga. Organisasi kesehatan dunia, WHO, menganjurkan dalam satu minggu minimal olahraga selama 150 menit yang dibagi kepada 3-5 waktu. 

Namun, Nanny mengatakan olahraga terlalu sering dianggap kurang bagus karena seluruh otot memerlukan istirahat. Sehingga disarankan melakukan secukupnya sesuai anjuran.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya