Liputan6.com, Jakarta Tempat hiburan dalam ruangan seperti bioskop akan dibuka di tengah pandemi COVID-19, tepatnya pada akhir Juli 2020. Namun, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) meminta untuk mengevaluasi kembali kebijakan ini terlebih COVID-19 memiliki kemungkinan potensi menular lewat udara (aerosol) seperti disampaikan World Health Organization (WHO) beberapa hari lalu.
"Tanpa ada wacana dari WHO pun kami tetap menyarankan tidak dibuka apalagi ada wacana potensi aerosol dari virus Corona," kata Dewan Pakar IAKMI Hermawan Saputra saat dihubungi Health-Liputan6.com.
Baca Juga
Bukan tanpa sebab IAKMI menyarankan agar tempat hiburan yang tertutup seperti bioskop tidak dulu dibuka untuk publik. Pertama, ruangan bioskop amat tertutup, kedua penggunaan AC yang amat dingin, ketiga ramai oleh penonton. "Jadi, kemungkinan transmisi tinggi," katanya.
Advertisement
Kemungkinan virus yang menular di udara itu bila ada orang terinfeksi kemudian batuk atau bersin lalu ada cairan yang sangat mini--kurang dari 10 mikron--terlontar ke udara dan berpotensi mengambang di udara dalam jangka waktu lama.
"Potensi mengambang di udara ini terutama di ruangan sangat tertutup, dimana di situ tidak ada paparan udara dan cahaya yang cukup terang atau panas (matahari). Kemungkinan virus bertahan lama di ruangan seperti itu bisa," katanya lagi.
Saksikan juga video berikut ini:
Buka Fasilitas Publik yang Primer
Faktor lain adalah hingga kini kasus COVID-19 di Indonesia belum terkontrol, ditambah lagi angka prevalensi yang tinggi. Alangkah baiknya jika pemerintah, kata Hermawan, membuka fasilitas publik yang memang kebutuhan primer.
"Kalau sifatnya pariwisata seperti bioskop ini kan bukan primary need tapi tertier need. Apalagi masih PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) masih berlaku. Nah, seharusnya yang dioptimalkan adalah menjaga jarak dan membatasi aktivitas," katanya.
Jika memang terpaksa pembatasan aktivitas dilenturkan lebih baik pada sektor-sektor kebutuhan dasar.
"Seharusnya jangan gegabah, timing-nya belum tepat. Kasus kita belum terkontrol, prevalensi cukup tinggi. Jadi harus kita lewati puncak pandemi dulu baru kita wcanakan hal-hal lain yang menyangkut pengendalian COVID-19."
Advertisement