Farmakolog UGM: Jangan Buru-Buru Sampaikan Klaim Obat COVID-19 ke Publik

Klaim obat COVID-19 yang terburu-buru bisa membahayakan masyarakat.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 25 Agu 2020, 12:47 WIB
Diterbitkan 25 Agu 2020, 12:46 WIB
[Fimela] COVID-19
Pencarian obat COVID-19 | pexels.com/@cottonbro

Liputan6.com, Jakarta - Pakar farmakalogi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Zullies Ikawati, meminta para peneliti tidak buru-buru dalam mengklaim dan merilis temuannya sebagai obat COVID-19. Jika obat digunakan dengan tanpa proses riset yang baik, benar, dan teruji keakuratannya bisa membahayakan masyarakat.

“Jangan buru-buru melakukan klaim sebelum data di-review, baik melalui jurnal ilmiah atau evaluasi oleh BPOM. Kalau data belum dipastikan validitas dan akurasinya, jangan terburu-buru disampaikan ke publik,” kata Zullies seperti dikutip dari rilis UGM ditulis Selasa (25/8/2020).

Wanita yang juga Guru Besar Fakultas Farmasi UGM ini menekankan bahwa dalam uji klinis penemuan obat, termasuk dalam pencarian obat COVID-19, harus dilakukan dengan penelitian akurat dan valid.

Uji klinis obat COVID-19, lanjut Zullies, juga harus dilakukan dengan prosedur terbuka dan transparan.

Dalam membuat obat ada sejumlah aturan dalam uji klinis yang wajin diikuti, hal tersebut tertuang dalam pedoman cara uji klinik yang baik (CUKB).

CUKB, kata Zullies, merupakan suatu standar kualitas etik dan ilmiah yang diacu secara internasional untuk mendesain, melaksanakan, mencatat, dan melaporkan uji klinik yang melibatkan partisipasi subjek manusia.

Dengan mematuhi standar ini akan memberikan kepastian kepada publik bahwa hak, keamanan, dan kesejahteraan subjek uji klinik dilindungi dan data yang dihasilkan bisa dipercaya.

Simak juga Video Menarik Berikut Ini

Terima Kritikan yang Membangun

Tidak Bisa Bertahan Lama di Permukaan
Ilustrasi Penelitian Covid-19 Credit: pexels.com/PolinaTankilevitch

Dekan Fakultas Farmasi UGM Agung Endro Nugroho mengapresiasi upaya para peneliti dalam mencari obat COVID-19. Namun, perlu diingat bahwa peneliti juga sebaiknya mau memperhatikan masukan dan kritikan yang membangun.

Saling koreksi, mengkritisi, memberikan masukan serta arahan nantinya dapat semakin memperkuat berbagai penemuan obat dan vaksin yang ada. Hal ini diperlukan untuk melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada.

“Ini bagian dari dinamika untuk mengoptimalkan upaya-upaya yang telah dilakukan dan bisa bermanfaat untuk masyarakat," kata Agung. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya