Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) mengatakan bahwa mereka tengah mengembangkan "paspor kesehatan" atau health passport untuk memantau apakah seseorang pernah melakukan tes COVID-19 serta status kesehatannya.
Hal ini disampaikan oleh Menristek/BRIN Bambang Brodjonegoro dalam konferensi pers dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Jakarta pada Kamis kemarin.
Baca Juga
"Cikal bakalnya sudah ada yaitu di aplikasi atau software yang dikembangkan oleh Gugus Tugas yaitu Bersatu Lawan Covid yang datanya saya yakin makin lama makin lengkap," kata Bambang, ditulis Jumat (17/7/2020).
Advertisement
"Di Kemenristek/BRIN tepatnya di BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), kita sedang mengembangkan artificial intelligence untuk COVID-19 ini yang awalnya kita akan gunakan data dari dua rumah sakit," tambahnya.
Bambang berharap dengan penyempurnaan beberapa program tersebut nantinya akan ada satu program yang dapat mengetahui informasi mengenai status kesehatan seseorang terkait dengan pemeriksaan COVID-19.
Simak juga Video Menarik Berikut Ini
Tak Perlu SIKM
Bambang menyeubt dengan teknologi "paspor kesehatan" maka tidak diperlukan lagi Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) atau semacamnya.
"Jadi ada semacam identifikasi bahwa orang ini memang sudah diuji dengan benar, datanya benar," ujarnya.
"Sehingga nanti kalau sistemnya sudah terbangun baik, database-nya lengkap, maka tidak perlu lagi ada SIKM atau segala macam surat-surat yang, kita tahu di Indonesia, apa sih susahnya bikin surat."
Bambang mengatakan, selama ini saat orang melakukan tes, tujuan sebenarnya adalah untuk mendapatkan surat.
Hal inilah yang seringkali membuat surat menjadi tidak akurat dalam menunjukkan status kesehatan seseorang. "Daripada susah-susah tes ya mendingan dapat suratnya itu lebih penting daripada hasil tesnya."
Selain itu, dengan paspor kesehatan, Bambang mengatakan bahwa deteksi COVID-19 juga bisa ditingkatkan dengan lebih baik.
Advertisement